Di dalam gelapnya malam hanya Sean yang masih terjaga, sesekali ia melihat ke arah jendela untuk memastikan bahwa tak ada seorang pun yang berada di depan pintu kost tersebut.
Beberapa kali juga ia mengganti posisi tidurnya merasa tak nyaman dengan keadaan mereka yang sekarang, ingin sekali rasanya balik ke dunia nyata dan beraktivitas tanpa takut dan was-was dengan keadaan sekitar.
“Sean! Lo belum tidur?” tanya Alefukka dengan suara yang sangat pelan sekali ternyata ia juga belum tidur, ia juga merasa tak nyaman sehingga memutuskan untuk bangun dan memantau sekelilingnya.
Sean melihat Alefukka di kegelapan kemudian mengangguk menandakan bahwa ia belum tertidur sama seperti Alefukka. Pemuda itu melihat Alefukka yang hendak turun dari tempat tidur.
“Lo kenapa gak tidur?” tanya Sean yang penasaran dengan bangunnya Alefukka yang tiba-tiba, Sean tahu bahwa Alefukka tak biasanya bangun tengah malam seperti ini. Pemuda itu menggeleng pelan entah mengapa ia merasa tidak nyaman akhir-akhir ini.
“Gak tau, sementak masuk dunia game gue ngerasa gak nyaman aja, kayak ngerasa kita tuh gak bakal bisa keluar dari sini,” ucap Alefukka yang merasa khawatir dengan kehidupannya.
Mendengar ucapan Alefukka, Sean jadi tersadar bahwa bukan hanya dia yang berpikiran seperti itu. Mereka merasa khawatir dengan akhir game ini entah mereka akhirnya bisa kembali atau tidak yang pasti game ini sangat menyulitkan bagi mereka berempat.
“Gue jadi makin merasa bersalah karena udah bawa kalian ke sini, tapi gue bener-bener gak tahu kalau PC itu bisa membawa kita ke sini. Lo sendiri tahu kan kalau ini bukanlah hal yang bisa gue sengaja,” kata Sean dengan raut wajah penuh penyesalan.
Alefukka hanya bisa diam, entah bagaimana tak ada lagi hal yang bisa diucapkan dari mulut Alefukka. Bahkan untuk mengucapkan kata sabar saja sudah tak mampu karena Alefukka tahu berkata sabar saja tak akan membuat masalah menjajdi selesai.
“Gak ada yang bisa disesalin lagi sih, gue juga gak berharap banyak dengan misi kita ini,” kata Alefukka. Namun, saat mereka berdua lagi berbicara di dalam kegelapan tiba-tiba saja ada suara mencurigakan dari depan pintu mereka.
Sean memutuskan untuk melihat apa yang terjadi dari balik gorden, namun hampir saja ia berteriak karena melihat seseorang yang sedang menggeret mayat ke dalam rumah yang tak jauh dari kostan Sean.
Sean memberi kode pada Alefukka untuk mendekati gorden dan melihat apa yang terjadi di luaran kost tersebut.
“I-itu, kalau gak salah itu anak ibu kost ini kan?” tanya Alefukka yang merasa tak percaya kalau yang baru saja ia lihat adalah remaja perempuan yang suka mereka puji sopan, anteng dan sangat penurut sama orang tua.
“Kayaknya kanibal yang dimaksud bukan hanya lingkup kampus aja, tapi lingkungan sekitar juga termasuk basecamp para kanibal,” ucap Sean dengan suara yang amat pelan memperhatikan gerak-gerik Erika dari jauh.
Sean memutuskan untuk mengambil s*****a serta membangunkan Gilang dan Darren yang masih terlelap. Pemuda itu menggoyang-goyangkan bahu Gilang yang sedikit susah untuk dibangunkan jika sudah tertidur.
Sementara Darren yang lebih refleks dan cepat bangun pun sedang mengerjapkan matanya beberapa kali juga terlihat menguap panjang seolah keadaan sedang baik-baik saja. Ia melihat sekitar dengan wajah bingung, tumben sekali ia disuruh bangun di tengah malam seperti ini.
“Ada apa sih, An?” tanya Darren yang masih merasa mengantuk bahkan nyawanya belum terkumpul sudah diharuskan memegangi s*****a. Alefukka maupun Sean menyodorkan s*****a pada Gilang dan Darren yang masih belum ingin beranjak dari tempat tidurnya.
“Kanibalnya udah ketemu! Kita harus segera membunuhnya agar tugas kita selesai dengan cepat,” kata Sean yang menyuruh Gilang memegangi senjatanya lagi dengan benar, karena ini adalah game berkelompok maka yang menembak harus semua anggota agar terdeteksi bahwa mereka benar-benar menjalankan semua peraturan game tersebut.
Mendengar kata kanibal, Gilang langsung melompat. Tiba-tiba saja matanya segar dan melotot ke arah Sean seolah meminta penjelasan lebih jelas sejelas-sejelasnya. Sambil memegangi bahu Sean, Gilang terlihat menyengir kuda terlihat bahagia.
“Serius? Itu artinya kita akan segera bebas? Oh God! Thank you!” kata Gilang yang terharu karena mereka sedikit lagi akan kembali ke habitat masing-masing dan merasakan sulitnya dunia saat ia sudah wisuda nanti.
Sean dan Alefukka hanya bisa saling pandang, entah bagaimana melihat harapan Gilang dan Darren yang begitu besar membuat mereka berdua semakin takut jika kenyataan dan sesuai ekspetasi mereka.
“Udah-udah kita bunuh aja dulu yang diduga kuat kanibal, jangan ada yang berisik dan jaga jangan sampai kalian berpencar,” ucap Sean seraya mengambil senjatanya yang berada di lemari pakaian.
Mereka pun keluar dengan sangat perlahan sehingga tidak menimbulkan suara apapun, dengan langkah yang sangat pelan keempat pemuda itu mengendap-ngendap ke dalam rumah ibu kost yang tak jauh dari tempat mereka berada, terlihat jelas darah yang berceceran membuat bulu kuduk mereka berdiri.
Mereka saling berpegangan dan mempererat memegangi s*****a mereka.
BRAK!
Suara pintu membuat Erika—putri ibu kost terlihat kaget dengan kedatangan empat pemuda yang menyewa kamar di rumahnya yang berada di seberang. Tangannya yang sedang berlumuran darah dan sedang memakan sesuatu pun membuat si cantik Erika tak bisa berkata apa-apa lagi.
“Sekarang lo ketangkep basah, Ka! Lo adalah kanibal!” teriak Sean dengan wajah gusar sekaligus jijik melihat penampakan darah di mana-mana membuat ia kehilangan napsu makan dan mampu membuat dirinya gemetar.
CUT!
“Heh kalian! Kalian ngapain sih gangguin orang syuting? Gak ada kerjaan lagi atau gimana sih?” tanya beberapa kru yang membawa kamera yang terlihat kesal dengan sikap keempat pemuda yang main menyelonong ke dalam rumah Erika.
Sean dan ketiga temannya saling pandang dengan wajah bingung karena setahu mereka Erika masih SMA dan pekerjaannya bukanlah sebagai artis apalagi pemain film seperti ini.
“J-Jadi kalian sedang syuting? Erika memangnya artis?” tanya Sean yang merasa janggal dengan pekerjaan Erika yang ia ketahui hanyalah seorang gadis SMA yang sebentar lagi lulus.
Erika mengelap cairan merah yang Sean duga adalah darah kemudian tersenyum pada Sean dan ketiga temannya itu. Gadis cantik yang mereka duga sebagai kanibal berdiri dan tampak malu-malu.
“Maaf kak Sean membuat tak nyaman, aku baru saja masuk menjadi artis disalah satu agency karena aku berhasil lolos audisi,” kata Erika yang tampak malu-malu. Sean dan ketiga temannya hanya bisa nyengir kuda karena lagi-lagi mereka menebak orang yang salah dan beruntung mereka tak menembak Erika.
“Ah baiklah. Kami minta maaf karena telah mengganggu proses syuting kalian, silakan lanjutkan,” ucap Sean dengan rasa malu yang tak tahu sudah dilevel berapa.