Bab 10 : Janin Aneh

1079 Words
Hamil Anak Ular Bab 10 : Janin Aneh Hari ini, Dokter Gio kembali memeriksa Anjani, gadis hamil yang sering tak mau makan dengan dalih ingin alasan ingin menyiksa janin-janin ularnya agar mati kelaparan di dalam sana. “Mbak Anjani, gimana kabarnya hari ini?” tanya Dokter Gio sambil menatap pasiennya yang kini sedang fokus bermain game cacing rakus di ponsel. Anjani mengangkat wajah dan meletakkan ponselnya, walau tangan sebelah kanan masih digendong, sedang tangan kiri diinfus, ia tetap bisa memegang ponsel sebagai teman suntuknya. Maklum, mamanya hanya datang pas siang saja dan itu pun Cuma sebentar, hanya Bik Siti yang selalu setia menemaninya. “Udah mulai sakit pinggang dan sakit perut, Dok, kayaknya udah mau lahiran deh,” jawab Anjani dengan wajah datar dengan mode kebohongan. “Ah, masa?” tanya Dokter Gio sambil memegang perut Anjani. Sang dokter mengangkat alisnya, ia tahu pasiennya itu sedang mengarang kebohongan. Taklama setelah itu, dua perawat datang dengan membawa alat transduser (alat USG). Dua orang perawat itu mulai menyiapkan untuk Anjani menjalani USG, guna melihat perkembangan janinnya. Tadi pagi Dokter ahli dalam juga sudah memeriksa keadaan luka-luka Anjani, dan kini giliran Dokter kandungan yang bertugas untuk memastikan janin pasca tabrakan itu baik-baik saja. Mata Anjani fokus menatap ke layar monitor saat Dokter Gio mulai menekankan alat tranduser ke perutnta, ia ingin melihat janin-janin aneh yang dikatakan janin ular itu. Anjani menyipitkan mata, tapi tak ada apapun terlihat. Hanya sebuah cangkang seperti kulit telur saja, sedang isi di dalam telur itu tak terlihat. “Nah, Mbak Anjani, ini yang saya maksud cangkang itu,” ujar Dokter Gio sambil menekan tombol pause pada layar monitornya. “Kalau bercangkang ... berarti saya hamil telor dong, Dok?” tanya Anjani dengan menghela napas berat. “Saya tidak bisa memastikan, bisa jadi itu bukan cangkang, hanya bungkusan saja. Kalau bayi lahir masih berbungkus, itu kasus biasa. Berpikir positif saja dan jangan dibuat stres. Oke, Anjani!” Anjani memalingkan wajah, ia jengah. “Dokter, apa anda yakin saya hamil? Jangan-jangan yang bercangkang itu ... tumor atau kista. Saya masih belum bisa mempercayai kalau perut besar ini karena mengandung bayi kembar banyak itu,” ujar Anjani lagi. “Ini bukan kista atau tomur, anda benaran hamil. Suara detak jantung bayi Mbak Anjani ada banyak, maka dengan itu saya dapat memastikan janin ini kembar. Dari detak jantungnya, mereka sehat dan lahiranya masih lama.” Dokter Gio mengakhiri pemeriksaannya. Anjani terdiam, ia tak kuasa untuk berkata-kata lagi. Percuma mengaku atau berakting mau melahirkan sekali pun, dokter berkacamata itu takkan percaya. Belum sempat Dokter Gio keluar dari ruangan rawat Anjani, Rully temannya yang bertubuh jangkung itu menampakkan diri. Rully tersenyum ke arah Dokter Gio dan mereka saling sapa. “Ngapain ke sini Rul?” tanya Dokter Gio. “Anjani temanku, Mas,” jawab Rully sambil duduk di kursi samping tempat tidur. “Oh, begitu. Ya sudah, saya pamit keluar.” Dokter Gio melangkah menuju pintu dengan diikuti oleh dua perawatnya. Rully menatap Anjani sambil mengeluarkan sesuatu dari kantong yang dibawanya. Pria jangkung dengan rambut sedikit gondrong itu tersenyum. “Bawa apaan?” tanya Anjani penasaran. “Taraaaa .... “ Rully mengeluarkan boneka ular pyton berwarna hitam dan meletakkannya di pangkuan Anjani. “Hah, boneka?” Anjani tertawa. “Anggap aja itu Chiko, pasti kangen ‘kan udah seminggu tak ketemu peliharaanmu? Mereka kesepian majikannya tak ada, kemarin aku udah ke sana dan ngasih jatah makan sesuai perintahmu.” Rully kembali tersenyum melihat Anjani yang kini memeluk boneka ular darinya. “Eh, kok kenal sama Dokter Gio?” Anjani menautkan alis. “Ya ... kenallah, dia ‘kan abang sepupuku,” jawab Rully. “Hmm ... jadi sepupuan.” Anjani tersenyum sini sambil menganggukan kepala. “Bagus deh kalau gitu.” “Kenapa emangnya?” tanya Rully dengan perasaan yang tak enak. “Sini kubisiki!” Anjani mengedipkan sebelah matanya. Rully mendekatkan telinganya kepada Anjani. Gadis tomboy itu mulai membisikan ide gilanya. “Ah ... ngaco deh!” Rully menarik kepalanya. “Hmm ... Cuma itu caranya, please .... “ Anjani menatap memohon kepada cowok yang sudah tujuh tahun menjadi temannya itu. “Nggak ah, aku nggak setuju.” Ruully mengusap wajahnya. “Hmmm ... gitu ya sama sahabat sendiri, kita temanan udah lama loh.” Anjani masih membujuk Rully. “Entar deh aku pikirkan lagi,” jawab Rully akhirnya. *** “Sayang, kamu di mana?” teriak Endah saat baru kembali dari kantor, ia sedang mencari Lucky yang selalu pulang kantor lebih awal darinya. “Mas!” teriak Endah lagi saat mendapati kamar meraka kosong. Endah curiga kalau Lucky ada di lantai atas, di wilayah kekuasaan Anjani. Ia tahu, suaminya itu jua menyukai hewan melata yang amat ditakutinya seumur hidup. Dengan bimbang, ia melangkah menaiki anak tangga. Endah tak berani langsung naik ke atas, sebab ada Cheril dan Chiko yang bebas berkeliaran di atas sana. Walau dua hewan itu tak memiliki bisa, tapi ia takut mati dililit. Selain itu, ia juga phobia. “Mas, kamu di atas?” teriak Endah. Akan tetapi, masih tak ada jawaban dari sana. Dengan mengumpulkan segenap keberaniannya, Endah menapaki anak tangga terakhir dan kini ia telah tiba di kebun ular Anjani. “Hey, kamu memang pintar! Rencana kita sukses besar, kamu memang jenius.” Terdengar suara Lucky dari arah kamar Anjani. Endah mengerutkan dahi, ia celingukan mencari keberadaan Cheril dan Chiko. Ia jadi menduga-duga, mungkinkan Lucky sedang berbicara di kamar dengan dua ular pyton itu. "Apa maksud Mas Lucky demikian? Rencana apa? Apa kehamilan aneh Anjani berhubungan dengannya?" Endah membatin. *** Dengan risi dan menahan ketakutan, Endah mendekati kamar Anjani dan memutar knop pintu. Matanya sambil menoleh ke kanan dan kiri, juga belakang karena ia merasa tak aman berada dalam kebun ular Anjani. Didorongnya perlahan pintu, lalu menutupnya kembali saat melihat ekor Chiko yang melengkor di lantai. “Ya ampun!” gumam Endah sambil memegangi dadanya. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka, Lucky keluar dan kini berdiri di hadapan Endah. “Mas, ngapain kamu di kamar Anjani?” tanya Endah. Lucky terlihat salah tingkah, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu berkata, “Eh, aku main sama Chiko, Sayang. Kamu kapan datang?” “Kamu ngomong sama siapa tadi, Mas?” tanya Endah sambil kembali mencoba mengintip ke dalam kamar dan bersamaan dengan itu kepala Chiko malah muncul di hadapannya. “Agghhh!!!” jerit Endah histeris sambil berlari menuju anak tangga. Lucky tersenyum sinis lalu mengejar istrinya yang kini sudah berlari menuruni anak tangga. “Sayang, jarang lari-larian begitu nanti jatuh!” teriak Lucky sambil mengejar Endah. Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD