Feeling

1408 Words
Wisnu dan Leon sedang mendapatkan tugas berdua, mereka berpatroli dengan mobil Wisnu. Setidaknya dengan status Wisnu sebagai anak dari Bagas Dirga membuat mereka dapat mendapat pelonggaran dari devisi mereka. "Kapan lagi patroli pake mobil bugatti" ucap Leon sambil bersantai. Saat dijalan mereka menjadi pusat perhatian di manapun, orang- orang tak tau saja bahwa mereka merupakan seorang polisi. "Iya ngapain juga kakak nyuruh aku pake mobil begini untuk patroli" ucap Wisnu dengan nada bingung. "lu mau mau juga gue suruh" balas Leon,Wisnu terlihat bodoh di mata Leon saat ini. "Iya juga" ucap Wisnu akhirnya. Mereka berhenti di lampu merah sejenak. "Icik icik iwirrrr" "Rrrrrrr.... Hai abang ganteng" Wisnu dan Leon tersentak kaget karena di sapa oleh seorang transpuan yang sedang mengamen. "Mau ikut dong duduk di pangkuanmu" ucap transpuan itu lagi. "Gak dulu nih" ucap Leon memberi uang lima ribu kepada transpuan itu. "Ihhh ganteng- ganteng ngasih lima ribu doang" ucap transpuan itu sambil melihat uang lima ribu dari Leon. Uang itu sangat lecek, uang itu adalah uang kembalian dari tukang parkir. Terlihat karna saking leceknya, Pria bermata sipit itu menggengamnya sedari tadi sehabis dari minimarket. Sungguh ajaib memang mas mas tukang parkir, saat mereka parkir tak ada saat akan pulang langsung ada. Leon emosi karena di mintai uang parkir padahal dia itu polisi, tapi tukang parkir itu tak percaya. Ia dan Wisnu hanya beli teh botol seharga sepuluh ribu, eh di palak kang parkir lima ribu. 'Rugi bandar' batin Leon dalam hati, memang dasar ch*na. "Udah deh adanya itu udah sana pergi" ucap Leon marah, lima ribu jika di kota hogga sudah dapat nasi kucing dua bungkus tau. "Ih abang jahat" "Aku tuh cinta berat" "Sini dong dekat- dekat" "Ku pegang erat- erat" Transpuan itu malah bernyanyi dan joget heboh. Banyak pengguna jalan yang tertawa melihat transpuan itu bernyanyi dengan kemayu. Wisnu yang tak ingin transpuan itu terus bernyayi ingin mengeluarkan uang lima puluh ribu. Ia tak ingin menjadi pusat perhatian. Wisnu tak sadar sedari tadi memang banyak yang memperhatikannya karena menggunakan mobil yang mewah. Tangan Wisnu di tahan oleh Leon, uang itupun masih tertahan di dompetnya. Lima puluh ribu baginya sangat berharga lumayan untuk bisa beli tiga bungkus nasi padang. Dia cocok memang di kota hogga, semua serba murah tak seperti di ibu kota yang serba mahal. Tempe goreng saja tiga ribu, padahal di hogga hanya seribu rupiah. Malah kadang dua ribu dapat tiga. 'ah dirinya rindu kota hogga' Wisnu sedih karena kembali lagi ke ibu kota, mana kini turun jabatan. "Mau pergi atau gue tangkap nih" ancam Leon pada transpuan itu. "Iihhhh tangkap aku dong" jawab transpuan itu kemayu. Leon mengeluarkan kartu polisinya. "Wadoh jebul polisi ! Tak minggat wae" transpuan itu mengeluarkan suara kodamnya karena saking takutnya di ciduk Lampu merah memang harus bebas dari pengamen bukan ? "Hahaha" Wisnu tergelak karena itu. "Harusnya dari tadi gue kayak gini" ucap Leon. "Terjadi ledakan di rute 78" "Petugas harap menuju ke lokasi" Radio polisi terus saja bersaut- sautan, atasan memberi perintah agar petugas yang berjaga segera merapat ke lokasi kejadian. "Gas Nu, gue pengen cepet- cepet balik dan ketemu sama komandan" ucap Leon. Mereka memang janjian bertemu nanti setelah selesai tugas patroli. "Tapi yang meledak apa ya kak ?" tanya Wisnu ingin tau. "Haha yang pasti bukan mobil polisi" jawab Leon dengan nada bercanda. Namun sesampainya di lokasi kejadian dia malah kaget karena memang mobil polisilah yang meledak. "Omongan adalah doa kak ati- ati" ucap Wisnu saat melihat Leon kaget. "Eh itu kak Lisa bukan ?" tanya Wisnu sambil menunjuk seorang gadis yang sedang memapah pria. Gadis itu di bantu oleh pria lain. "Eh iya kesana yuk" ajak Leon. "Petugas Leon, tolong bantu angkat jenazah ini" seorang polisi patroli lain mengangkat jenazah yang masih terduduk di mobil. "Iyuhh" Wisnu mual. Dia tak pernah melihat langsung jenazah yang kepalanya di tebak seperti ini. Mana matanya melotot ke arahnya. Mengerikan ! Ia tak takin malam ini akan tidur nyenyak. Mereka saling bahu membahu menggotong mayat itu. "Kalian bisa pergi, kami akan mengikuti ambulance itu" ucap petugas bernama Heri. "Eh biar kami yang mengawal ambulance itu kalian urus yang disini aja" ucap Leon cepat setelah melihat Lisa masuk ke dalam ambulance yang di maksut. "tapi kalian udah melebihi jam kerja lho" ucap Heri. "Tenang aja, ayo Nu" balas Leon lalu berjalan ke arah mobil Wisnu. Wisnu menganggukkan kepalanya sopan lalu mengikuti langkah Leon. "Tumben kak" ucap Wisnu melihat Leon menjadi bersemangat. Lima bulan ini Leon seperti mayat hidup, ia sedih di pindahkan dari tim merak. Ia lebih sedih karena tak dapat menggunakan snippernya lagi. "Hehe ada kak Lisa, gue pengen ngobrol sama dia" ucap Leon lagi. Sudah lima bulan ini tim merak tak pernah bertemu satu sama lain, mereka sangat sibuk kecuali dirinya dan Wisnu. Ah jangan lupakan Anwar, pria itu juga tak terlalu sibuk. Meskipun jabatannya telah turun ia masih mempunyai bawahan. Dia sering meminta bawahannya untuk menggantikan pekerjaannya. Itu adalah bentuk protes darinya untuk atasannya. Atasannya pun juga tak dapat melakukan bamyak hal, Anwar telah banyak berjasa untuk negara ini. Dia telah sepuluh kali mengagalkan rencana pembunuhan presiden negara dari tahun ke tahun. Jika tak ada masalah kemarin ia pasti akan naik pangkat dan menjadi lebih lagi. "Hey yo" orang yang sedang Leon pikirkan kini menyapa mereka. Anwar dengan kaos tentara dan celana tentaranya menyapa mereka, di tangannya tersulut rokok dan minuman soda. "Itu tak sehat pak" ucap Wisnu menasehati. "Menyenangkan ya broo" Leon senang melihat komandannya itu. "Hehe.. Mau kemana kalian ?" tanya Anwar. "Ke rumah sakit ngawal Ambulance, ada Lisa disana" ucap Leon. "Oh ya ? Gue ikut" ucap Anwar. "Memang lu lagi gak tugas ?" tanya Leon khawatir. "Naik dulu aja deh, kapan lagi gue naik mobil mewah gini" Anwar mengabaikan pertanyaan Leon. "Emang beda ya anak petinggi hahaha" ucap Anwar begitu takjub masuk ke dalam mobil Wisnu. Leon dan Wisnu ikut masuk ke dalam mobil. "Gue pengen nyupir dong" pinta Leon ke Wisnu. Wisnupun setuju, dia tak pelit rupanya. Mereka keluar lalu bertukar tempat duduk. Anwar terdengar sedang menelepon seseorang. "Urusin dulu ya gue mau tugas penting, entar kalo ada yang dateng nyariin bilang aja tugas negara" pria yang akan berumur 40 itu terlihat santai. Leon menghidupkan mesin dan mulai berjalan mengikuti laju Ambulance. "Gimana kalian ? Enak gak patroli ?" tanya Anwar. "Enggak" jawab Wisnu dan Leon bersamaan. "Sabar ya gue lagi cari cara agar kita balik lagi" ucap Anwar dengan nada serius. "Serius mas ?" tanya Leon tak percaya, ia sangat senang mendengar itu. "Gue usahain, gue gak tenang ! Kebenaran bakal kita ungkap" jawab Anwar. Leon dan Wisnu terlihat senang, mereka mengobrol ringan sembari terus berjalan mengawal ambulance. "Eh ini kan bukan jalan ke rumah sakit ?" Wisnu bingung Ambulance itu berjalan bukan menuju rumah sakit namun menuju melaju menuju arah lain. "Halo halo Ambulance mau kemana kalian ? rumah sakit di jalur sebelah kanan" Seorang petugas mencoba menghubungi supir Ambulance. "Jangan ikuti kami atau Wira mati" balas supir Ambulance itu. "Anj*ng ambulancenya di bajak" umpat Anwar. "Kami bawa pistol dan bisa nembak gubernur kapan saja ! Kalian jangan ikuti kami" ancam supir ambulance lagi. Polisi lain menunggu perintah dari atasan. "Terus ikuti mereka dari jarak jauh" perintah atasan itu, mungkin dia juga bingung. Disisi lain dia tak ingin membahayakan Wira, namun disisi lain dia harus tetap mengikuti jejak Wira. Atasan itu tak tau apa yang akan terjadi jika menuruti perintah orang yang ada di ambulance itu. "Jika kalian tetap mengikuti kami terpaksa membunuh Wira" ancam penjahat itu lagi. "Eh bukannya ada kak Lisa ya ?" tanya Wisnu. "Kayaknya mereka gak tau deh" jawab Leon. Dengan segera Anwar menelepon atasan itu. "Halo Ari, di dalam ambulance ada pasukan khusus suruh polisi lain mundur ! Tapi jangan bilang jika ada pasukan khusus disana" "Kita gak tau radio polisi sudah dibajak atau belum" ucap Anwar. "Yakin disana ada pasukan khusus ?" tanya Ari dari sambungan telepon itu. "100% udah tarik mundur pasukan lu, gue bakal ikutin mereka juga dari belakang" ucap Anwar. "Gue serahin ke elu War, kalo sama lu gue percaya pak gubernur bakal selamat" balas Ari. Anwar mematikan sambungan telepon itu. "Leon matiin lampu" perintah Anwar. "Eh gelap pak" ucap Wisnu. "Itu lah sebabnya Leon jadi snipper Nu, mata dia bisa melihat dalam kegelapan beda sama kita" ucap Anwar. "Pasukan mundur ikuti perintah" Ari memerintahkan pasukan untuk mundur. "Kita tetap ikuti mereka dari jauh" ucap Anwar serius. Wisnu dan Leon mencoba tenang sambil terus mengikuti ambulance menuju ke arah hutan. Anwar tak terlalu panik karena Wira bersama dengan Lisa disana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD