Bagian 6

1548 Words
Sudah 3 bulan sejak kejadian waktu itu. Selama itu pula sikap mereka masih saja cuek satu sama lain kecuali didepan orang tua mereka, mereka akan terlihat seperti saling mencintai. Meski terkadang sikap Adrian begitu manis kepada Adelle, namun itu tidak merubah apapun di antara mereka. Adelle juga sudah mulai menyusun skripsinya kembali setelah beberapa bulan ia tinggalkan. Meski Adelle berusaha untuk tetap cuek dan terkesan tidak peduli juga kepada Adrian, namun selama ini ia menjalankan peran sebagai seorang isteri dengan baik seperti apa yang di bilang Bundanya. "Delle, ke kantin yuk." ajak Tiara. "Bentar." ucapnya sambil membereskan buku-bukunya. "Yuk." Adelle dan Tiara keluar kelas dan berjalan menuju kantin. Teman-teman yang lainnya sudah menunggu, tadi Dara memberitaunya lewat pesan. "Lo sakit, Delle ?" tanya Rama yang melihat wajah Adelle sedikit pucat. "Gue gak papa." "Tapi muka lo pucet." ucap Rama. Adelle menggeleng. "Gak papa, mungkin kecapean." sahut Adelle. "Mending lo pulang deh, gue anterin yah?" ujar Rama dengan nada khawatir. Adelle tersenyum. "Gue gak papa Ram, gue juga bisa pulang sendiri, gak papa." ujar Adelle. Rama menghela nafasnya, niatnya ingin berduaan dengan Adelle dengan alasan mengantarkannya pulang, namun harapannya pupus sudah. "Gue duluan ya." ucap Adelle langsung berdiri dan pergi tanpa menunggu jawaban dari teman-temannya itu. Sedari tadi di dalam kelas, kepala Adelle memang terasa pusing. Wajahnya juga sedikit memucat. Adelle terus menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir rasa pusingnya dan memfokuskan pandangannya ke arah depan karena memang ia sedang menyetir sekarang. 20 menit kemudian Adelle sampai di rumahnya, sebelumnya pagar rumahnya sudah dibuka oleh Pak Dadang. Ternyata Adrian juga sudah pulang, terlihat dari motornya yang sudah terparkir digarasi. "Nyonya sakit ?" tanya pak Dadang sedikit khawatir. Adelle tersenyum. "Gak papa Pak, hanya sedikit pusing." Adelle langsung masuk kedalam rumah, rasa pusingnya sekarang semakin menggila. Namun tiab-tiba pandangannya memburam, tubuhnya melemas dan ia terjatuh, sedetik kemudian pandangannya menggelap. Adrian yang sedang memainkan ponsel sambil berbaring disofa, langsung menengok ke arah pintu yang terbuka. Matanya membulat saat melihat Adelle yang jatuh tak sadarkan diri didepan pintu. Adrian melempar ponselnya ke sofa, lalu ia menghampiri Adelle. “Delle,” Adrian menepuk-nepuk pipi tembam Adelle dengan telunjuknya. Lalu dengan cepat Adrian menggendong Adelle menuju ke kamarnya sendiri. Dibaringkannya Adelle di ranjang, menatap wajah Adelle sebentar. Wajahnya sangat pucat sekali. Adrian melarikan punggung tangannya ke kening Adelle, menempelkan tanggannya sebentar. "Panas. Dia demam." gumam Adrian. Adrian segera pergi ke dapur untuk mengambil air dan handuk kecil untuk mengompres Adelle. “Bibi tolong buatin bubur ya, Adelle sakit.” Ucapnya pada Bi Yanti yang tengah mencuci sayuran. Bi Yanti langsung menoleh. “Nyonya sakit kenapa, Tuan?” tanya Bi Yanti panik. “Dia demam. Bibi tolong buatin ya buburnya, pake sayur.” Ujar Adrian sambil menuangkan air kedalam wadah. “Iya Tuan, sekarang bibi bikinin.” “Makasih Bi, saya ke atas dulu.” “Iya Tuan.” Setelah itu Adrian langsung berlari ke kamarnya. Jujur ia khawatir dengan keadaan Adelle sekarang. Baru kali ini Adelle sakit seperti ini selama menikah dengannya. Dengan telaten, Adrian mengompres Adelle yang masih memejamkan matanya. "Lo kenapa sih?" gumamnya sambil terus memandang wajah pucat Adelle. Ditariknya selimut, menutupi tubuh Adelle sampai d**a. Adrian beralih ke kasur sebelah Adelle, masih dengan memperhatikan wajah pucat Adelle. Entah sudah berapa lama Adelle memejamkan matanya, dan selama itu pula Adrian masih setia disamping Adelle sambil sesekali memeras handuk dan mengompresnya kembali. Lalu Adrian mulai membaringkan tubuhnya disamping Adelle dan tanpa sadar ia juga ikut tertidur. Waktu sudah menunjukan waktu menjelang magrib dan Adelle masih belum membuka matanya. Entah masih pingsan atau tidur. Adelle menggeliat tak nyaman, tubuhnya menggigil hebat, rasanya benar-benar dingin meski sudah memakai selimut. Adrian yang merasakan ada pergerakan dari Adelle, langsung saja membuka matanya. Diliriknya ke samping Adelle yang menggigil kedinginan. Karena tak tega melihat Adelle yang kedinginan, tanpa pikir panjang Adrian langsung memeluk tubuh mungil Adelle. Mendekapnya erat menyalurkan kehangatan. Adelle bergerak mencari posisi nyaman di d**a bidang Adrian dengan mata yang masih terpejam. Adrian semakin mempererat pelukannya. Kemudian mereka tertidur kembali dalam posisi berpelukan. **** Adelle menggeliat tidak nyaman, cahaya yang masuk melalu celah gorden menganggu tidurnya. Rasanya pagi ini hangat sekali dan Adelle tidak ingin bangun. Namun, karena ia memang tidak biasa bangun siang jadilah dengan terpaksa ia harus bangun. Dengan perlahan Adelle membuka matanya. Mengerjapkan matanya untuk memperjelas pandangannya. Mata Adelle terbelalak saat melihat Adrian yang tidur disampingnya dengan posisi mereka saling berpelukan. "Adrian." gumam Adelle pelan. Tak lama kemudian, Adrian membuka matanya. "Eh, lo udah bangun." ucapnya serak khas orang bangun tidur. Adelle melepaskan pelukannya, dan pipinya merah merona. "Gimana? Masih pusing gak?" tanya Adrian. "Masih sedikit pusing sih, tapi gak papa." sahut Adelle. "Mau ke dokter ?" "Gak usah, nanti juga sembuh." "Kalo gitu, lo makan terus minum obat ya, gue ambilin bentar. Lo tunggu disini!" ucap Adrian langsung bangkit dan berjalan keluar. Tak lama Adrian masuk dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur, segelas air dan beberapa obat. "Makan dulu. Semalem gue suruh Bibi buat masak, tapi karna lo gak bangun-bangun jadinya sekarang lo makan." ucap Adrian sambil mengaduk-ngaduk bubur. "Buka mulutnya." Perintah Adrian. Adelle langsung melahap buburnya. Namun suapan berikutnya ia tidak memakannya. Rasanya pahit, mungkin efek sakit. "Udah Yan, gak enak. Mulut gue pahit." "Ayolah. Dikit lagi aja, habis itu udah." Adelle langsung melahap bubur yang disodorkan Adrian. Setelah beberapa suapan lagi, Adelle langsung meminum obatnya. "Lo gak sekolah ?" tanya Adelle. Pasalnya sekarang hampir pukul tujuh. "Istri gue lagi sakit masa gue tinggalin." ucap Adrian tersenyum kecil. Pipi Adelle merona. "Biasanya juga lo gak peduli sama gue." ucap Adelle. Adrian menoleh dan menatap Adelle, membuat Adelle tertunduk. Adrian mengela nafasnya. "Dulu gue menginginkan pernikahan gue hanya sekali seumur hidup. Dan mungkin gak ada salahnya kalo gue coba buat ngejalanin pernikahan ini seperti bagaimana pernikahan lainnya. Gue mau coba buat buka hati gue setelah setelah sekian lama gue tutup rapat, dan itu cuma buat lo." ucap Adrian tersenyum lembut. "Gu..gue.. Enghh.." ucap Adelle terbata-bata. Kemudian menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan. "Bukan lo, tapi kita." Katan Adelle lalu tersenyum. Adrian tersenyum lalu menggenggam tangan Adelle. "Kita mulai dari awal yah? Gak ada sandiwara didepan orang tua kita." Adelle tersenyum lalu mengangguk. "Sorry, selama ini gue belum bisa jadi suami yang baik buat lo, yang bertanggung jawab sama apa yang menyangkut lo. Gak peduli sama kondisi lo yang tau-tau sakit kaya gini. Maaf." ucap Adrian dengan lirih dan terdengar nada menyesal disana. "Lo gak salah. Lo cuma belum terbiasa aja sama semuanya. Gue ngerti kok" ucap Adelle sambil mengelus pipi Adrian lembut. Adrian tersenyum lembut. Lalu Adrian tanpa sadar mengelus pipi Adelle dengan lembut kemudian ia mengecup bibir Adelle singkat membuat Adelle mematung ditempat, wajahnya merona. “Sorry.” Ucap Adrian lalu ia menyengir kuda. "Gak papa." ucap Adelle tersenyum malu. "Lo istirahat lagi ya." Adrian hendak berdiri namun tangannya ditahan oleh Adelle. "Lo disini aja Yan. Temenin gue." ucapnya pelan. Adrian menangguk lantas membaringkan tubuhnya disamping Adelle dan langsung memeluk Adelle yang masih terasa panas. Mungkin demamnya belum turun. Adelle mencari posisi nyaman di d**a bidang Adrian. Tak lama Adrian merasakan deru nafas teratur dari Adelle yang tandanya Adelle sudah tertidur. Adrian tersenyum. "Aku sayang kamu." bisiknya. Adelle tersenyum kecil. Sebenarnya ia belum tidur. Ia hanya memejamkan matanya. Aku juga sayang kamu, Yan. Batin Adelle. **** Adelle bersenandung kecil sembari mengoleskan rotinya dengan selai nuttela. Pagi ini ia ingin membuatkan sarapan untuk Adrian sebagai bentuk terimakasihnya karna Adrian sudah merawatnya semalaman. Adrian sendiri sekarang tengah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Adelle memasak omelet sayur untuk Adrian. Ia tahu kalau Adrian menyukai omelet, makanya ia membuatnya. Sedangkan ia sendiri hanya memakan roti untuk sarapannya, karna memang belum lapar. Keadaan Adelle sudah mendingan sekarang, panasnya juga sudah turun. Namun masih terasa pusing, lemas dan dingin. “Sarapan dulu, Yan, gue bikinin omelet sayur.” Ujar Adelle saat Adrian baru saja tiba di meja makan. Adrian meninggungkan senyum tipisnya. “Thanks.” Lalu ia duduk dan langsung memakan omelet buatan Adelle. “Lo gak makan?” tanya Adrian saat ia melihat Adelle hanya memakan roti saja. Adelle menggeleng. “Nanti aja kalo mau minum obat, lagian gue belum laper.” Adrian hanya mengangguk pertanda mengerti. Matanya memandang Adelle yang tampak menggemaskan sekarang. Sudut bibinya terdapat noda nuttela yang belepotan. Adrian terkekeh lalu menguluskan tangannya mengusap sudut bibir Adelle dengan ibu jarinya membuat tubuh Adelle menengang. “Gimana mau punya anak kalo lo makan aja masih kaya anak kecil.” Ujar Adrian tiba-tiba, membuat Adelle mematung. “Si-siapa jug-juga yang mau punya a-anak.” Sanggah Adelle terbata-bata. “Lo gak mau punya anak?” tanya Adrian menaikkan satu alisnya. “Ya mau lah.” “Berarti lo udah siap dong?” goda Adrian. “Siap apa?” “Buat punya anak.” Ujar Adrian menaik-turunkan alisnya. Wajah Adelle memerah, lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak menatap Adrian. “Gak tau.” “Kok gak tau?” “Ya gak tau aja.” Adrian terkekeh pelan lalu ia mencondongkan wajahnya ke depan. “Kalo udah siap bilang gue ya.” Bisiknya. Wajah Adelle merah padam sekarang, rasanya Adelle ingin menenggelamkan Adrian pada bak cucian, bisa-bisanya Adrian menggodanya. “Gue berangkagt. Jangan kangen.” Ujarnya lalu bangkit. “Muka lo merah, gue suka.” Ujarnya lagi lalu.. Cup.. Adrian mengecup kening Adelle lalu berangkat sekolah. Sedangkan Adelle, gadis itu masih mematung ditempat sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD