bc

BUKAN PARANORMAL

book_age16+
6
FOLLOW
1K
READ
time-travel
mystery
straight
expert
female lead
supernature earth
slice of life
like
intro-logo
Blurb

Menjadi wanita dengan kelebihan membaca masa depan. Membuat Andromeda sering gelisah. Apalagi sebuah ancaman terlihat dalam bayangannya. Keluarganya akan terpecah karena kematian. Andromeda tak mau kehilangan sosok ayah untuk yang kedua kalinya.

Dengan kelebihan yang dimiliki. Andromeda pun akan berjuang sampai titik darah penghabisan. Dia akan melindungi keluarganya dari sebuah ancaman yang tak tahu dari mana datangnya. Akankah Adromeda berhasil menyelamatkan keluarganya? Atau dia sendiri akan terjebak dalam dendam yang tak bisa terbalaskan?

chap-preview
Free preview
Part 1- Mobil Baru
Gadis kecil itu berlari penuh kegembiraan, tawa yang menggelegar begitu terdengar sangat keras. Dia adalah Andromeda, putri kecil berusia lima tahun dari seorang direktur di sebuah perusahaan jam tangan terbesar di Indonesia. Pagi itu, senyum penuh kebahagiaan datang dari para kerabat yang diundang dalam acara menempati rumah baru bapak Rajendra, yang tak lain ayah dari Andromeda. Semua tamu yang datang pun mengucapkan selamat atas keberhasilan yang kini tengah menjadi anugerah terindah bagi keluarga Rajendra. Jamuan makan malam telah tersedia dengan sangat mewahnya. Para tamu undangan pun segera mencicipi hidangan yang telah disediakan. Tak terkecuali Andromeda. Dia yang melihat banyak makanan itu pun sangat-sangat antusias sekali. Maklum saja badannya yang gemuk itu seolah tak bisa kalau hanya makan satu porsi makanan. “Bunda, Meda ingin makan itu.” Sang ibunda pun menuruti makanan yang ditunjuk oleh jari telunjuk Meda. Dia segera menyuapi putri kecilnya itu yang sangat lahap sekali dengan selera makan yang tinggi. “Bun, aku sudah makan ini, aku mau makan yang itu.” Meda kemudian meminta bundanya untuk mengambil makanan yang diinginkannya itu. Dia sangatlah menikmati sajian makanan yang menurutnya tak ada yang tidak enak. Tak lama kemudian sang ayah datang dengan berhias senyum. Meda yang melihat ayahnya itu pun segera berlari dan memeluknya. Sang ayah memberikan kecupan manis pada bunda dan juga Meda. Tamu undangan mulai berguguran satu persatu. Mereka kembali pada aktivitas masing-masing. Apalagi acara itu dilaksanakn tepat di hari minggu. “Ayah, aku ingin lihat kamarku.” “Tentu saja boleh.” Belum sempat Meda melangkah, seseorang telah datang dan memanggil ayahnya. Meda pun merasa penasaran dengan laki-laki itu. Dia pun turut serta menggandeng manja tangan kanan sang ayah. “Pak Rajendar, saya ke sini untuk mengantarkan mobil.” “Iya, Mas. Silakan dibawa ke bagasi, ya.” Meda menatap ayahnya penuh tanda tanya. Dia yang mendengar kata mobil membuatnya pun seolah mengernyitkan dahi. Langkah kaki sang ayah menuju ke bagasi. Dilihatnya sebuah kendaraan roda empat berwarna putih. “Ayah beli mobil?” Celetuk sebuah pertanyaan dari gadis kecil yang penuh semangat itu. Dia menatap ayahnya dengan tatapan tajam. Sang ayah hanya terdiam, tapi anggukan kepalanya itu membuat Meda seketika bersorak kegirangan. Ayah mencium kening bunda dengan penuh kasih. Mereka kini adalah keluarga yang sangat bahagia. Meda segera meminta sang ayah untuk mengajaknya berkeliling jalan. Namun, karena hari sudah siang dan Meda harus rutin untuk tidur siang. Sang ayah pun menundanya. Dia berjanji akan mengajak Meda jalan-jalan dengan mobil baru itu. *** Mobil yang dikemudikan sang ayah dengan sangat kencang harus menabrak seorang laki-laki berpakaian serba hitam. Laki-laki itu tidak mati. Dia hanya tergeletak di atas aspal hitam. Sedangkan Meda terpental dari mobil. Meda hanya memanggil ayahnya berkali-kali. Dia melihat sang ayah terlah bersimbah darah. Meda yang kakinya harus merasa sangat sakit karena terkena batu. Dia tak bisa berdiri untuk melihat kondisi sang ayah. Meda menjerit meminta pertolongan, namun tak ada satu pun yang mau memberikan pertolongan padanya. Tangisnya pecah, melambung tinggi hingga mememcahkan langit yang tanpa mendung itu. tiba-tiba saja hujan deras mengguyur bumi. Meda terus saja menangis. Air matanya kini tak terlihat lagi, karena hujan seakan menghapusnya. Meda tetap merintih. Dia tak bisa berjalan. Dia hanya mematung dan terus memanggil sang ayah. Meda terbangun dari tidurnya. Dia menjerit memanggil ayahnya berkali-kali. Membuat bunda dan juga ayahnya segera melihat kondisi Meda yang berada di dalam kamarnya. Kepanikan pun terlihat di wajah sang ibunda. “Meda kenapa?” Meda tak menjawab. Dia seperti sangat ketakutan. Keringat dingin membanjiri dahi dan seluruh tubuhnya. Napas Meda seolah terengah-engah. Sang bunda pun segera mendekap penuh erat, tak mau bila putri kecilnya itu dalam suasana yang tidak nyaman. “Sepertinya dia mimpi buruk, ma.” Sang ayah memberikan spekulasinya, ketika melihat Meda yang penuh dengan ketakutan itu. Ayahnya pun segera berlalu dari kamar Meda. Sedangkan sang bunda masih tetap dalam dekap penuh kasih. “Hari sudah sore, ayo kita mandi.” Ibunda Meda segera mengajak putri kecilnya itu untuk mandi. Namun, Meda masih belum bisa mengikuti apa yang dikatakan bundanya. Dia masih saja terbayang-bayang mimpi yang membuat pikirannya berkelana, ketakutan itu masih menjalar dalam dirinya. “Bun, Meda takut.” “Memangnya Meda kenapa? Meda mimpi buruk?” Meda menganggukkan kepalanya. Dan tetap mendekap erat bundanya. Dia seakan tak ingin melepaskan pelukan itu, karena bayangan akan mimpi buruknya itu seperti sangat nyata dalam pelupuk matanya. “Sayang, tadi sebelum tidur berdoa apa tidak?” “Lupa, bun.” “Makanya supaya tidak mimpi buruk, Meda harus selalu berdoa supaya dijaga dari mimpi buruk.” Sang ibunda pun terus menenangkan dan membujuk Meda, hingga gadis kecilnya itu menuruti apa yang dikatakan oleh sang ibunda. *** Malam itu sang ayah merasa sangat pusing. Meda merengek untuk diajak jalan-jalan dengan mobil barunya. Tapi sang ayah sedang tak bisa menuruti apa yang diinginkan Meda. Meda pun sempat mendongkol hatinya. Dia lari ke kamarnya dan membanting pintu. Menguncinya dan seolah tak ingin bertemu dengan bunda dan juga ayahnya. Sang bunda mengetuk pintu berkali-kali dari luar, namun Meda tetap saja pada pendiriannya. Dia merasa bahwa ayahnya ingkar janji dengan apa yang sudah dikatakan padanya siang tadi. Meda pun berhias kekesalan. Hingga dia tertdidur dengan terpaksa. *** Pagi menjelang berangkat sekolah. Meda yang sudah siap dengan seragam dan juga tas dipunggungnya. Dia tiba-tiba saja memeluk ayahnya dengan sangat erat. Selesai sarapan, Meda seolah tak mau beranjak dari rumahnya. “Meda, ayo cepat, nanti ayah juga bisa telat ke kantornya.” Suara sang bunda yang lembut itu mengalun syahdu. Berharap sang putri kecil bisa segera mengkuti apa yang dikatakannya. Namun, Meda terus saja memeluk ayahnya tanpa henti. Dia seperti tak ingin berpisah dengan lelakinya itu. “Meda, kemarin katanya mau naik mobil baru, ayo sekarang kita pergi dengan mobil baru ini, ya.” Meda yang melihat mobilnya terparkir di bagasi. Dia seolah tak ingin menginjakkan kakinya ke mobil. Meda hanya sibuk untuk memeluk sang ayah dengan sangat erat. “Meda, ini sudah siang. Ayo sekarang kita berangkat.” Sang ayah mencoba untuk memberikan pengertian pada anak semata wayangnya itu. Sang ayah tak mau jika Meda terlambat ke sekolah, dan juga pastinya sang ayah tak ingin terlambat karena dia adalah panutan di kantor. “Ayah, kita pergi naik sepeda motor saja, ya.” “Kenapa harus naik motor, kan sudah ada mobil. Ayah akan mengantarkanmu ke sekolah dengan mobil ini.” Sang ayah tak mau menunda lagi. Dia segera menggendong Meda untuk masuk ke dalam mobil. Namun sang ibunda seperti punya firasat lain, hatinya tak tenang melihat sikap Meda yang berbeda dari hari-hari sebelumnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook