“Oh iya ngomong-ngomong apa kalian tahu siapa yang selesaiin misi ke 7? Alefukka ngabarin kalau ternyata bukan mereka yang nemuin zombi yang ternyata manusia itu,” kata Sean yang merasa bingung karena misi ke 7 terbilang sangat aneh karena tidak ada satu pun dari mereka yang merasa menyelesaikannya.
Fendi tampak sedikit gugup, namun cepat-cepat ia mengalihkan pembicaraan.
“Oh iya, untuk misi ke delapan katanya kita harus lihat melalui ponsel. Ayo kita ambil ponselnya di mobil,” kata Fendi yang langsung keluar dari supermarket dengan cepat.
Stefan tampak curiga dengan gelagat aneh Fendi yang terburu-buru dan mengalihkan topik.
Namun, Stefan memilih untuk diam dan tak banyak bertanya karena hubungan mereka juga sedang tidak baik.
Fendi memberikan satu-satu ponsel yang berada di mobil kemudian membagikannya pada Sean dan Stefan.
Mereka pun melihat layar ponsel yang tak menunjukkan sesuatu apapun yang merupakan sebuah petunjuk untuk misi ke 8.
“Ini ponsel masih berfungsi kan? Kok gak ada yang muncul misinya??” tanya Sean yang tampak merasa aneh dengan hal tersebut.
“Selamat datang di game survival. Halo para pemain hebat, mungkin kalian bertanya mengapa misi ke 8 malah tak ada isinya? Yap betul dalam misi ke 8 kalian harus tidur seharian, karena di misi ke 9 kalian butuh tenaga ekstra maka misi ke 8 ditiadakan. Semoga harimu menyenangkan”
Sean bernapas lega ketika mendengarkan pengumuman tersebut yang artinya mereka tak perlu melakukan apa-apa selain tidur sepanjang hari.
“Ini adalah hari keberuntungan kita, ayo kita tidur gue juga udah ngantuk berat.” Fendi buru-buru masuk ke dalam, namun ketika akan masuk langkahnya tertahan.
“Lo tahu sesuatu kan?” tanya Stefan pelan sambil memegangi lengan kanan Fendi membuat Fendi langsung meliriknya tajam.
Baru saja Sean ingin menguping, namun ketiga sahabatnya itu keburu datang berlarian ke arah mereka.
Fendi menepis tangan Stefan dengan kasar.
“Lo gak berhak tanyain itu, biar ini menjadi urusan gue!” seru Fendi dengan nada dingin kemudian memasuki supermarket tersebut dengan wajah masam.
Sebenarnya Sean masih bingung apa masalah Stefan dan Fendi sampai mereka seperti sedang melakukan perang dingin.
“Mereka kenapa?” tanya Alefukka yang baru saja tiba di depan supermarket tersebut.
Sean menggeleng pelan menandakan bahwa ia juga tak tahu apa yang membuat kedua sahabat itu perang dingin satu sama lain.
“Sepertinya mereka punya masalah yang hanya mereka yang tahu, entahlah gue ngerasa bahwa berkat game ini kita bisa tahu siapa sahabat kita yang sebenarnya. Kita juga bisa tahu gimana sebenarnya sahabat kita sama kita apakah tulus atau gak?” ucap Sean yang merasa bahwa game buatan Andrew tak begitu buruk karena bagi mereka masih mempunyai sisi baiknya.
Mereka pun akhirnya masuk ke dalam supermarket tersebut dan mengunci supermarket itu rapat-rapat agar tak ada satu pun zombie yang memasuki wilayah mereka.
Mereka memilih untuk tidur di lantai dua supermarket tersebut agar bisa memantau apa pun yang berada di luar supermarket dengan mudah.
“Fen, lo yakin baik-baik aja sama Stefan?” tanya Sean memastikan bahwa mereka berdua hanya bertengkar kecil.
Fendi tak menjawab, ia hanya melihat Sean dengan tatapannya yang penuh kekecewaan.
"Ah baiklah tatapan lo gak menunjukkan lo lagi baik-baik aja, lo bisa kapan aja cerita ke gue jangan sungkan,” kata Sean sambil menepuk-nepuk punggung Fendi.
Mereka pun mengakhiri malam itu dengan beristirahat, namun beberapa dari mereka masih terjaga memikirkan bagaimana kehidupan normal sama halnya seperti Sean. Ia tidak langsung terlelap karena masih memikirkan banyak sekali rencana yang harus terkubur karena masuk ke dunia game ini salah satunya menengok makan Klara yang sama sekali belum pernah ia tengok semenjak Klara di makamkan.
Sementara Fendi tak tidur karena merasa bahwa selama ini ia masuk ke dalam lingkungan persahabatan yang sama sekali tidak murni. Ia menyesal karena membuang Sean begitu saja demi sahabat-sahabatnya yang ternyata penghianat.
Mungkin ini rasanya menjadi Sean ketika dirinya khianati. Sean selalu tulus jika berteman, hanya saja beberapa orang tak mempunyai rasa kemanusiaan dan meninggalkan sahabat yang tulus.
“Belum tidur?” tanya Sean yang memergoki bahwa Fendi masih terjaga. Fendi membalikkan tubuhnya kemudian mengangguk. Malam ini mereka benar-benar lelah, namun rasanya tetap tak bisa tidur dan masih ada beberapa pikiran yang berkelana di otak mereka.
“Lo sadar gak sih kalau permainan yang dibuat Andrew gak jelek-jelek banget. Game ini kayak mengungak siapa sebenarnya sahabat kita satu-satu, Cuma di sini mereka bisa menunjukkan sifat aslinya kan? Jadi, menurut gue kita harus menikmati saja game ini, sepertinya masih banyak yang diri kita sembunyikan,” kata Sean yang mencoba mengambil sisi positif game tersebut.
Fendi melirik Sean kemudian tersenyum samar.
“Sepertinya lo paling jago mandang suatu keadaan buruk sekali pun dari sudut pandang positif, bahkan gue sendiri gak pernah berpikir kalau game ini bagus,” kata Fendi kemudian tertawa kecil.
“Dari hal buruk sekali pun pasti ada sesuatu yang baik terselip di dalamnya, gue yakin semua hal buruk pasti ada sisi di mana menunjukkan sesuatu yang baik untuk kita. Tinggal kitanya aja yang melihatnya dari sudut pandang yang baik atau yang buruk, kita hanya perlu jeli,” kata Sean kemudian berdiri melihat keadaan sekitar supermarket dari jendela lantai 2.
Fendi merenungi perkataan Sean, sepertinya ia terlalu terbawa emosi hingga ia tidak bisa berpikir jernih bahwa itu adalah sebuah petunjuk bahwa persahabatan mereka tak semurni yang Fendi rasakan selama ini.
Begitu pun Sean yang merasa beruntung karena berkat game ini, Sean jadi tahu bagaimana sifat sahabat-sahabatnya itu. Ia jadi tahu bahwa kebanyakan dari sahabatnya ingin bermain dan bersahabat dengannya karena dirinya terkenal dan selalu menjadi sorotan lingkungan sekolah.
“Lo sendiri gimana setelah ini selesai? Apa lo akan jauhin sahabat-sahabat lo?” tanya Fendi yang membuat Sean terdiam sebentar.
“Gue gak tahu, mungkin gue akan anggap ini gak pernah terjadi kali ya? Lagi pula gue seneng kalau ternyata diri gue bermanfaat untuk orang lain, selebihnya gue serahin sama Tuhan. Mereka yang setelah wisuda menjauh itu artinya kan seleksi alam,” kata Sean yang terlihat menjawab itu semua dengan santai.
Fendi membenarkan ucapan Sean, lagi pula perjalanan mereka masih panjang. Tidak sepatutnya merasa khawatir hanya karena sahabat tak lagi sama. Semua ada seleksi alam, mereka yang bertahan mereka yang menang, jadi tidak perlu kaget kalau ternyata nanti tak sesuai ekspetasi.
“Gue salut sama anak populer kayak lo tapi punya sudut pandang yang gak semua orang populer bisa lihat itu, sorry karena gue sempat iri sama lo dan buat perkara,” kata Fendi yang merasa menyesal dengan yang telah terjadi.