BAB 6| Michael Menemui Alea

1604 Words
*** Michael mengemudikan mobil mewahnya memasuki basement gedung apartemen tempat dia dan Alea bertemu sebelumnya. Suara mesin yang halus dan lampu-lampu gedung yang bersinar memantulkan kilauan di bodi mobilnya, menambah kesan kemewahan. Dari berbagai tempat yang bisa dipilih untuk melepas penat, Michael memilih untuk datang ke apartemen ini karena Alea masih berada di tempat ini. Kini, Michael memarkir mobilnya dengan rapi sebelum akhirnya ia menyandarkan punggung pada sandaran kursi. Menengadahkan wajahnya ke langit-langit, Michael menutup kedua matanya dengan erat, merenungkan semua permasalahan yang dialaminya saat ini. Dengan jakun yang naik turun, Michael menelan ludah dengan lambat untuk melembabkan tenggorokan yang kering. Deru napasnya terdengar teratur di tengah diamnya yang terasa begitu menyiksa. ‘Mengapa aku harus mengalami kisah percintaan yang begitu rumit? Dan mengapa harus dengan wanita itu? Mengapa dia, mengapa bukan wanita lain?’ batin Michael bergumam dalam hati. Sejak dulu, Michael selalu merasa tidak suka terhadap Jihan. Tatapan sinisnya selalu menghiasi wajahnya ketika melihat gadis itu, padahal Jihan tidak pernah melakukan kesalahan apapun kepadanya. Gadis itu bahkan selalu berusaha untuk menghindarinya, mencoba tidak menciptakan konflik dengan Michael. Namun, alasan di balik kebencian Michael terhadap Jihan sungguh tidak masuk akal. Hanya karena Jihan berasal dari keluarga yang memiliki masalah dengan keluarganya, Michael merasa sangat membenci gadis itu. Padahal, Jihan tidak ada sangkut pautnya atas masalah keluarganya dan tidak pantas untuk disalahkan atas hal tersebut. Di masa lalu, kakak laki-laki Jihan pernah terlibat dalam hubungan yang tidak sehat dengan kakak perempuan Michael. Hubungan mereka tidak didasari oleh cinta, melainkan hanya karena dendam yang membara. Kakaknya Jihan sengaja mendekati kakak perempuan Michael sebagai bagian dari rencana balas dendam terhadap masa lalu kelam orang tua mereka. Itulah sebabnya Michael merasa dendam terhadap seluruh anggota keluarga itu tanpa terkecuali. Michael bahkan menutup mata terhadap ketidakterlibatan Jihan dalam urusan keluarga mereka. Dia hanya terfokus pada rasa benci dan dendam yang tumbuh di dalam dirinya terhadap keluarga tersebut. Nasihat-nasihat yang disampaikan oleh keluarganya, termasuk ayahnya dan kakak perempuannya, Brianna, mengenai Jihan yang sebenarnya tidak bersalah, tidak pernah masuk ke dalam hati Michael. Hal ini membuat keluarganya merasa heran dengan sikap keras kepala yang dipertontonkan oleh Michael. Benarkah Michael benar-benar membenci Jihan hanya karena permasalahan masa lalu tersebut? Pertanyaan ini menggantung di udara, menyelimuti keputusan sulit yang harus dihadapi Michael saat ini. Takdir seolah memaksa Michael untuk hidup bersama orang yang selama ini dibencinya. Dia dihadapkan pada pilihan yang sulit: menerima demi mempertahankan kekuasaannya, atau menolak dan menghadapi risiko kehilangan segalanya yang telah ia bangun selama ini. Di sisi lain, Michael juga terus memikirkan hubungannya dengan kekasihnya, Alea, yang akan segera berakhir karena dia harus menikah dengan Jihan. Meskipun Michael menyadari bahwa dia tidak dapat berbuat banyak dalam situasi ini, karena sebelumnya dia telah melamar Alea secara langsung namun ditolak dengan alasan bahwa Alea masih ingin fokus mengembangkan karirnya. Keputusan Alea membuat Michael terdiam. Dia tidak ingin memaksa kehendaknya pada sang kekasih, mengingat betapa pentingnya karier bagi Alea dan bagaimana hal itu juga sangat berarti baginya sendiri. Seperti Alea, posisinya sebagai pemimpin The Phoenix adalah segalanya baginya, dan dia mungkin akan merelakan apapun demi mempertahankan posisi tersebut. Malam ini, setelah mendengar keputusan sang ayah yang memaksa untuk menikahi Jihan, Michael memutuskan untuk kembali menemui Alea yang masih berada di apartemen ini. Dia berharap bisa membujuk Alea untuk mau menikah dengannya, sehingga dia tidak perlu menikahi Jihan, wanita yang selama ini dibencinya. Michael siap untuk mencoba peruntungannya dan memberikan segalanya agar Alea mau bersamanya dan tidak terpaksa menikah dengan Jihan. Setelah beberapa saat berdiam diri di dalam mobil, Michael mendesah pelan sambil membuka kedua matanya dan menundukkan pandangan. Dengan sorot tajam, ia menatap liar ke arah luar jendela sebelum melepas seatbelt dan membuka pintu mobil. Langkahnya mantap saat ia turun dari kendaraannya. Dengan langkah lebar, Michael menuju lift. Setibanya di depan lift, ia menekan tombol dengan tegas hingga pintu lift terbuka lebar, lalu masuk untuk naik ke lantai tempat unit apartemen Alea berada. Setelah beberapa menit, Michael tiba di lantai yang dituju. Ia keluar dari lift dan melangkah menuju unit apartemen Alea. Tak lama kemudian, Michael berdiri di depan pintu apartemen dan dengan mantap membuka pintu dengan akses yang sudah dia miliki, memasuki apartemen yang sunyi. "Honey..." Alea terkejut melihat kekasihnya tiba-tiba muncul. Wanita itu baru saja keluar dari dapur dengan membawa secangkir teh di tangan kanannya. Michael mendekat pada Alea, meraih tengkuk wanita itu dengan lembut sebelum mengulum bibirnya dengan singkat, lalu menyudahi ciuman itu dengan lembut. "Aku pikir kau sudah pergi," ucap Michael sambil melangkah melintasi Alea menuju sebuah sofa di ruang tengah. Di sana, ia menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang nyaman, sementara Alea masih berdiri di tempat dengan ekspresi heran menyaksikan Michael. Tanpa banyak bicara, wanita itu akhirnya menyusul kekasihnya. Dengan lembut, Alea meletakkan cangkir teh hangatnya di atas meja sebelum duduk di samping Michael. "Penerbanganku besok pagi. Mengapa kamu kembali ke sini? Bukankah kamu bilang ada pekerjaan penting yang harus kamu selesaikan?" tanya Alea dengan suara lembutnya khas. Ia menatap Michael penuh cinta, dan pria itu pun membalas tatapannya dengan penuh perasaan. Tanpa menjawab pertanyaan Alea, Michael malah membalikkan pertanyaan, "Kalau aku meminta kamu meninggalkan pekerjaanmu dan menikah denganku, apakah kau bersedia?" Sejenak, Alea terdiam, menatap wajah tampan Michael dengan seksama. Kemudian, setelah menghela napas pelan, ia mencoba menjawab, "Michael, aku—" Namun, ucapannya terpotong ketika Michael langsung memotong dengan cepat. "Atau setelah kita menikah, kau tetap boleh bekerja seperti sebelumnya. Tidak akan ada yang berubah, hanya menikah dengan ku," usul Michael dengan harapan Alea bisa berubah pikiran. Alea beralih menatap Michael dengan serius, kedua tangannya meraih salah satu tangan lebar Michael dan digenggamnya dengan lembut. Dengan tatapan penuh rasa bersalah, ia berkata, "Salah satu persyaratan dalam kontrak kerjasama dengan mereka adalah aku tidak boleh menikah, Michael. Maafkan aku karena..." Namun, ucapannya terpotong ketika Michael sekali lagi memotong dengan cepat. "It’s okay, aku mengerti, aku pun sudah menduga bahwa kau akan tetap menolak," kata Michael memotong ucapan Alea, menunjukkan pengertian dan ketegasan dalam kata-katanya. Namun, ketika Alea hendak berbicara, Michael melanjutkan dengan cepat. "Aku sangat mencintaimu, Alea, namun untuk kedepannya, aku tidak bisa menjanjikan apapun kepadamu. Aku sudah berusaha memberikan yang terbaik, namun aku juga menghargai keputusanmu. Aku tidak ingin merusak karir dan mimpimu, meskipun aku sangat mencintaimu. Jadi... kejarlah mimpimu, pertahankan karirmu. Aku akan bahagia melihatmu sukses dalam pencapaianmu. Apapun yang terjadi di masa depan, ketahuilah bahwa aku selalu mendukung keputusanmu," ucap Michael dengan lembut, sambil menarik tangannya yang digenggam oleh Alea dan hendak berusaha bangkit dari duduknya. "Michael..." Alea menatap dengan cemas pada lelaki itu, merasakan kekhawatiran bahwa Michael akan meninggalkannya. Dia menutup mata sejenak saat Michael mendekat dan mengulum bibirnya dengan lembut. Mereka berciuman dengan penuh kelembutan, hingga akhirnya Michael menindih tubuh Alea yang terbaring di sofa. Setelah beberapa menit, Michael menyudahi ciuman tersebut dan bangkit dari atas tubuh Alea. Alea menatap kecewa, karena dia berharap ada sentuhan lebih dari sekedar ciuman bibir antara mereka. "Aku pergi dulu," pamit Michael tiba-tiba. Dengan gesit, Alea menahan lengan Michael saat ia hendak berdiri dari duduknya. "Kamu mau pergi ke mana, sayang?" tanya Alea dengan cemas. "Aku ingin pergi ke markas, ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan di sana," jawab Michael. "Jadi, kamu datang ke sini hanya untuk membicarakan hal tadi, bukan untuk menginap bersamaku di sini?" tanya Alea dengan sedikit kekecewaan. "Yeah, tebakkanmu benar. Aku datang hanya untuk membicarakan hal itu saja, tidak lebih. Hati-hati besok, semoga kau selamat sampai tujuan dan sukses selalu untuk karirmu," ucap Michael sambil berdiri dari duduknya dan menuju pintu keluar dari apartemen Alea. Alea terdiam, mematung dengan pandangan lurus ke arah pintu yang sudah tertutup rapat. Kedua matanya berkaca-kaca. Alea tidak mengerti mengapa hatinya tiba-tiba perih mendengar ucapan Michael seperti tadi. Lelaki itu terlihat berbeda dari biasanya. Kalimat-kalimat yang dia lontarkan sejak tadi membuat Alea merasa seolah Michael akan meninggalkannya. Namun, dengan cepat Alea meyakinkan dirinya sendiri bahwa Michael tidak akan melakukannya. Dia yakin bahwa Michael sangat mencintainya, sama seperti cintanya kepada Michael. *** Markas The Phoenix... Setelah meninggalkan apartemen Alea, Michael tidak langsung pulang ke kediamannya. Dia menuju markas untuk bertemu dengan asistennya. Saat ini, Michael berada di ruang kerjanya bersama seorang pria bernama Paul, asisten pribadinya. Mereka duduk saling berhadapan di seberang meja. "Apakah informasi yang aku terima sudah akurat?" tanya Michael sambil menarik map berwarna coklat yang telah disodorkan oleh Paul sebelumnya, lalu memaparkannya di dekatnya. "Sudah, tuan. Sebelum saya serahkan kepada anda, saya sudah memastikan terlebih dahulu. Dan semua informasi yang anda inginkan sudah lengkap dan akurat," jawab Paul dengan mantap. Michael diam sejenak, hanya melirik sebentar pada Paul. Tangannya bergerak untuk membuka map tersebut dan mengeluarkan beberapa lembar kertas, serta sebuah flashdisk yang terdapat di dalamnya. Pertama-tama, Michael membaca sebentar apa yang tertulis pada kertas tersebut sebelum kemudian beralih pada flashdisk. Ia memasangkan benda kecil tersebut pada laptop yang menyala di depannya. Michael membuka sebuah file yang tersimpan di dalamnya dan menemukan satu video. Ia memutar video tersebut dan menontonnya dengan seksama, sementara Paul juga ikut menatap layar laptop. Video tersebut menampilkan gambaran sebuah klub malam di ruang pelelangan. Di atas panggung, seorang wanita berdiri dengan pakaian seksi, menjadi peserta dalam pelelangan tersebut. Para pembeli bersaing menawar harga yang fantastis demi mendapatkan wanita cantik tersebut. Namun, pemenangnya adalah seorang pria paruh baya yang sangat dikenal oleh Michael. Setelah beberapa menit menonton, Michael pun selesai dan kemudian menatap tajam pada Paul. "Jadi harganya senilai $100.000.000 dan ayahku yang membelinya?" gumam Michael sambil menatap Paul. Paul mengangguk pelan sebagai jawaban. Michael kemudian tersenyum sinis. ‘100 juta dolar terlalu mahal untuk wanita murah4n seperti dia,’ batin Michael, merujuk pada Jihan. Entahlah, hal buruk apa yang akan dilakukan oleh Michael terhadap Jihan setelah mengetahui bahwa ayahnya memenangkan pelelangan untuk mendapatkan Jihan di klub malam tersebut. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD