Pembunuhan 1 dan Kelopak bunga.

1446 Words
Lisa mendesah kesal karena tidak di izinkan untuk ikut menggerebek sebuah tempat judi. Di tempat judi itu juga erindikasi sebagai tempat jual beli n*****a. Menurut Agung, kepala kepolisian. Menggerebekan itu cukup menggerakan devisi n*****a saja, tak usah ikut menggerakan devisi kejahatan berat. Akhirnya anggota devisi kejahatan berat yang terdiri dari 4 orang itu kini hanya duduk di ruangan mereka. "Kak menurut lo kita perlu gak sih nyadap ruangan Agung ?" tanya Wisnu pada Lisa, ketua tim perak. "Perlu tapi seperti yang lu liat disini banyak cctv" jawab Lisa. "Tinggal matiin aja listriknya, mati juga kan cctvnya" ucap Wisnu lagi seakan hal itu adalah hal mudah yang ia bisa lakukan. "Mungkin menurut lu itu mudah, di kantor kepala banyak cctv yang kita gak tau dimana letaknya dan gak kesambung sama Listrik disini" jelas Lisa. "Yess, itu benar karena dia juga punya rahasia besar dan tanggung jawab besar. Kalo kantor dia kebobol itu juga bakal jadi aib kepolisian" kini Leon yang menjelaskan ke Wisnu. Wisnu baru mengerti, ah ternyata dia memang kurang pengalaman di banding semua seniornya. "Gue punya sih satu temen yang bisa kita mintai tolong" Raka ikut menyambung obrolan itu. "Siapa kak ? Cepet kak kita temuin" ajak Wisnu semangat, ahh dasar anak muda. "Masalahnya dua temen gue eh kenalan gue, yang satu gue lupa minta nomernya dan yang satunya dia gak masuk kerja dari kemarin" "Gue belum sempet ke rumahnya, karena gue sibuk nulis laporan" ucap Raka. "Eh kenapa lu sekarang jadi rajin nulis laporan ?" tanya Lisa pada Raka, biasanya pria itu sangat malas jika harus berhadapan dengan komputer. "Oh iya ya ! Gue kadang selalu lupa bahwa gue udah sama kalian" Raka seakan baru sadar bahwa dia tak lagi bersama anggotanya yang lama. Dulu saat tim perak belum pindah ke Hogga, dia selalu menjadi anggota yang kerjanya hanya mengetik laporan tanpa harus ke lapangan. Alhasil ia jadi kebiasaan. "Nu, lu ketik laporan. Gue sama mereka bakal ke rumah temen gue yang dari kemarin ngilang" "Gue punya firasat buruk itu orang lama banget gak masuk kerja" perintah Raka. "Emang temen kerja dimana si kak ?" tanya Wisnu pada Raka. "Tuh IT" jawab Raka singkat, ia memakai jaket kulitnya lalu mengajak dua rekannya yang lain untuk pergi. "Kak" Wisnu memanggil semua rekanya, merekapun menengok ke arah Wisnu yang kini duduk di depan komputer. "Apa ?" Leon menjawab Wisnu yang memanggilnya. "Gue takut kak, temenin dong disini kak Leon aja deh ya ?" Jawab Wisnu membuat Raka, Leon dan Lisa memelototinya. "Ampun tapi kan kita baru dua hari disini, gue belum biasa hehe" ucap Wisnu lagi sambil cengengesan. "Yaudan Le, lu disini aja temenin anak papi" perintah Lisa pada Leon. "Oke deh, sini anak papi biar om Leon temenin" ucap Leon yang memang mager untuk pergi dari ruangannya yang hangat. Raka menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan Wisnu dan Leon. Apa lagi Lisa yang kini lebih lunak pada junior mereka itu. Lisa dan Raka segera pergi dari ruangan mereka. . . . Raka menyetir dengan cepat, berharap agar bisa menemui Yuda dengan segera. Ia mengingat- ingat kembali rumah Yuda yang penuh dengan belokan, lalu segera berhenti disebuah rumah dua lantai berwarna cream. Itu adalah rumah Yuda, dia tinggal bersama kakaknya namun kakaknya sedang bertugas di luar kota. Alhasil ia tinggal sendiri di rumahnya untuk sementara. Lampu di rumah itu menyala, padahal masih sore. Raka mengetuk pintu rumah Yuda, berharap pria itu segera membuka pintunya. Namun tak ada yang membuka pinntu itu, juga tak ada yang menyaut ketika Raka memanggik sang pemilik rumah. "Yud Yud, ini gue Raka" Rumah itu kosong melompong. Kemana pemuda berkacamata itu pergi ? Lisa yang menunggu di dekat mobil melihat Raka yang masih berusaha memanggil kenalannya di depan rumahnya. Ia melihat- lihat rumah dua lantai itu, di atas ia melihat kaca jendela yang ada sebuah noda berwarna coklat berbentuk tangan. Pertama ia kira itu hanyalah sebuah hiasan atau corak yang memang sengaja di tempel di kaca. Namun ketika ia melihat satu lalat besar keluar dari kamar ia baru sadar bahwa noda itu kemungkinan darah yang sudah mengering. Lisa lantas segera berjalan menuju rumah itu. "Kak Kayanya orangnya ga ada deh, kita pergi aja yuk" ajak Raka, namun di hiraukan oleh Lisa. Pertama- tama Lisa mengambil gambar setiap sudut pintu dengan ponselnya. Lalu mencoba membuka pintu itu. Tidak di kunci. Raka mengikuti Lisa, ia bingung kenapa kaptennya itu masuk ke dalam rumah Yuda. lisa masuk ke segera naik ke lantai dua, membuka pintu yang sudah pasti pintu kamar yang di lihatnya dari bawah. Sedangkan Raka melihat ke lantai bawah yang sudah terlihat acak- acakan, kulit sofa terlihat seperti sengaja di sobek dengan benda tajam. Semua kamar di lantai satu telah terbuka, dan terlihat acak- acakan. "Rak ke atas !" teriak Lisa, Raka segera naik ke tempat Lisa berada. Disana ia melihat Yuda telah tewas mengenaskan dengan banyak bekas luka tusukkan. Raka sedikit shock, padahal baru beberapa hari yang lalu mereka mengobrol bersama hingga malam. Lisa mendekat ke arah mayat Yuda, lalu melihat tangan Yuda yang menggenggam sesuatu. Ada sobekan kertas disana. Lisa mengambilnya, lalu melihat dari bawah cahaya lampu. Di kertas itu bertulisakan sebuah tulisan yang seakan dipaksakan untuk ditulis. 'Spyware03" "Spyware ? Palu ? Kosong tiga ?" ucap Lisa membaca tulisan yang penuh dengan darah itu. . . . Sedangkan Wisnu yang sedang asik mengetik laporan tiba- tiba di kagetkan oleh lampu yang padam. Untung saja ia sudah menyimpan datanya tadi. Ada untungnya juga setiap ia mengetik banyak paragraf ia pasti selalu langsung menyimpannya. Wisnu melihat Leon yang kelihatannya masih saja tertidur. "Kak bangun kak, mati lampu" ucap Wisnu sembari membangkan Leon yang sudah tertidur lelap. Leonpun membuka matanya, namun karena gelap ia tak bisa melihat apa- apa. "Mati listrik ya ?" tanya Leon. "Iya kak, kok belum dihidupin ya ? Keluar yuk disini engap nih mana panas " ajak Wisnu untuk keluar untuk sekedar merokok atau mencari makan. Ia lapar sekali malam ini, ia ingin makan daging. "Kak di sebelah sana kan ada restauran steak, kita makan steak sapi yuk ? gue traktir mumpung gak ada kak Lisa sama kak Raka" ajak Wisnu lagi. Leon yang awalnya malas menjadi semangat karena diajak Wisnu untuk makan daging. "Ayo gas lah" jawab Leon dengan semangat. Ia mencari keberadaan handphonenya untuk menghidupkan senter namun tak kunjung ketemu. Wisnu yang tau bahwa Leon mencari ponselnya pun menyalakan senter di handphonenya. "Itu kak" tunjuk Wisnu menunjuk ponsel Leon yang jatuh di lantai. Leon mengambil ponselnya. "Untung gak pecah, yaudah yuk kita makan daging" ajak Leon senang. Wisnu dan Leon berjalan bebarengan, mereka melonjak senang seperti anak kecil. "Lama banget ya gak hidup- hidup ni listriknya" ujar Leon pada Wisnu. "Iya mana sepi, udah pada pulang ya ?" tanya Wisnu pada Leon. "Kalo devisi narkob sih lagi nangkepin narkoboy tapi kalo yang lain kayanya udah pada pulang" jawab Wisnu. Kelihatannya hanya ada mereka dan beberapa anak IT yang masih lembur. Memang sekarang banyak sekali kasus kejahatan dunia maya yang terjadi, bahkan banyak artis meminta bantuan untuk melacak haters mereka ke kepolisian. Leon berhenti lama untuk melihat ruangan Agung, ruangan itu sudah di kunci. Mungkin pak kepala itu sudah pulang kerumah. Ia melihat ada beberala kamera yang masih menyala, padahal listrik saat ini sedang mati. Wisnu yang sudah kelaparan tak ingin menunggu seniornya yang berhenti di depan ruangan kepala. Ia ingin segera sampai di restaurant. Namun sebuah tong s****h besar, yang mengeluarkan asap dari bagian sela tutupnya membuat ia penasaran. Dengan santai ia membuka tutup itu. Karena gelap ia tidak tau apa yang terbakar di dalam tong itu. Ia mencium bau bulu terbakar dari asap itu. Lampu tiba- tiba menyala, dengan mata kepalanya sendiri ia melihat sebuah wajah yang sudah terbakar sepenuhnya. Kepalanya telah gosong, hanya tinggal tengkorak. Ia tak bisa lagi melihat bagaian dalam tong itu lagi. "Huweeekkk" Wisnu muntah. Leon yang melihat Wisnu muntah segera berjalan menemui juniornya itu. "Woi ? kenapa ? Masuk angin lu?" tanya Leon. Wisnu menggeleng, ia masih terasa mual. Ia lalu menunjuk tong berasap itu. Leon melihat tubuh yang terbakar itu, perutnya bergejolak. Ia ingin muntah, ia memang selalu melihat mayat namun ia tidak pernah melihat kondisi mayat yang seperti ini. Disaat bersamaan ponselnya berbunyi, Lisa meneleponnya. "Halo kak" "Maaf kak gue gak bisa kesana sekarang" "Kak, disini juga ada mayat" "Mayat kebakar" Panggilan itu di matikan sepihak oleh Lisa, Leon memasukan ponselnya. Ia melihat ke bawah ada sebuah amplop disana. Ia membuka amplop itu. Disana tak ada tulisan apapun. Hanya ada sebuah kertas dilipat, di dalamnya ada satu kelopak bunga berwarna kuning. Leon tak tau apa maksut itu semua. Guys ! baca novelku yang lain ya. 1. Menantang Citra. 2. Gaun untuk Jessica. 3. Truth ( Kode 1154 ) 4. Sagitarius Girl. 5. Roro mendut dan pranacitra. 6.Gelya dan Nico.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD