bc

Terjerat Obsesi Mantan Suami

book_age18+
45
FOLLOW
1K
READ
HE
fated
dominant
heir/heiress
blue collar
sweet
bxg
city
like
intro-logo
Blurb

Kehidupan Kikan berubah 180 derajat setelah dirinya tiba-tiba terlibat dengan seorang duda kaya beranak satu. Mulai dari mendapati fakta bahwa gedung apartemen yang dia tempati ternyata milik pria itu. Dan berbagai kebetulan lain yang membuat Kikan berpikir jika tali takdir seakan mengikat mereka.

Namun bukan hal itu yang menjadi masalah utamanya. Hanya saja Kikan merasa aneh saat menyadari bahwa ia menyayangi putri orang lain. Ya, anak duda kaya itu!

Tanpa Kikan tahu jika sebenarnya duda kaya beranak satu bernama Dewandra itu adalah mantan suaminya yang Kikan lupakan. Semenjak kecelakaan yang menimpanya dua tahun silam, Kikan kehilangan sebagian ingatannya. Salah satunya Kikan tidak bisa mengingat Dewandra dan juga Rosetta—putri mereka.

Seolah semesta ingin menyatukan kembali Kikan pada keluarga kecilnya. Dewandra yang ternyata terobsesi dengan mantan istrinya itu lantas menawarkan pekerjaan kepada Kikan untuk menjadi pengasuh Rosetta.

Akankah Kikan mendapatkan kembali ingatannya? Bahwa sebenarnya Rosetta adalah putrinya dan Dewandra adalah mantan suaminya.

chap-preview
Free preview
1. Dipecat
Kikan duduk termenung di bangku taman setelah menerima telepon bahwa dirinya dipecat dari pekerjaan. Baru satu bulan Kikan mengembani pekerjaan sebagai asisten dari seorang desainer terkenal itu. Sekarang ia harus menerima kenyataan bahwa ia telah kehilangan pekerjaan. Kikan tidak tahu apa kesalahannya di masa lalu sehingga harus menerima hal semacam ini. Kikan dipecat karena sebuah kesalahpahaman yang bahkan tidak bisa ia luruskan sebab sang bos tidak mau mendengarkan. “Baru kali ini aku dipecat lewat telepon begini. Syukur-syukur kalau gaji satu bulanku kemarin dibayar,” gumam Kikan dengan mata sendu. Bagi Kikan dipecat dari pekerjaan sama saja dengan bermimpi buruk. Bagaimana ia bisa membayar hutang jika tidak punya penghasilan? Kikan merasa nyawanya sudah terancam sekarang. “Andai saja aku nggak mengalami kecelakaan itu. Manda pasti nggak akan berpikiran pendek untuk meminjam pada rentenir dan kehidupan kami akan damai sentosa.” Kikan menghela napas berat. Matanya kian sendu dari sebelumnya. Manda—sahabat terbaik Kikan—tidak punya pilihan selain meminjam pada rentenir untuk membayar biaya operasi dan pengobatan Kikan. Bagaimanapun bagi Manda, Kikan adalah sahabat terbaik yang sudah seperti saudaranya sendiri. Manda tidak bisa membiarkan nyawa Kikan tidak selamat. Mulanya Manda tidak memberi tahu Kikan di mana ia mendapatkan uang untuk biaya operasi serta pengobatannya. Hingga beberapa bulan yang lalu sekelompok pria berwajah sangar datang mengamuk di rumah Manda, Kikan akhirnya tahu jika sahabatnya itu berhutang pada rentenir. Merasa bertanggung jawab atas keputusan yang diambil Manda, Kikan memutuskan untuk meminta Manda membiarkan dirinya yang menanggung semua hutang dan membayarnya setiap bulan. Namun sudah tiga bulan belakangan Kikan menunggak iuran dan sekarang mereka didesak untuk segera membayar tunggakan berserta bunganya yang terus bertambah banyak. Kikan pusing tujuh keliling. Bagaimana dia akan membayar tunggakan iuran berserta bunganya itu? Sebab sekarang Kikan telah dipecat dan hanya tersisa beberapa lembar uang untuknya makan di dalam dompet. Drrttt... Kikan terkesiap saat ponselnya di dalam saku celana bergetar. Didapatinya nama Manda terpampang di layar ponsel itu. Kikan berusaha mendorong salivanya dari batang tenggorokan. Rasanya sedikit sulit. Kikan tidak tahu apa yang harus dia katakan kepada Manda jika sahabatnya itu bertanya soal uang tunggakan. “Halo, Manda,” sapa Kikan dengan suara sedikit bergetar. Tangan kanannya terus meremas ujung blouse yang saat ini ia kenakan. Di seberang telepon, Manda yang saat ini sedang bersembunyi di dalam kamarnya menjawab, “Kikan, orang-orang itu datang lagi. Kulihat masing-masing dari mereka membawa tongkat bisbol. Mereka terus menggedor pintu, aku takut,” ujarnya menggigil ketakutan. Kikan langsung beranjak dari duduknya. Matanya membulat dan rasa panik tercetak jelas di raut wajahnya. “Aku akan ke rumah kamu sekarang. Jangan takut ya, mereka nggak akan macam-macam sama kamu. Jangan buka pintu sampai aku datang, oke?” sahutnya kemudian mengakhiri panggilan. Kikan bergegas membuka langkah untuk mendatangi Manda di kediamannya. Untuk mempersingkat waktu, Kikan memutuskan untuk menggunakan jasa ojek dan membiarkan uang makannya digunakan. Kikan hanya takut Manda sampai kenapa-kenapa jika ia terlalu lama. “Cepetan ya, Mas! Saya buru-buru banget soalnya,” kata Kikan, meminta abang ojek untuk menambah laju kecepatan. Abang ojek setuju menambah laju kecepatan sesuai permintaan Kikan. Hingga kurang dari sepuluh menit kemudian mereka tiba di kediaman Manda yang sudah dipenuhi oleh pria berwajah sangar di halamannya. Kikan membuka langkah lebar kemudian berhenti tidak jauh dari para pria itu. Tanpa basa-basi salah satu pria berwajah sangar itu membuka suara. Memberi tahu Kikan tentang tujuan mereka. “Heh, Perempuan! Hari ini sudah jatuh tempo untuk kalian membayar tunggakan dan juga bunganya.” Kikan refleks mundur satu langkah ke belakang saat pria itu melangkah mendatanginya. Matanya berkeliling memandangi satu per satu pria yang berdiri di belakang ketuanya. Kemudian menatap kembali pria yang berbicara dengannya sebelumnya. “B-bisa kasih kita waktu lagi sampai besok? Saya sedang menunggu gaji saya dibayar oleh bos saya. Kalau gaji itu sudah dibayar olehnya, saya pastikan untuk langsung membayar tunggakan pada kalian.” Kikan tidak tahu apakah cara ini akan berhasil atau tidak. Dalam hatinya sangat berharap jika mereka akan mau memberinya waktu sampai besok. “Apa? Memberi kalian waktu sampai besok? Heh! Jangan main-main dengan kami. Kalian sudah menunggak selama tiga bulan dan sekarang masih minta waktu sampai besok?” ujar pria gundul di hadapan Kikan. Kesabarannya benar-benar setipis tisu. Kikan menunduk ke bawah. Kedua kakinya nampak bergetar namun ia tetap berusaha untuk tidak jatuh merosot ke bawah. “T-tapi saya beneran nggak punya uangnya hari ini. Dan Manda juga nggak punya. Saya mohon, Pak. Beri waktu sampai besok dan saya janji akan segera membayarnya.” Kikan menempelkan kedua telapak tangannya satu sama lain. Ia benar-benar memohon agar pria gundul itu mau memberinya waktu sampai besok. “Oke! Aku kasih kamu waktu sampai besok siang. Kalau kamu berbohong, tanggung sendiri akibatnya nanti.” Kikan menghela napas lega saat sekumpulan pria berwajah sangar itu pergi. Hampir saja ia jatuh merosot ke lantai kalau saja tidak mengingat Manda yang ketakutan di dalam kamarnya. “Manda, bukain. Ini aku, Kikan,” teriak Kikan sembari mengetuk pintu rumah Manda. Tidak lama berselang pintu rumah itupun terbuka. Kikan segera menghamburkan diri memeluk Manda yang berdiri gemetar dengan mata sembapnya. “Maafin aku ya, Manda. Karena aku kamu harus ketakutan begini,” ucap Kikan sembari mengusap punggung Manda. Kikan membawa Manda masuk ke dalam untuk menenangkan sahabatnya itu. Diposisikannya Manda di atas sofa ruang tamu. Kemudian dirinya juga ikut duduk di samping sahabat baiknya itu. “Mereka setuju kasih kita waktu sampai besok siang. Aku bilang ke mereka kalau aku lagi nunggu gajiku dibayarkan. Semoga saja Bu Reana segera membayar gajiku jadi aku bisa membayar tunggakan ke rentenir itu.” Manda mengangguk pelan. “Iya, semoga saja. Tapi kita tetap harus nyari kekurangannya ‘kan? Tabunganku juga sepertinya nggak cukup. Kita harus gimana, Kikan?” Rasa khawatir kembali menggelung di hati Manda. Saat ini situasi mereka sama-sama sulit. Kemungkinan terburuknya jika mereka tidak bisa membayar dan terus menunggak adalah ia harus menjadi istri ketiga dari seorang Badar. Fyi, Badar adalah rentenir yang terkenal di lingkungan tempat tinggal Manda. Pria tua itu sangat kaya tetapi juga sangat kejam. Saat pertama kali memutuskan untuk meminjam uang kepada Badar, Manda sudah diperingatkan bahwa ia harus menjadi istri Badar jika tidak bisa membayar. Kikan menggenggam kedua tangan Manda. Ditatapnya sahabatnya itu dengan penuh keyakinan. “Kamu nggak usah khawatir soal itu. Aku akan memikirkan caranya dan mendapatkan kekurangannya bagaimanapun juga.” Manda menarik napas dalam. Tidak! Manda tidak yakin jika Kikan akan bisa mendapatkan kekurangan uangnya dalam waktu semalam. “Sebenarnya sebelum kamu datang ke mari, aku sempat bicara sama Adelia di telepon. Kamu tahu ‘kan dia adalah teman kita yang paling enak kehidupannya sekarang.” Kikan mengangguk pelan. “Iya, kamu benar. Dia adalah teman kita yang paling enak kehidupannya. Lalu kenapa?” tanyanya. “Aku minta sama dia untuk nyariin kita pekerjaan dengan bayaran tinggi dalam satu malam.” “Manda! Kita sama-sama tahu dia kerja di mana ‘kan? Kalau kamu minta carikan pekerjaan sama dia, pasti dia akan membuat kita bekerja di tempat yang sama dengannya. Enggak! Aku nggak setuju.” Kikan menggelengkan kepalanya. “Tapi, Kikan! Dari mana lagi kita dapat bayaran tinggi hanya dalam satu malam? Ayolah, kamu tega kalau aku berakhir jadi istri pria tua bangka itu? Kamu tahu sendiri ‘kan konsekuensinya kalau kita nggak bisa bayar hutang itu?” Manda menatap Kikan dengan mata memelas. “Ini satu-satunya jalan keluar supaya kita bisa dapat uang banyak, Kikan. Please.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.8K
bc

My Secret Little Wife

read
99.0K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook