Sanjaya berada di ruangannya, ia terkejut ketika mendapat laporan bahwa Bank Global telah memutuskan hubungan kerjasama yang terjalin sejak pernikahan kedua pemilik perusahaan. Pria itu tersenyum medengarkan informasi dari adiknya bahwa perusahaan Ema telah diserahkan pada Elena.
“Kamu pantas melakukan ini pada Papa.” Sanjaya beranjak dari kursi kerjanya dan keluar dari ruangan. Pria itu meninggalkan kantor dan mengendarai mobil menuju Perusahaan Bank Global.
Sanjaya menghentikan mobilnya tepat di samping mobil Elena, pria itu bergegas menuju ruangan putri kesayangannya. Tidak ada yang menghalangi Sanjaya karena semua tahu dia adalah suami dari Ema Lorenza. Pintu terbuka, Elena yang sibuk bekerja melihat langsung pada Papanya.
“Ada apa Pa?” tanya Elena.
“Apa papa boleh masuk?” Papa melihat sekeliling ruangan.
“Tentu saja Pa.” Elena tersenyum dan beranjak dari kursi kerjanya, ia pindah ke Sofa.
“Sayang, dimana Mama kamu?” tanya papa pada Elena.
“Mama pergi jalan-jalan, tidak mau mengganggu diriku bekerja.” Elena menatap papanya.
“Sayang, mengapa kamu memutuskan hubungan kerja dengan perusahaan Papa?” tanya Papa Sanjaya sedih.
“Maaf Pa, aku hanya mau belaar tidak bergnatung pada Papa.” Elena tersenyum cantik.
“Papa akan menyerahkan semua saham semua perusahaan kepada kamu, karena itu adalah hak dirimu.” Sanjaya mengeluarkan berkas penting kepemilikan perusahaan dan meletakkan di atas meja.
“Pa, Papa lebih membutuhkan itu semua, aku masih punya Mama.” Elena menatap pada wajah sendu Sanjaya.
“Tidak Sayang, Papa bisa bertahan sampai saat ini karena dukungan dari Mama kamu.” Papa Sanjaya menggengam tangan Elena.
“Pa, jika Papa menyerahkan semuanya kepada Elena, bagaimana dengan Alena dan Tante Ambar?” Elena menarik tangannya dengan lembut dan memandang Sanjaya yang hanya terdiam.
“Jika Papa jatuh miskin apa mereka akan tetap bertahan bersama papa?” tanya Elena lagi.
“Papa harus memilih satu keluarga, karena jika Papa bercerai dengan Mama, mungkin Mama akan bertemu dengan pria yang bisa memberikan kebahagian atau kesetiaan untuk Mama di masa tua.” Elena menatap tajam pada Sanjaya.
“Sayang, maafkan Papa.” Sanjaya terlihat sedih.
“Pa, Mama yang terluka, Elen hanya korban dari luka Mama.” Elena beranjak dari sofa.
“Alena butuh kasih sayang dan harta papa, silakan tentukan pilihan Papa.” Elena berjalan menuju kursi kerjaanya.
“Jika Perusahaan Papa masih ada hutang pada Bank Global, tolong segera dilunasi karena Elen harus memulai perusahaan ini dari bawah.” Elena melihat jam berwarna hitam yang melingkar di tangan kirinya.
“Sayang, maafkan Papa.” Sanjaya berdiri.
“Maaf Pa, Elen masih ada meeting dengan relasi baru yang akan bekerja sama dengan Bank Global.” Elena tersenyum.
“Baiklah Sayang.” Sanjaya bersiap keluar.
“Pa, bawa berkas perusahaan Papa, Elen yakin Alena dan Tante Ambar pasti membutuhkan itu.” Elena menatap tajam pada berkas yang tergeletak di atas meja.
“Papa akan mengalihkan empat puluh persen perusahaan atas nama kamu.” Sanjaya berbicara di dalam hatinya dan keluar dari ruangan Elena.
Elena menghempaskan tubuhnya kembali ke sofa, ia merasakan sesak di d**a ketika bersikap dingin dan acuh pada papanya, air matanya mengalir tanpa perintah membasahi wajah cantik wanita yang terus berusaha tegar menghadapi semua orang yang telah ia anggap sebagai musuhnya.
“Maafkan Elen Pa.” Elena memejamkan matanya, ia sangat merindukan kehangatan dan manja bersama papanya. Cukup lama ia menahan rindu selama di asrama, berharap bisa memeluk papa dan mamanya bersamaan tetapi semua itu sirna dan hancur begitu saja, sejak ia keluar dari kampus kesedihan dan luka yang ia dapatkan.
“Dadaku sangat sakit.” Elena memukul dadanya, sesak itu semakin menjadi dan air mata yang terus mengalir membasahi kemeja yang ia kenakan.
“Elen.” Suara lembut dari pintu menyadarkan Elena dari lamuannya.
“Diego.” Elena mengambil tisu yang ada di atas meja dan segera mengeringkan air mata yang telah membasahi wajahnya.
“Elen, kenapa kamu menangis?” Diego duduk di samping Elena.
“Tak apa, aku hanya rindu masa kecil bersama kedua orangtuaku.” Elena tersenyum.
“Kamu selalu begitu.” Diego mengusap kepala Elena dengan lembut.
“Apa semua orang sudah datang?” tanya Elena.
“Ya, aku menyusul dirimu karena Nona muda belum berada di ruangan meeting.” Diego tersenyum tampan.
“Terima kasih.” Elena tersenyum cantik.
“Sebaiknya kamu mencuci wajah terlebih dahulu agar terlihat lebih segar.” Diego menatap wajah gadis yang ia cintai.
“Baiklah, tunggu aku sebentar.” Elena beranjak dari sofa, ia berjalan menuju kamar mandi yang ada di ruangannya.
“Elena, kapan kamu akan membuka hatimu untuk diriku?” Diego melihat punggung Elena yang hilang di balik pintu.
Elena dan Diego berserta beberapa relasi kenalan mereka melakukan meeting untuk membangun kembali Perusahaan Bank Global yang hampir bangkrut karena di tinggal para pemegang saham yang ditipu oleh Paman Dero sehingga mengalami kerugian. Cukup lama mereka melakukan meeting karena terjadi perdebatan.
Beberapa relasi masih belum yakin dengan Elena tetapi ada yang sudah sangat mengenal gadis itu karena pernah membantu perusahaan mereka dalam menyelesaikan masalah. Diego yang selalu mendukung Elena dapat menyakinkan para relasi untuk mau bekerja sama dengan perusahaan Bank Global. Meeting telah di selesaikan dengan keputusan yang sangat memuaskan, mendukung dan bekerjasama dengan Bank Global dengan penanaman modal yang cukup besar.
“Terima kasih untuk hari ini.” Elena tersenyum cantik pada Diego.
“Aku sudah janji akan selalu mendukung dan membantu dirimu.” Pria itu senang bisa membantu Elena.
“Sebagai ucapan terima kasih aku akan mentraktir kamu makan siang.” Senyuman kebahagian terlihat jelas di wajah Elena.
“Apa kamu masih punya uang untuk mentraktir diriku?” Diego tersenyum, pria itu tahu Elena telah menguras habis tabungannya untuk membangun kembali Bank Global.
“Em, hanya untuk makan siang masih cukup.” Tanpa sadar Elena menarik tangan Diego berjalan menuju tempat parkir.
“Elen,” sapa Diego menghentikan langkah kaki semangat Elena.
“Dimana Mama kamu?” tanya Diego tersenyum senang melihat tangannya yang di pegang Elena.
“Mama sudah pulang.” Elena terus tersenyum karena ia benar-benar bahagia mendapatkan kerjasama dengan banyak pihak termasuk Diego.
“Kita pakai mobil aku saja.” Diego menarik tangan Elena menuju mobilnya.
“Ah, ya.” Elena baru sadar dengan dirinya yang memegang tangan Diego. Pria itu membukakan pintu mobil untuk gadis cantik yang sedang berbahagia.
***
Sanjaya kembali ke Perusahaannya tanpa bertemu dengan Ema-istrinya, ia segera memangil asisten dan pengacara untuk memindahkan empat puluh persen saham perusahaan atas nama Elena, lima belas persen untuk Alena, sepuluh pesen milik Sanjaya selebihnya milik pemegang saham lain. Setelah membagi perusahaan Sanjaya pulang ke rumah untuk makan siang.
Alena pulang dari kampus, gadis itu benar-benar terlambat menyelesaikan kuliahnya, menikmati kekayaan Sanjaya membuat dirinya berubah dan memilih teman yang juga kaya, ia tidak mau lagi mengenal teman-teman yang dulu pernah bersama dengan dirinya ketika masih hidup sederhana. Wajah polos itu kini telah dihiasi dengan makeup, pakaian sederhana berubah menjadi mini dress bermerek, ia sangat bahagia dengan kehidupan barunya menjadi nona muda.
“Papa.” Alena tersenyum bahagia, ia memeluk Sanjaya dari belakang.
“Alena, kapan kamu akan menyelesaikan kuliah?” tanya Sanjaya melihat Elena yang baru pulang kuliah.
“Setahun lagi.” Alena tersenyum.
“Kenapa setahun lagi, bukankah usia kamu hanya muda satu tahun dari Elena?” tanya Papa lagi.
“Pa, jangan bandingkan aku dengan Elena.” Alena berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Gadis itu melemparkan tas ke lantai dan menghempaskan tubuh keatas tempat tidur.
“Kenapa harus membandingkan diriku dengan Elena?” Alena kesal.
"Aku akan menghancurkan Elena dengan merebut semua miliknya." Alena tersenyum.
Iri hati sama saja dengan sikap serakah dan amarah yang bisa menghancurkan diri sendiri. Sikap iri akan mengubah seseorang menjadi terobsesi dengan harta benda dan kehidupan orang lain sehingga berani untuk menyakiti demi mencapai keinginannya.