Mengalah
Sore itu, ia sedang duduk di kursi café dekat jendela, merenung dan menatap kosong ke jendela. Ia sedang menunggu calon suaminya yang akan datang untuk menjelaskan tentang kondisi hubungan mereka yang sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Benar, 3 bulan lagi mereka akan menikah dengan konsep dan tema sesuai yang sangat didambakan dan inginkan oleh Felisha. Entah siapa yang salah, mungkin Felisha terlalu percaya sepenuhnya darinya. Semua sudah dilakukan sedemikian rupa, hingga saatnya Felisha harus membuat keputusan.
“Fel, mereka datang” ucap sahabatnya, Melani, yang sangat mengerti runtutan kejadian yang dialami Felisha.
Mereka berdua datang dengan muka sendu. Ya, dia calon suami Felisha, Ferdian. Dia datang bersama temannya Mitha, mereka memang satu circle, sering bersama, bahkan Felishapun tidak pernah sedikitpun cemburu dengan Mitha. Mitha pun juga sangat baik dengannya, terkadang iapun sering bercerita saat sedang bertikai dengan Ferdian dan sering memberi masukan, Mitha juga teman baik untuk bercerita. Entahlah siapa yang memulai, mereka justru berkhianat dibekalang Felisha.
Mereka berdua menghampiri Felisha, dan Ferdian duduk dihadapannya. Felisha terdiam, masih mencerna situasi ini. Melani mulai meninggalkannya sendiri, Ia membiarkan mereka bertiga menyelesaikan masalah mereka sendiri. Tidak mau mencampuri terlalu dalam.
“Felisha, sekali lagi aku minta maaf” ucap Mitha dengan nada bergetar.
Felisha masih diam, matanya menatap kosong ke arahnya. Lalu ia mengambil nafas panjang dan dihembuskan dengan kasar, memejamkan mata. Dan masih diam tertunduk kosong.
“Fel, kamu boleh benci aku, disini akulah yang paling brengsek.” Ferdian menambahkan dengan lirih dan penuh penekanan. Felisha terlalu mengenalnya, 3 tahun sudah cukup mengenal karakter masing-masing, bahkan dengan melihatnya saja, ia tau perasaannya saat ini. Ia sekarang sedang marah dan penuh emosi tapi diredamnya.
“Kenapa justru kamu yang marah Fer? bukankah aku yang harusnya marah gila ke kalian? Setelah…” ucapnya terputus tidak bisa ia teruskan.
“Feli, please, tetaplah menikah denganku, aku hanya mencintaimu, aku tetap bertanggung jawab atas anak yang dikandung Mitha, tapi aku maunya hidup denganmu, bahagia denganmu, sesuai harapan yang selalu kita perjuangkan bersama, please Sayang, forgive me”, ucapnya berusaha meyakinkan dengan mata sendu dan memendung air matanya. Tangannya bergerak ingin menggenggam Felisha tapi di tepisnya.
Felisha memejamkan mata, menahan emosi saat Ferdian masih memintanya untuk tetep menikah setelah dengan mudah berkhianat dan menghamili sahabatnya sendiri, Mitha. Felisha masih tidak habis pikir dengan ucapannya itu. Hal konyol apa yang masih diharapkan Ferdian. Felisha mengambil nafas dalam dan di keluarkan dengan kasar lagi. Mereka bertiga masih diam, Felisha masih menatap kosong ke mereka, Mitha tampak menundukkan kepala dan Ferdian menatapnya penuh harapan.
“Maafkan aku Mitha, ya memang aku sangat mencintai Ferdian, 3 tahun cukup membuat memori kenangan Indah kita bersama, banyak sekali perjuangan yang telah kita lalui sampai saat ini. Kita mempunyai cita-cita yang sama dan memperjuangkan satu sama lain. Dan kita pun pasti saling mencintai. Mungkin aku terkesan egois dan terkesan naif”. Felisha mulai menjelakan tetapi masih menggantung, terlihat Mitha mulai menangis dan Ferdian terlihat senyum.
“Tapi aku tidak akan pernah membiarkan anakmu tumbuh tanpa ayahnya. Karena apapun itu alasan kalian, kalian sudah mengkhianatiku dan sudah tidak mungkin lagi aku meneruskan rencana pernikahan kita, menikahlah dengan Ferdian”. Felisha diam sesaat “dan gantikan aku di pelaminan nanti” tambahnya dengan nada yang sangat berat hingga ia tidak kuasa lagi untuk menahan tangisnya. Meremas dadanya dan memukul kecil dadanya. Rasanya sangat berat, sakit dan sesak di d**a saat mengucapkan, ‘gantikan aku di pelaminan nanti’.
Ferdian menatap Felisha dengan prihatin memelas, Felisha tau Ia juga sangat terpukul oleh keputusannya. Tapi Felisha tidak mungkin meneruskan hubungannya yang sudah terlampau menyakitkan. Karena efeknya sangat panjang dan seumur hidup. Felisha tidak mau nantinya akan terulang kembali.
Felisha tidak mau mengambil keputusan dengan dasar ia masih menyayangi dan mencintainya. Felisha harus rela melepaskannya. Meski sakit di dadanya terus menekan jiwa dan sukmanya. Felisha harus tetap merelakan kenangan Indah dan perjuangan mereka selama 3 tahun bersama.
“Feli, please fel, aku nggak bisa fel, aku nggak mau fel, please baby, please, please” Ferdian masih memohon belas kasihan padanya, menggenggam erat tangan Felisha dengan air mata yang turun di pipinya.
“Aku mau kerumah Ibu, aku yang akan jelaskan ke mereka” Felisha menarik tangannya dan segera berdiri berlari kecil untuk keluar, Melani terlihat mengekor Felisha dan berusaha mengejarnya.
Felisha masih membisu, dan menangis saat berjalan menuju parkiran mobil Melani tak jauh dari café tersebut. Tangisnya makin pecah meledak, dadanya terasa sangat sesak dan penuh dengan emosi. Berapa kali ia memukul dadanya yang tersa sangat sakit. Terlalu sakit.
Melani memeluknya erat, dan mengelus punggungnya, menguatkan. Melani ikut hanyut dengan perasaan Felisha yang sedang kalang kabut. Felisha semakin histeris frustasi. Melani menuntun Felisha untuk masuk ke mobilnya karena sudah banyak mata yang melihatnya prihatin. Felisha masih terisak, menangis dan terlihat sangat kosong. Sorot matanya jelas terlihat sangat frustasi. Ia bahkan tidak bisa berkata apapun selain menangis dan mengatur nafasnya.
“Jadi kerumah ibu-nya Ferdian?” tanyanya saat Felisha sudah mulai mereda. Felisha mengangguk.
“Terima kasih Fel, kamu sudah sangat bijak ngambil keputusan, aku bangga punya sahabat setegar dan sebaik kamu” tambah Melani sambil menggenggam tangannya untuk menguatkan.
“Entahlah Mel, emang terlihat tegar dan kuat, tapi sejujurnya aku sekarang benar-benar sedang hancur dan tidak tahu harus bagaimana” jawabnya pasrah sesenggukan.
“Justru sekarang Tuhan sangat sayang sama kamu Fel, kamu dijauhkan dengan orang yang akan menyakitimu, yang hanya menjadi toxic hidupmu, Tuhan mengingatkan bahwa Ferdian bukan calon pemimpin keluarga yang pantas buatmu. Aku yakin, Tuhan pasti akan mengirimkan seseorang yang jauh lebih sempurna dari Ferdia”. Melani masih menenangkan felisha, dia memberikan banyak kata-kata positif dan memotivasinya selama perjalanan ke rumah Ferdian. Tapi Felsiha masih berusaha menerima, mencerna dan memahami keadaan dan isi hatinya. Ia masih belum banyak bicara meskipun Melani masih berusaha memberikan energi positifnya.
“Besok senin jangan lupa ya kasih surat resign ke managermu”. Melani mengingatkan Felisha saat di perjalan menuju rumah Ferdian. Ia dan Ferdian bekerja di Perusahaan yang sama tetapi beda devisi. Felisha berada di Purchasing Department dan Ferdian di Reach and Development Department. Meskipun satu Perusahaan tetapi masih diperbolehkan menikah dalam satu perusahaan dengan devisi yang berbeda.
Felisha sangat nyaman dengan pekerjaannya sekarang, bahkan enggan untuk berpisah dengan devisi yang sangat support dan saling membantu. Sudah seperti keluarga sendiri. Terlalu nyaman ditinggalkan tetapi terlalu perih untuk tetap terus bertahan. Melani benar, Ia harus menutup semua akses untuk bisa berkomunikasi dan bertemu dengan Ferdian. Memang terlalu naif, tapi daripada Ia terus berlarut memikirkannya, Felisha juga harus tetap meneruskan hidupnya dengan baik dan ikhlas.
“Atau kamu mau apply recruitment dari Perusahaanku? Kemarin HR sedang mencari purchasing tambahan untuk tim purchasingnya, karena akan ada proyek baru dan ada staff yang akan cuti hamil 3 bulan lagi, jadi mereka mau hire satu orang lagi gitu. Kalau kamu mau, coba saja dulu. Nanti aku bantu follow up yah” Tambah Melani. Felisha pun menganggukkan pelan kepalanya menyetujui usul Melani.