Amanat yang berat

1103 Words
Waktu mereka di dunia nyata hampir saja habis dan mereka harus kembali ke dalam dunia game yang merupakan neraka bagi tim extramers. “Kalian akan melihat kami terhisap kembali ke dalam dunia game, saat kami kembali tolong untuk mempercayai kami karena ini menyangkut kehidupan dan nyawa kami di sana,” kata Sean mencoba membujuk para mahasiswi yang selalu saja mengejar dirinya tanpa malu atau pun gengsi. Sonia mengangguk, ia dan teman-temannya akan memenuhi janji mereka untuk mempercayai Sean dan ketiga kawannya jika mereka melihat bahwa perkataan Sean adalah benar. Mereka dengan hening menunggu tim extramers terhisap ke dalam dunia game lagi agar mereka dapat percaya. Bahkan Sonia berharap Sean tak membohonginya karena ia sudah membawa setengah dari mahasiswi kampus itu untuk melihat terhisapnya Sean dan tim extramers. Namun, disisi lain Sonia juga berharap bahwa mereka hanya berbohong belaka. Sean memberikan kode pada ketiga temannya untuk memakai kacamata virtual reality yang berada ditangan mereka. Seluruh ruangan benar-benar hening tak ada yang bersuara melihat tim extramers baik-baik, bahkan durasi berkedip mereka dikurangi karena mereka tak mau terlewati apapun perihal hilangnya tim extramers. Benar saja ketika pada saat jarum jam berada tepat di angka 2, Sean dan ketiga temannya kembali ke dalam dunia game dan menghilang dari pandangan mereka membuat para mahasiswi yang menyaksikan itu terkejut sambil melihat sekeliling seolah tak percaya dengan mata mereka sendiri kalau tim extramers menghilang tanpa jejak. “Sumpah demi apa mereka hilang?” tanya Sonia dengan suara yang sangat heboh seakan mereka sedang kehilangan sesuatu yang benar-benar berharga. “Iya, dia beneran hilang!” kata Dinda yang tak menyangka bahwa Sean tak menipunya. Mereka melihat tak ada yang tersisa di sana selain 4 kacamata virtual reality dan satu PC yang sangat Sonia kenal. Sonia mendekati PC itu kemudian mengusapnya pelan sambil menghela napasnya pelan seolah menyerah dengan itu semua. “Lo gapapa kan, Son?” tanya Fahira dengan wajah yang bingung karena melihat perubahan sikap Sonia yang biasanya ceria dan heboh menjadi pendiam. Sonia tersenyum samar, ia pun berdiri dari posisi jongkoknya sambil beberapa kali menghela napasnya dengan kasar kemudian pergi dari tempat itu. "Setelah semuanya usai, gue berjanji gak akan ada lagi yang masuk ke dunia game yang bapak ciptakan! Bapak gak pernah paham gimana rasanya menghabiskan rasa muda di dunia game dengan segala ketakutan yang bakal tertanam lama dalam benar mahasiswa ini,” kata Sonia sambil sesekali mengepalkan kedua tangannya menahan emosi yang hampir saja meledak-ledak. “Kami percaya pada kalian tim extramers, kalian pasti bisa!” teriak para fans Sean yang berharap dengan teriakannya itu bisa mengembalikan Sean dan juga ketiga pemuda tampan yang menjadi pelengkap tim extramers itu. “Selamat datang digame survival. Halo, para pemain hebat kepercayaan telah terkonfirmasi maka dengan ini kami memberitahukan bahwa misi ke 5 kali ini selesai. Untuk misi selanjutnya kami akan memberikannya pada jam malam, pasang telinga dan buka mata kalian” Sean dan ketiga temannya itu menghela napas lega setelah semua terkonfirmasi. “Gak sia-sia ya lo terkenal, kalau lo bukan orang terkenal pasti kita akan mati busuk di sini,” kata Gilang yang merasa diuntungkan dengan popularitas tersebut. Sean tak menjawab perkataan Gilang, ia memandangi map berwarna biru yang katanya Bu Marni di sana ada seluk-beluk permasalahan Andrew selama ia kuliah dan s*****a yang bisa ia pegang untuk bernegoisasi dengan Andrew. “Lo gak mau buka?” tanya Alefukka yang tahu Sean masih ragu untuk membuka map tersebut, ia tahu ketika diberikan amanat seperti itu bukanlah sesuatu yang mudah. “Gue takut kalau kita gak bisa menepati janji kita ke Bu Marni dan gak becus,” kata Sean yang merasa takut dirinya tak bisa diandalkan. Alefukka menepuk-nepuk punggung Sean memberikan semangat untuk sahabatnya itu. “Kita di sini berempat, jadi ini pikiran kita juga lo gak usah terlalu galau gitu. Kita bakal pecahin teka-teki ini,” kata Alefukka yang masih optimis bisa keluar dari tempat itu dengan keadaan sehat. Darren dan Gilang yang melihat keresahan Sean pun langsung menghampiri Sean dengan wajah sedikit datar. “Apa kali ini lo yakin bisa mecahin kasusnya Andrew dan pelajarin semua penyebabnya dia gitu? Ini bukan hal yang mudah, kalau sekelas kaprodi Bu Marni aja gak bisa masa kita bisa?” tanya Gilang yang merasa bahwa mereka tak akan bisa menguasai kenapa Andrew jadi seperti itu. “Bu Marni itu gak deket sama mahasiswanya gimana dia bisa nyelesaiin ini? Lo tahu kan Bu Marni juga susah dicari di kampus tiap hari,” kata Sean yang membantah ucapan Gilang. Alefukka membenarkan ucapan Sean, cara satu-satunya adalah menjadi sahabat Andrew yang paling dipercaya oleh pria itu. “Salah satu dari kita harus menjadi teman baik Andrew agar bisa mengungkap tabir ini,” kata Alefukka. Namun, mereka terdiam ketika melihat Andrew yang berada di dekat mereka. Untung saja Alefukka bicara tak kencang, jarak Andrew untuk mendengar perbincangan mereka juga tak terlalu dekat sehingga mereka tak perlu cemas kalau Andrew mendengar apa yang dikatakan Alefukka. “Lo ngapain di sini? Mau gabung lagi sama orang yang udah ninggalin gitu lagi?” tanya Andrew yang terlihat masam. Alefukka menghela napasnya pelan kemudian menatap Sean, Darren dan Gilang dengan tatapan sinis bahkan hampir saja Gilang naik pitam untung saja Darren memegangi pundak pemuda itu agar tak terjadi perkelahian. “Apa menurut lo gue bakal gabung lagi sama mereka? Yang ada lo juga ke mana gue cariin,” kata Alefukka kemudian meninggalkan tim extramers begitu saja tanpa berpamitan. Andrew melihat ketiga orang itu sebelum mengikuti Alefukka yang berada di depannya. Alefukka tampak mengambil beberapa camilan yang tersedia di minimarket kemudian membukanya dan menawarkan pada Andrew. “Makanlah, abis dikejar-kejar butuh tenaga juga,” kata Alefukka dengan wajah santainya yang tak pernah memperlihatkan kekesalan, kecemasan atau pun kegugupan. Andrew melihat bungkusan yang disodorkan oleh Alefukka, ini adalah pertama kalinya Andrew mendapatkan sebuah tawaran seperti itu. “Buat gue?” tanya Andrew memastikan. Alefukka mengangguk membenarkan bahwa tawaran itu untuk dirinya. “Makasih.” Setelah Andrew menerima makanan tersebut, mereka kembali terdiam. Yang terdengar hanyalah suara dari bingkisan dan mulut mereka yang mengunyah. “Lo apa gak bosen hidup bertahun-tahun di sini?” tanya Alefukka yang merasa dunia game itu membosankan. Andrew terdiam, pertanyaan itu beberapa kali ditanyakan oleh seseorang, namun hingga kini ia tak akan pernah menginjakkan kakinya lagi di dunia nyata karena dunia nyata begitu menyakitkan dirinya. “Kenapa? Dunia game ini enak, kita hanya ketakutan dengan zombie atau pun hal-hal di luar logika manusia. Sedangkan di dunia nyata berkali-kali manusia yang seharusnya bisa menjadi teman malah menjadi manusia paling menyeramkan, mereka menusuk sesamanya dengan cara yang halus dan membiarkan sahabatnya perlahan mati, itu akan lebih menyakitkan dari pada gigitan zombie,” kata Andrew yang menjawab itu tanpa keraguan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD