Prolog
“Ga, aku boleh minta sesuatu gak?” tanya Orisha dengan lirih.
Pria itu, tak juga menjawab. Ia hanya menatap Orisha dengan sedih. Tangannya tak berhenti mengelusi punggung tangan Orisha, menyalurkan kehangatan pada tubuh yang entah sejak kapan jadi semakin dingin itu.
“Ga, kalau nanti kamu punya anak cewek, anaknya dikasih nama pake nama aku, yah.” Suaranya, masih tetap lirih. Meminta agar pria itu menamai anaknya di masa depan dengan nama yang sama dari namanya. Berharap hal itu membuat Ghazfan tak akan melupakannya.
Lagi, Ghazfan tak menanggapi ucapan tersebut. Membuat Orisha kembali berujar dengan napasnya yang pendek-pendek.
“Mau kan, Ga …?”
“Ngapain,” balas Ghazfan dengan nada tak suka. “Nama Orisha gak bawa hoki. Tuh buktinya kamu, masih muda tapi udah sekarat.”
Dengan sedikit tenaga yang ia punya, Orisha menampik tangan Ghazfan yang mengelus punggung tangannya.
“Dasar Om Gas Selang Regulator nyebelin,” ujarnya seraya mencebik. “Bohong aja kenapa sih.”
“Bohong itu dosa, Sha.”
“Tapi, nyenengin orang kan dapet pahala. Apalagi orang yang udah sekarat kayak aku.”
Ghazfan kembali meraih tangan itu. Ia mengulas sedikit senyum, tapi tak lantas membuatnya mengiyakan permintaan Orisha.
“Bisa gak sih, ngomong yang manis-manis dikit?”
“Gula-gula manis, mau gula-gula?” Ghazfan merogoh saku celananya, berpura-pura mencari gula-gula. Meski sebenarnya tak ada keberadaan benda itu di sakunya.
“Bukan manis yang kayak gitu, ah capek ngomong sama kamu. Kamu gak pernah mau bikin aku seneng. Aku mau tidur aja. Jangan nangis kalo aku tidur dan gak bangun-bangun lagi. Jangan nangis kalo nanti aku udah mati dan kamu baru nyesel karena gak pernah bikin aku seneng.”
.
.
.
Note:
Hai … hai … hai ….
Otor membawa cerita mengsedih nih pemirsahh.
Semoga kalian suka.
Jangan lupa tap love dan tinggalkan komen.