Bagian 8

2188 Words
//0821234xxx Pagi... Kamu gak terlambat bangun kan?   Ran terbengong sambil menerka-nerka nomer ponsel siapa yang mengganggu ponselnya pagi-pagi buta seperti ini. Ini baru hampir pukul lima pagi, tentu saja dia tidak terlambat bangun. Nomer siapa sih ini?   //0821234xxx Karena kamu udah baca chat aku, sepertinya kamu udah bangun : D Aku harap harimu menyenangkan, Pumpkin   Pumpkin? Ran melebarkan mata terkejut saat menyadari panggilan itu. Tidak salah lagi, ini pasti nomer ponsel musuh bebuyutannya saat SD dulu. Siapa lagi kalau bukan Aryan Mada Kusumo, pria yang semalam membuatnya kesal. Tidak ada yang memanggilnya dengan sebutan itu selain Aryan. “What the Ffff__” Ran menarik dan membuang napasnya sebelum umpatan kasar itu keluar. “Dia tahu nomerku dari mana?!” “Ayah yang kasih nomer Kakak ke calon jodoh Kak Ran kemarin.” Ran mengalihkan pandangan ke arah pintu kamarnya yang memang sudah dia buka sejak setengah lima, dan mendapati adik jahilnya berjalan ke arahnya. “Kapan Ayah kasih ke si kampret itu? Dan jangan bilang dia calon jodoh kakak!” “Ye… orang emang calon jodoh Kakak kok.” “Kakak belum terima perjodohan itu!’’ “Kak Ran gak bisa nolak, soalnya Ayah udah sepakat sama keluarga Kusumo… Wleeee…” Adara menjulurkan lidah mengejek Ran. “Kamu—” “Jangan jitak-jitak, Kak, tar aku begok.” Adara menghindar saat Ran sudah berdiri dari ranjangnya dengan sebelah tangan sudah siap-siap melayangkan jitakan maut ke arah kepalanya. Ran mendengus kesal, lalu bersedekap sambil memicingkan kedua matanya tak suka. “Ngapain kamu pagi-pagi ke kamar Kakak? Mau jahil lagi?” “Percaya diri sekali Anda. Aku disuruh Mama bangunin Kakak kok. Mama takut Kakak telat bangun.” “Kakak gak pernah telat bangun, Sayang…” ucap Ran sombong. “Ish, sombongnya si Manusia Kulkas.” “Manusia kulkas?!” seru Ran galak. Bukannya takut, sang adik malah tertawa lepas. “Pesawat Kakak berangkat jam berapa?” “Jam sepuluh.” “Oleh-olehnya jangan lupa ya, Kakak Cantik.” “Tadi ngatain kakak, sekarang muji-muji karena ada maunya,” cibir Ran sambil mencubit gemas kedua pipi Adara. “Aduhh… hahit, Hakk!” ucap Adara heboh dengan susah payah. Ran tertawa sambil melepas cubitannya. “Kakak mah beneran nyubitnya!” Adara mengusap kedua pipinya yang terasa nyeri dengan wajah cemberut. “Sengaja.” “Ngeselin! Pokoknya harus bawa oleh-oleh dari Bali!” “Kakak kerja di sana, Dek, bukan liburan. Lagian juga kakak cuma dua hari di sana. Kakak takut tidak bisa—” “Gak mau tau!” ucap sang adik sambil berlalu dari kamarnya. Ran menggelengkan kepala pasrah. Namun perhatiannya segera teralihkan saat kembali mendengar notifikasi pesan masuk.   //0821234xxx Hati-hati di jln ya. Katanya kamu hari ini mau berangkat ke Bali. Safe flight, Pumpkin : )   Ran mendengus sebal. Namun entah mengapa wajahnya tiba-tiba saja merona saat membaca pesan masuk itu. “Sampai sejauh mana pria itu tahu tentang diriku?! Ayah benar-benar!” geram Ran.   ***   “Jadi Anda yang buat resep Choco Pumpkin Cheesecake yang saya makan tadi?” Ran hanya dapat memicingkan mata kesal sebagai jawaban, saat pria di depannya ini menatapnya dengan senyum jahil. Di atas meja, potongan cake buatan Ran sudah habis tak bersisa. Hanya ada piring kecil kosong di depan mereka. “Rasa cake buatan Anda bikin lidah goyang kayak lagi dangdutan.” Terdengar tawa seorang pria di samping kanan Ran, membuat hati wanita ini semakin kesal sambil menatap pria itu. Ran kembali mengalihkan pandangan ke arah pria yang saat ini duduk di depannya. Mereka sekarang sedang berada di salah satu ruang VIP restoran tempat Ran bekerja. “Rasa gurame pedas manis buatan Anda juga bikin tenggorokan saya kayak naga mau ngeluarin api, pedas, tapi bikin nagih.” Tawa seseorang di samping Ran kembali terdengar, bahkan semakin lepas karena candaan seseorang yang duduk di depan Ran. Ran semakin menatap kesal pria di depannya, yang saat ini senyum-senyum seperti orang sinting. “Saya tidak sangka, ternyata Bapak Aryan orang yang humoris.” Ran berdecih pelan saat manager di restoran ini, yang mana adalah anak pemilik restoran tempat Ran bekerja mengatakan hal itu. Sang manager tidak tahu saja, kalau Aryan, pria yang berada di depan mereka adalah pria sinting. Bahkan kesintingannya terbentuk sejak dini. Ran mengambil air minum di depannya untuk diteguk. Melihat wajah Aryan kembali setelah satu minggu tak bertemu, tiba-tiba saja membuat tenggorokan Ran kering seperti sawah di musim kemarau. Memang sih selama satu minggu ini Aryan selalu mengganggunya dengan chat-chat tak jelas pria itu, membuat Ran kesal sekaligus merasakan hal aneh setiap membaca pesan masuk dari Aryan yang tak pernah sama sekali dia balas. Kecuali tadi pagi, saat Aryan menawarkan diri mengantarnya bekerja. Isi pesan Aryan kebanyakan perhatian-perhatian kecil, yang entah mengapa malah membuat Ran merasa spesial. Tak jarang juga Aryan mengirimkan pesan yang menurut Ran garing, alias tidak lucu sama sekali. Ran jadi teringat beberapa pesan yang dikirim pria sinting di depannya ini.   //0821234xxx Kamu ke Bali sama siapa? Seandainya aja aku lagi gak sibuk, pasti aku udah anterin kamu : (   //0821234xxx Udah sampai Bali? Sebaiknya kamu istirahat dulu kalau udh smpai, biar badan kamu lebih segar   //0821234xxx Kamu kayaknya nikmatin banget baca chat aku ya? Sampai lupa bales : D Emang isi chat ku se-asyik itu ya? Ayo ngaku : p   //0821234xxx Hari ini kayaknya bakal hujan. Kamu jangan lupa bawa payung dan pakai jaket yang tebal ya, Pumpkin. Kalau kamu butuh jemputan, aku siap sedia jemput kamu : D   “Saya sudah sering dikelilingi orang-orang kaku. Contohnya sahabat saya dan… ehm… calon tunangan saya.” “Uhuk!” Ran langsung terbatuk saat Aryan mengatakan hal itu, yang refleks membuat manager restoran ini berdiri panik dan langsung menepuk-nepuk punggung Ran, sang Kepala chef di restorannya ini. Aryan yang sudah berdiri karena ikut panik, langsung terdiam kaku melihat pemandangan di depannya. Tanpa sadar, rahangnya mengeras sempurna. ‘Vangsat! Ngapain dia elus-elus punggung calon tunangan gue!’ ucap Aryan tak terima di dalam hati. Namun Aryan berusaha keras tak melayangkan tinjunya. Aryan tahu, ini bukan saat yang tepat untuknya cemburu seperti ini. Pria itu, yang adalah manager di restoran ini, lebih dekat posisinya dengan Ran daripada Aryan yang duduk di seberang mereka. “Hati-hati minumnya, Baby…” ucap sang manager sambil memberikan Ran tisu. “Baby?!” beo Aryan tanpa sadar saat manager itu memanggil Ran dengan sebutan ‘Baby’. “Ehem… uhuk… ehem… aku-aku udah gak pa-pa, Juna.” Ran menjauhkan tangan managernya yang bernama Juna itu dari punggungnya. Pandangan Ran tak sengaja bertemu dengan Aryan yang saat ini menatapnya tajam menusuk. Ran jadi salah tingkah sendiri. Sial! Mengapa dia seperti kekasih yang ketahuan selingkuh? “Lain kali hati-hati minumnya,” ucap Juna penuh perhatian, semakin membuat Ran salah tingkah. Bukan karena perhatian managernya, tapi karena Aryan masih betah menatapnya dengan tatapan seperti tadi, tajam terkesan menyeramkan. Kilat jahil yang tadi ditunjukkan Aryan hilang tak bersisa. Kenapa sih pria itu??? Mereka bukan sepasang kekasih kan? ”Jadi Pak Aryan sudah punya calon tunangan?” tanya Juna ke arah Aryan. Mereka sudah kembali duduk setelah beberapa saat. Aryan memusatkan perhatian ke arah Juna. “Ya. Keluarga kami sedang merencanakan kapan acara pertunangan itu akan diselenggarakan.” Aryan melirik Ran yang saat ini terlihat menegang. “Ah… wah… selamat ya, Pak Aryan.” Aryan terkekeh geli, tapi sorot matanya tak ada kegelian sama sekali. “Saya belum bertunangan. Nanti Anda akan saya undang saat hari itu tiba, dan Anda bisa mengucapkannya di hari pertunangan saya.” Juna balas tertawa setelah mendengar ucapan Aryan. Mereka terdiam beberapa saat, lalu Juna berdehem untuk mencairkan suasana yang entah mengapa tiba-tiba saja terasa kaku. “Jadi, Baby, seperti apa yang aku beritahu kemarin, kita akan bekerja sama dengan Hotel Kusumo. Beberapa menu makanan di restoran kita akan menjadi menu di seluruh Hotel Kusumo. Bapak Aryan ini adalah pemilik Hotel Kusumo. Kamu tentu tahu kan?” retoris Juna ke arah Ran. Hotel Kusumo sudah sangat terkenal di negara ini dan beberapa negara tetangga. Tentu saja Ran sangat tahu. Tapi Ran tidak tahu, jika calon tunanganny__ sial! Ran tidak bisa mengelak jika pria di depannya ini adalah calon tunangannya. Kalau saja Nyonya Kania Kusumo tak mendatanginya secara pribadi dua hari yang lalu, Ran sangat ingin menolak perjodohan ini. Tapi Nyonya Kusumo memohon padanya sedemikian rupa, dan meminta Ran mencoba menjalani saja dulu hubungan dengan Aryan. Bukan hanya Nyonya Kania saja yang memohon kepadanya, tapi ayah dan mamanya juga bersikeras membujuknya. Belum lagi pria di depannya ini, yang beberapa kali mengirim pesan agar mereka menjalani saja dulu hubungan perjodohan ini. Katanya sih supaya mereka tidak durhaka pada orang tua masing-masing. Tapi mengapa harus pakai bertunangan segala?! Pendekatan saja dulu! Baiklah kembali ke topik. Ran awalnya tidak tahu jika bocah laki-laki yang dulu sering mengganggunya di sekolah adalah anak pemilik Hotel Kusumo. Wanita ini baru tahu kebenarannya saat di restoran satu minggu yang lalu, waktu pertama kalinya mereka kembali dipertemukan setelah bertahun-tahun lamanya. Dan lebih terkejut lagi, tiba-tiba saja kemarin managernya mengatakan jika restoran mereka akan bekerja sama dengan salah satu hotel super mewah yang sudah sangat terkenal sejak dulu. Dan… boom… Ran baru hari mengetahui jika hotel yang dimaksud adalah Hotel Kusumo. Itu juga karena pertemuannya dan sang manager bersama Aryan siang ini. Rahang Aryan kembali mengeras saat mendengar Juna kembali memanggil Ran dengan sebutan ‘Baby’. Ada hubungan apa antara mereka berdua? Mereka terlihat akrab. Bahkan Ran memanggil manager di restoran ini langsung pakai nama, tidak pakai embel-embel ‘Pak’ di depannya. Aryan menatap pria di samping Ran. Wajah pria itu tampan, dengan kulit putih dan mata sipit. Tubuhnya atletis, yang menandakan sepertinya pria itu rutin ber-olahraga. Usianya sepertinya tak jauh dari usia Aryan dan Ran. Yah, mungkin lebih tua sedikit. Tatapan matanya lembut. Terlihat sekali jika pria itu adalah orang yang sabar. Kedua tangan Aryan di atas meja mengepal kuat. Aryan menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan, mencoba menahan dorongan emosi yang siap meledak. Aryan kembali memusatkan perhatian ke arah Ran, wanita yang tadi menolak diantar kerja pria ini saat Aryan mengirimkan chat pribadi. Jantung Ran berdetak kencang ditatap sedemikian rupa. Wanita ini menelan saliva susah payah, lalu mencoba bersikap profesional. “Kapan… ehm… kapan kerja sama ini akan terlaksana?” tanya Ran ke arah Juna. “Mu—" “Secepatnya, Chef Ran.” Aryan memotong Juna yang akan membalas pertanyaan Ran. Ran dan Aryan saling pandang beberapa saat, dengan tatapan yang sama-sama sulit diartikan. Sampai akhirnya, Aryan yang lebih dulu memutus pandangan mereka. Pria tampan ini mengalihkan pandangan ke arah Juna, lalu tersenyum kecil tak sampai mata. “Besok, orang saya akan datang untuk membicarakan lebih lanjut kerja sama kita.” Aryan melihat arloji di pergelangan tangan kanannya, lalu kembali menatap Juna dengan senyum kecil seperti tadi. “Saya sudah harus pergi.” Aryan bangkit dari duduk, lalu mengulurkan tangan ke arah Juna yang sudah ikut berdiri. Mereka berjabat tangan sambil melempar senyum. “Senang bisa bekerjasama dengan restoran Anda,” ucap Aryan profesional. “Saya juga tentu sangat senang bisa bekerjasama dengan Hotel Kusumo,” balas Juna. Memang sudah sejak lama keluarga Juna mengidam-idamkan dapat bekerja sama dengan Hotel Kusumo. Bahkan mereka mengirimkan tawaran kerja sama sejak satu tahun yang lalu. Dan akhirnya, tawaran itu mendapat respon satu minggu yang lalu. Tentu saja Juna merasa sangat senang. Terlebih lagi, CEO yang mana adalah pewaris satu-satunya Hotel Kusumo, turun langsung untuk datang ke restorannya untuk mencoba menu. Juna merasa restorannya diperlakukan istimewa. Juna sangat yakin banyak sekali restoran yang mengirimkan tawaran kerja sama pada Hotel Kusumo, dan Juna beruntung restoran keluarganya yang terpilih. Mereka kembali saling melempar senyum. Aryan mengalihkan tangan dan tatapannya ke arah Ran yang sudah berdiri di samping Juna. Tentu saja Ran menerima uluran tangan itu demi kesopanan. Apalagi restorannya akan bekerjasama dengan Hotel Aryan. “Chef Ran, resep-resep yang Anda ciptakan sangat luar biasa. Apalagi cake PUMPKIN tadi, sangat MENGGODA lidah saya. Saya yakin pengunjung Hotel Kusumo akan sangat senang dengan cake itu,” ucap Aryan sambil tersenyum kecil yang terlihat ogah-ogahan, tapi menekankan kata ‘pumpkin’ dan ‘menggoda’. Pria ini masih mencoba meredam emosi yang takutnya bisa meledak kapan saja. ‘Menggoda banget buat bikin gue emosi nih si Pumpkin!’ “Ehm… terima kasih pujiannya, Bapak Aryan,” balas Ran kaku. Mereka kembali saling pandang dengan tangan yang masih saling menempel. Juna mengernyitkan dahi bingung. Pria ini melihat kejanggalan antara Aryan dan Ran. Apakah mereka— “Baiklah Pak Juna, Chef Ran, saya benar-benar harus pergi. Terima kasih telah menerima saya dengan amat sangat baik.” “Saya antar ke depa—” “Tidak perlu, Pak Juna. Saya masih ingat jalan keluar restoran ini,” canda Aryan, yang kembali menimbulkan tawa Juna. Setelah berbasa-basi sebentar dengan Juna, Aryan benar-benar pergi meninggalkan ruangan ini. Namun, sebelum pria ini pergi, Aryan kembali menatap Ran yang sudah terlibat pembicaraan dengan Juna dengan tatapan yang sulit diartikan. “Tidak ada yang bisa mendapatkanmu selain aku, Pumpkin!” monolog Aryan penuh kesungguhan. Setelah itu, Aryan benar-benar pergi dari sana dengan sebelah tangan dimasukkan ke dalam saku celana sambil mengepal kuat.   ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD