bc

Cinta yang Hilang Setelah Pernikahan

book_age18+
518
FOLLOW
3.3K
READ
family
HE
arrogant
badboy
heir/heiress
drama
bxg
like
intro-logo
Blurb

"Kak Arsen orang yang baik. Papa sama Kak Arka juga suka dia. Soal cinta, Nana yakin perasaan itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Nana cuma butuh waktu buat buka hati Nana untuk Kak Arsen. Dan Nana yakin itu nggak sulit kok, Kak. Jadi, Nana akan menerima perjodohan ini."

Pernikahan bukanlah sesuatu yang mudah untuk diputuskan. Begitu pula untuk Karina Maharani (Nana), yang baru saja merasakan patah hati setelah sang kekasih memilih mencampakkannya demi selingkuhannya. Namun, bertemu dengan Arsen di tengah lara hatinya seolah menjadi keajaiban bagi Nana. Segala yang ada pada pria itu membuat Nana yakin untuk segera melangkah ke jenjang pernikahan. Ia yakin, ia bisa menemukan kebahagiaan dalam rumah tangganya bersama Arsen kelak.

Namun, siapa sangka di saat keadaan mulai membaik, dan baru saja Nana merasakan apa itu bahagia, badai justru datang menghadang. Berita duka datang dari sosok sang mantan kekasih yang bernama Raga. Satu per satu tabir kehidupan mulai terkuak, membuat Nana kembali jatuh ke dalam jurang yang lebih dalam.

Mengetahui sang istri masih memiliki perasaan yang kuat pada sang mantan kekasih, tentu saja membuat harga diri Arsen terluka. Pria itu mulai berubah. Cinta dan kasih yang baru saja tumbuh untuk Nana, seketika berubah menjadi benci. Sikapnya berubah menjadi dingin dan kejam. Dan dia suka mencari hiburan di luar, sekadar untuk membalas luka yang telah Nana torehkan padanya.

Lantas, akankah Nana sanggup bertahan dan memperjuangkan nasib rumah tangganya?

chap-preview
Free preview
01 -Akhir Kisah Kita
“Seandainya aku marah, apa kamu bakal berhenti main-main sama perempuan itu?” Meski sudah tahu dirinya dikhianati, Karina - atau yang kerap disapa Nana itu masih belum sanggup apabila ia harus melepaskan sang kekasih. Terakhir yang ia dengar, kekasihnya baru saja menghabiskan waktu bersama di Bali dengan seorang perempuan bernama Alice. Dan Raga - nama kekasih Nana itu bahkan tak menyangkal sedikit pun. “Maaf,” ungkap Raga. Rasanya Nana sampai bosan mendengar kata itu terus terucap dari bibir sang kekasih. Namun kenyataannya, Raga masih terus mempermainkan kepercayaan Nana. Dan cinta Nana pada Raga sudah tergolong cinta buta. Ia seolah dirinya tidak apa-apa saat selama ini ia tahu kelakuan Raga di belakangnya. Namun, bukankah setiap manusia memiliki ambang batas kesabaran? Dan mungkin inilah batas kesabaran milik Nana. “Oke. Aku nggak mau basa-basi, Ga. Aku mau kita bahas serius masalah kita akhir-akhir ini,” ucap Nana. “Aku nggak mau semua terlambat dan kabar tentang kamu sampai ke telinga Papa. Soal kamu dan perempuan itu … apa yang harus aku lakuin biar kamu bisa lepas dari dia?” lanjutnya. Nana masih berusaha untuk memperjuangkan Raga, satu kali lagi. “Na, aku kan sudah pernah bilang. Soal Alice, kamu nggak perlu pikirin itu,” ujar Raga. Nana menggeleng. Ia masih tidak dapat memahami cara berpikir kekasihnya tersebut. Tak sadarkah Raga jika apa yang ia lakukan itu menyakiti hati kecil Nana? “Tapi itu nyakitin banget buat aku, Ga. Kak Arka maupun Papa nggak akan suka kalau tahu masalah ini,” lirih Nana, penuh dengan penekanan. Raga menghela napas panjang. Tatapannya sempat teralihkan ke arah lain, seolah lelah menatap Nana terlalu lama. Dan Nana menangkap gerak-gerik kekasihnya itu sebagai sesuatu yang memiliki artian buruk. “Maaf, tapi aku nggak bisa,” jawab Raga pada akhirnya. Dia kembali menatap Nana dengan tatapan sendu, seolah ia pun turut merasakan luka persis seperti yang Nana rasakan saat ini. “Buat yang satu ini, aku nggak bisa nurutin kamu, Na … Kalau kamu memang keberatan dengan keberadaan Alice di antara kita, dan capek sama hubungan ini, kita bisa break dulu. Aku bisa kasih kamu waktu buat mempertimbangkan-” “Ga! Maksud kamu apa?!” sentak Nana. Emosinya mulai terpancing saat dengan mudahnya Raga malah mengusulkan mereka untuk beristirahat dari hubungan yang mulai terasa rumit ini. Bukan itu yang Nana ingin dengar dari Raga. Justru, Nana ingin Raga kembali lagi padanya sepenuhnya, meninggalkan perempuan yang menjadi duri dalam hubungan mereka yang sudah terjalin lebih dari dua tahun ini. “Bukannya memang begitu? Kamu terus-terusan bahas ini. Kalau memang kamu capek, kita bisa break,” ulang Raga. Hati Nana sungguh hancur mendengarnya. Seolah Raga baru saja menegaskan bahwa ia tidak bisa melepaskan Alice, dan memilih perempuan itu dibanding hubungannya dengan Nana. “Kamu ngigo? Perlu aku ingetin ke kamu kalau hubungan kita udah jalan lebih dari dua tahun, dan selama ini nggak pernah terjadi apa-apa di hubungan kita? Ga … kamu berubah. Bagaimana mungkin kamu bisa berubah secepat ini cuma gara-gara kenal perempuan itu?” Raga tampak tersenyum miring. Sebuah ekspresi yang belum pernah Nana lihat dari sang kekasih selama ini. “Menurut kamu aneh ya, kalau seorang laki-laki merasa jenuh dengan hubungannya sama pacarnya?” “Sekarang gini, Na. Anggap saja Alice cuma selingan. Karena memang aku butuh dia buat ngehibur aku. Dan dia bisa lakuin itu,” imbuhnya. Namun, ucapan itu justru membuat Nana merasa semakin terluka. Otaknya terasa seperti berhenti bekerja. Ia goyah. Cinta yang selama ini ia jaga - ia perjuangkan di tengah tentangan sang ayah, justru berbuah duri yang begitu pedih yang ia rasakan kini. Ia tak menyangka jika Raga akan tega memiliki pemikiran yang seperti itu. ‘Benarkah dia Raga yang aku cintai selama ini?’ Nalarnya masih tidak bisa menerima perubahan yang begitu pesat ini. Ia seolah tak dapat mengenali sosok pria di hadapannya lagi. “Inget nggak sih, Ga, tahun lalu kita udah planning masa depan. Rencana buat nikah, mau tinggal di mana dan sebagainya. Kamu bahas itu, bukannya artinya kamu udah ada pemikiran buat bawa aku ke arah sana?” “Lalu apa kamu sadar arti pernikahan? Pernikahan itu ikatan yang sakral, seumur hidup! Dan kita baru jalan dua tahunan aja kamu udah bisa bilang jenuh dan butuh selingan?” “Ga … ini nggak kayak kamu banget. Sebenarnya ada apa?” Air mata Nana sudah terbendung di pelupuk matanya, siap meluncur kapan saja. Rasanya ia sudah benar-benar tidak kuat menahan sakit yang Raga torehkan akhir-akhir ini. Ia ingin Raga tahu jika ia terluka. Ia ingin Raga tahu, jika sampai detik ini, ia masih ingin memperjuangkan cinta mereka. Ia ingin, Raga luluh dan akhirnya mau melepaskan wanita selingannya itu, dan kembali mencintai Nana sepenuhnya, seperti sedia kala. Raga tampak memijat pangkal hidungnya. Sepertinya pria itu mulai merasa pening mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari bibir sang kekasih. Namun, pembicaraan mereka belum usai. Bahkan mereka belum menemukan satu titik terang tentang hubungan mereka untuk ke depannya. “Semua nggak semudah yang kamu pikir. Ternyata buat setia ke satu perempuan itu sulit, Na. Apalagi dengan background keluarga kamu, dan gimana mereka menentang hubungan kita. Itu semua nggak mudah buat aku,” ujar Raga. “Tapi memang inilah aku dengan segala kekuranganku, Ga. Kita sudah jalan lebih dari dua tahun. Bukannya seharusnya kamu sudah tahu semua tentangku? Tapi, kamu memilih buat mencari pelarian ke orang lain? Apa kamu juga masih akan seperti ini setelah kita menikah nanti?” “...” Diamnya pria itu semakin membuat Nana hancur. Seluruh harapan yang selama ini ia pertahankan dengan susah payah, rasanya karam begitu saja. Masa depan? Apakah hubungannya dengan Raga masih bisa dikatakan memiliki masa depan? “Jawab, Raga!” “Ga … kamu sayang nggak sih sama aku? Kamu masih cinta nggak sama aku?” tanya Nana. “Kamu sudah tahu jawabannya, Nana …” jawab Raga menggantung. “Nggak! Aku nggak tahu kalau kamu belum jawab.” Setetes air mata Nana mulai menetes mendapati bahwa sang kekasih bahkan tidak bisa memberi jawaban yang tegas tentang perasannya sendiri. “Kamu masih cinta sama aku, Ga?” “...” “Apa susahnya sih buat jawab?” sentak Nana. “Aku sayang dan cinta banget sama kamu, Nana …” jawab Raga cepat. “Lalu kenapa kamu berubah? Kenapa kamu tega khianati aku? Aku bahkan sampai nggak percaya kalau ini benar-benar kamu, Ga. Raga-ku nggak mungkin tega menyakiti aku sedalam ini, setelah apa yang telah kami lalui bersama selama ini,” isak Nana. Pertahanannya sudah runtuh. Ia sekarang benar-benar menunjukkan sisi terlemahnya di hadapan sang pujaan hati. “Maaf, Nana,” lirih Raga. “Stop minta maaf! Aku cuma butuh kamu putusin perempuan itu dan kembali ke aku sepenuhnya, Raga. Buktiin keseriusan cinta kamu!” pinta Nana dengan nada memohon. Sekali lagi ini saja, ia masih ingin berjuang demi Raga. “Aku nggak bisa, Na,” jawab Raga dengan tatapan sendu, syarat akan luka, persis seperti milik Nana saat ini. “Kenapa nggak bisa? Kalau kamu memang mencintaiku, harusnya kamu bisa buktiin semua itu. Atau … karena kamu sudah terlanjur jatuh cinta pada Alice?” “Maaf.” Jawaban singkat Raga seolah telah menjawab semuanya. “Oke. Sekang aku tahu harus mengambil langkah apa. Terima kasih untuk semuanya, Ga. Aku rasa, sekarang aku sudah benar-benar menyerah sama semuanya. Mungkin memang seharusnya hubungan ini berakhir sampai di sini, karena memang sudah tidak ada lagi yang bisa aku harapkan dari kita,” ucap Nana dengan bibir bergetar. Ia benar-benar hancur. Cintanya pada Raga bukanlah sesuatu yang sederhana. Nana bukan tipe orang yang mudah untuk jatuh cinta. Dan baginya, Raga adalah segalanya. Raga telah masuk terlalu dalam di hati Nana. Dan begitu pria itu pergi, luka yang tertinggal pun sama dalamnya dengan cinta yang Nana berikan pada Raga selama ini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook