Elena mengendarai mobil merahnya menuju sebuah restoran di tepi pantai, ia ingin menenangkan dirinya dan Mama Ema. Mobil berhenti tepat di pinggir pantai, gadis itu melihat mama yang hanya menunduk.
“Ma, apa Mama sedih?” Suara lembut Elena memecahkan lamunan mama Ema.
“Sayang, maafkan mama.” Mama Ema menyentuh pipi merah Elena bekas tamparan Papa Sanjaya.
“Kenapa Mama harus minta maaf?” Elena memegang tangan Mama Ema.
“Sayang, Tante Ambarwati adalah kekasih papa, pernikahan mama dan papa adalah sebuah kesepakatan bisnis tetapi Mama mencintai Papa kamu.” Air mata mama Ema mengalir.
“Ma, Apa Mama masih mencintai Papa?” tanya Elena.
“Mama sangat kecewa ketika tahu Ambarwati melahirkan putri yang usianya sengaja dimudakan satu tahun dari kamu.” Mata mama Ema memerah.
“Apa maksud Mama?” tanya Elena lagi.
“Tante Ambarwati membuat akta kelahiran yang salah.” Mama Ema menatap wajah cantik Elena.
“Apa usia kami sama?” tanya Elena.
“Kemungkinan Alena lebih tua dari kamu.” Mama menyentuh pipi Elena.
“Apa yang mereka rencanakan Ma? Nama kami saja hanya berbeda satu huruf?” Elena menatap tajam pada Mama Ema.
“Apa papa tidak tahu tentang semua ini?” tanya Elena lagi.
“Papa kamu terlalu lemah, ia kasihan dengan Alena yang telah hidup susah dari kecil hingga remaja.” Mama menyenderkan tubuhnya di kursi.
“Bagaimana dengan Mama, apa Mama tetap mau bersama papa?” tanya Elena.
“Bagaimana dengan dirimu sayang?” Mama balik bertanya.
“Aku sudah dewasa Ma, aku tidak butuh Papa.” Elena tersenyum cantik, tidak ada setetes air yang jatuh dari matanya.
“Mama akan bercerai dengan Papa.” Mama Ema menggenggam tangan Elena.
“Mama harus tenangkan diri dahulu baru pikirkan masalah ini.” Elena membuka pintu dan keluar dari mobil.
“Ayo kita makan malam Ma.” Gadis itu tersenyum penuh semangat.
“Sayang, Mama tutupi merah pada wajah kamu dengan riasan.” Mama Ema menarik tangan Elena.
“Tidak usah Ma, anggap saja bekas tamparan nyamuk.” Elena tersenyum dan menarik tangan Mama menuju restauran.
“Elen.” Seorang pria tampan dan tersenyum berdiri di hadapan Elena.
“Diego.” Elena tersenyum.
“Kamu sangat cantik malam ini, Elen kenapa dengan pipi kamu?” Diego menatap lekat pada Elena.
“Aku menampar nyamuk.” Elena tersenyum cantik.
“Diego, perkenalkan Mama ku.” Elena menarik Mama Ema.
“Malam tante.” Diego mengulurkan tangannya pada mama Ema.
“Selamat malam.” Mama Ema tersenyum cantik.
“Apa kalian mau makan malam?” tanya Diego ramah.
“Ya, aku dan Mama sudah lama tidak makan berdua.” Elena memeluk tubuh Mama Ema dari samping.
“Bagaimana jika makan malam bersama keluargaku.” Diego tersenyum dan menoleh pada meja pesanannya.
“Terimakasih tetapi kami tidak mau mengganggu acara makan malam kalian.” Elena tersenyum cantik.
“Tunggu sebentar.” Diego tersenyum, ia berjalan mendekati mamanya dan berbisik sehingga wanita cantik itu melihat kearah Elena dan Mama Ema dengan senyuman ramah, ia beranjak dari kursi.
“Ema, apa kamu melupakan diriku?” Diana berjalan mendekati Mama Ema.
“Diana.” Mama Ema segera memeluk Mama Diego.
“Apa kabar teman?” Mama Diana melepaskan pelukannya.
“Aku baik.” Mama Ema tersenyum.
“Kapan kamu kembali?” tanya Mama Diana.
“Siang tadi.” Mama melirik Elena.
“Apakah ini Elena bunga kampus yang cerdas.” Mama Diana menyentuh wajah cantik Elena.
“Selamat malam Tante, saya Elena.” Elena tersenyum.
“Malam sayang, kamu sangat cantik.” Mama Diana tersenyum dan melirik Diego.
“Ema, mari bergabung bersama kami.” Diana menarik tangan Elena dan Mama Ema. Diego segera menarik kursi untuk Elena.
“Terimakasih.” Elena tersenyum.
“Apa kabar Ema?” Almanzo, Papa Diego mengulurkan tangan pada mama Ema.
“Aku baik, terimakasih.” Ema tersenyum.
Makan malam dengan diselingi cerita lama tetapi mereka tidak mengungkit Sanjaya karena Diana dan suaminya tahu tentang masalah keluarga Ema. Setelah menyelesaikan makan malam mereka pindah ke ruangan lain untuk membicarakan bisnis.
“Elena, apa kamu akan mengambil alih perusahaan Mama kamu?” tanya Tuan Almanzo.
“Iya Om.” Elena tersenyum.
“Apa kamu sudah siap?” tanya Diana.
“Tentu saja Tante, aku sudah mempersiapkan diri dari masih kuliah.” Elena melihat Mamanya.
“Bagaimana Diego?” tanya papa Amanzo.
“Aku akan mendukung Elena.” Diego tersenyum.
“Terimakasih.” Elena tersenyum.
“Aku yakin kamu pasti bisa.” Diego tersenyum tampan.
“Tetapi aku tetap butuh dukungan dan bantuan dari banyak pihak.” Elena menggenggam tangan Mama Ema.
Diego mengajak Elena berbicara berdua di pinggir pantai dan meninggalkan orang tua mereka yang ternyata saling kenal.
“Aku tidak tahu jika Mama kita adalah teman.” Diego tersenyum tampan pada Elena.
“Aku selalu sekolah dan hampir tidak pernah bertemu dengan teman-teman mamaku.” Elena berdiri di tepi pagar, angin laut berhembus lembut menggoyangkan rambut hitam gadis itu.
“Elena, apa kamu akan tetap sendiri tanpa ada seorang yang bisa kamu cintai?” Diego berbicara di dalam hari memandang wajah cantik Elena.
“Terimakasih atas kerjasama yang akan kita jalin mulai dari sekarang dan seterusnya.” Elena mengulurkan tangannya pada Diego.
“Semoga kita bisa sukses bersama selamanya.” Diego berjabat tangan dengan Elena.
“Ya.” Elena tersenyum cantik.
“Elena Sayang, ayo kita pulang malam sudah larut.” Mama Ema bersama orang tua Diego berjalan mendekat.
“Terimakasih Om dan Tante.” Elena berjabat tangan dengan orang tua Diego dan kembali ke Apartement.
“Diego, apakah Elena anak Ema yang telah menolak Excel di depan umum?” tanya Mama pada Diego yang terus memandang kepergian Elena.
“Ya Ma.” Diego tersenyum.
“Bagaimana dengan dirimu?” tanya Papa Almanzo.
“Aku juga sudah di tolak.” Diego tersenyum dan berjalan menuju mobil mereka.
“Sayang, pria yang bagaimana yang Elena mau jika kamu dan Excel saja dia tolak?” Mama Diana menyusul Diego.
“Elena mau sendiri Ma, dia tidak mempunyai kekasih.” Diego duduk di kursi belakang.
“Kenapa?” tanya Mama.
“Aku tidak tahu.” Diego tersenyum.
Mobil keluarga Diego melaju menuju rumah mewah dan berhenti tepat di pintu utama. Papa menyerahkan kunci kepada seorang pelayan yang telah menunggu di depan pintu untuk mengantarkan mobil masuk ke garasi.
“Ma, Pa, Diego masuk kamar dulu.” Diego berlari menaiki tangga kamarnya. Pria tampan itu melepas jas hitan yang ia pakai dan duduk di atas tempat tidur, membuka layar ponsel melihat foto Elena yang baru saja ia ambil malam itu.
“Pipi kamu bukan merah karena gigitan nyamuk.” Diego menatap wajah cantik Elena melalu layar ponselnya.
“Elena, kamu selalu menyimpan sendiri masalah yang kamu hadapi.” Diego meletakkan ponsel di atas meja, ia membuka kemeja memperlihatkan tubuh sempurna seorang pria.
“Elen, aku sangat mencintai dirimu, cinta ini akan terus aku simpan di dalam hatiku.” Diego tersenyum.
“Aku akan berusaha menjadi pria yang pantas mendampingi dirimu, memahami dan melindungimu untuk selamanya.” Pria itu merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk menatap foto cantik Elena dan berharap bisa berminpi indah bersama wanita itu.
Diego pernah menyatakan cinta pada Elena dan ditolak tetapi pria itu tetap bisa berteman dengan Elena, ia bisa menyimpan rasa cinta dan kagumnya pada wanita cerdas itu. Pria itu berjanji akan terus berada di samping Elena hingga wanita itu benar-benar menjadi istri pria lain.
Cinta tidak harus memiliki tetapi bisa bersama orang yang kita cintai tentu saja lebih baik, dapat terus menjaga dan melihat senyumannya adalah bukti dari cinta yang sesungguhnya.