"Berhenti!"
Suara berat terkandung akan keberanian yang tinggi tiba-tiba saja muncul menginterupsi aksi kriminal yang tengah dilakukan pria jahat tadi. Perlahan pria jahat yang masih mengendong tubuh Shania itu menoleh ke belakang karena suara yang dirasanya mengganggu itu berada di belakangnya.
"Turunkan dia!"
Suara tadi berlanjut memerintah dengan lantang. Shania yang terisak menangis kini mulai bisa bernafas lega. Dalam hati mengucapkan banyak puji syukur karena akhirnya ada yang datang dan mau menolongnya.
"Ckk ... lebih baik urus urusan Lo sendiri, gak usah ikut campur urusan orang lain," kata pria jahat itu dengan decakan.
Tahu kalau negosiasi hanya akan berakhir sia-sia saja, pria yang hendak menolong Shania itu pun maju untuk menghajar pria jahat itu. Melihat itu, pria jahat itu langsung melepaskan tubuh Shania secara kasar ke atas tanah yang beraspal.
"Awww ...." Rintih Shania karena pinggangnya terasa remuk. Tapi bukan itu yang terpenting sekarang karena pria jahat dan pria yang menolongnya itu kini terlihat sedang adu jotos.
Shania yang melihatnya sedikit khawatir karena tubuh yang dimiliki oleh pria jahat itu dua kali lipat lebih unggul dari tubuh pria yang menolongnya apalagi pria itu memakai setelan jas yang pastinya akan menyusahkan untuk bergerak. Namun walaupun demikian, Shania tetap merapalkan doa dalam hati seperti yang ayahnya sering ingatkan apabila menemui situasi yang bahaya ingatlah akan Tuhan karena Ia pasti akan membantu. Shania berharap banyak pria baik yang mau menolongnya itu menang.
Perkelahian di awali dengan tinjuan yang pria baik itu layangkan pada wajah pria jahat itu. Wajahnya menoleh ke samping namun tidak membuat pertahanannya goyah. Pria jahat itu membalas tinjuan pada bagian perut. Pria baik sedikit terundur ke belakang.
Pukulan per pukulan dilayangkan oleh mereka berdua secara bergantian bahkan tendangan per tendangan pun juga turut mewarnai perkelahian mereka. Pria baik mulai kewalahan menangkis banyaknya serangan. Melihat ada celah, pria jahat itu berancang-ancang memberikan pukulan bertenaga penuh.
Brakk
Kalau kalian menduga itu ada keberhasilan yang didapatkan oleh pria jahat, berarti seratus persen kalian salah. Pria baik? No-no Juga salah. Kenapa? Karena pukulan yang menghasilkan suara yang lumayan keras itu sebenarnya berasal dari Shania. Menggunakan balok kayu yang padat, Shania memukul kepala botak milik pria jahat itu. Secara spontan, pria jahat itu langsung terguling ke tanah setelah menerima pukulan dari Shania. Ia pingsan!
"D-dia m-mati?" Tanya Shania polos karena yang ia lihat pria jahat itu tidak bergerak sama sekali.
Mendengar pertanyaan Shania, pria baik itu terkekeh geli karena lucu baginya melihat ekspresi Shania saat bertanya, benar-benar terlihat polos.
"Tidak. Dia tidak mati, hanya pingsan saja," jelasnya tapi masih diselingi dengan kekehan.
Shania tiba-tiba saja menangis, memunculkan tanda tanya di kepala pria baik itu. Padahal tadi tangisannya sudah terhenti tapi kenapa menangis lagi. Dan juga, penjahat itu sudah KO di tangannya sendiri seharusnya Shania senang bukan malah sebaliknya. Apakah gadis itu tersinggung karena di tertawakan? Pikir pria itu.
"Hei, kenapa menangis?" tanya pria itu.
Sebelum menjawab, Shania menarik ingusnya yang hampir turun. "G-gua ... G-gua t-takut," ucap Shania terbata-bata.
Pria baik itu memegang bahu Shania, ia menatap Shania dengan sedikit menunduk menyesuaikan tubuh gadis itu yang jauh lebih pendek darinya. "Kenapa takut? Penjahatnya sudah kalah sekarang, seharusnya kamu senang?" Sebagai respons, Shania hanya menggelengkan kepalanya.
Pria baik itu menghela nafas panjang, tanpa berpikir lagi ia menarik tubuh Shania untuk ia bekap. Pria dengan setelah jas berwarna merah maro itu sama sekali tidak berpikiran untuk modus kepada Shania. Karena yang ia ketahui, sebuah pelukan adalah salah satu cara untuk menenangkan seseorang yang sedang menangis.
"Sudah. Jangan menangis lagi." Dia mengusap pelan punggung Shania.
"Maaf karena tadi sempat berpikir untuk tidak menolong kamu," lanjut pria itu. Benar sekali, pria itu adalah pengendara mobil yang mobilnya terkena lemparan sepatu milik Shania tadi. Ia merasa bersalah karena terlambat datang menolong gadis yang ada di dalam berkapanya ini. Andaikan sedari awal ia sadar kalau gadis ini benar-benar membutuhkan bantuannya, mungkin saja Shania tidak akan memiliki trauma yang menyebabkannya menangis sesenggukan.
Tapi Shania yang mendengar penuturan jujur dari pria itu, tidak begitu peduli. Karena bagi Shania, lebih baik datang terlambat daripada tidak sama sekali.
Shania melepaskan pelukan mereka. Tangisannya kini mulai meredam. "Maaf." Shania ikutan meminta maaf yang membuat pria itu bingung.
"Untuk apa?" Tanyanya dengan alis yang terangkat.
"Bajunya basah, gua tadi cuma mau lap air mata aja tapi ingusnya malah ikutan. Sekali lagi maaf." Shania membungkuk dalam.
Seketika mata pria itu langsung turun untuk melihat apa maksud gadis di hadapannya ini. Setelah selesai melihat hasil karya Shania, pria itu menarik nafas panjang. Tenang. Ia tidak akan memarahi Shania karena tidak baik marah kepada orang yang sedang menangis.
"Tidak apa-apa," kata pria itu sembari melepaskan rompi jasnya.
"Kalau saya boleh tahu, kenapa kamu bisa berkeliaran di larut malam seperti ini?"
Diberi pertanyaan seperti itu, membuat Shania bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin ia jujur mengatakan kalau ia kabur dari rumah.
Melihat Shania yang hanya memainkan jari-jemarinya, pria itu jadi tahu kalau gadis yang ada di hadapannya ini pasti tidak punya tempat tujuan.
"Apa ka—"
"Gua bisa minta tolong?" Tanya Shania yang langsung menyela ucapan pria itu.
"Bisa, selagi itu masih berada di dalam batas kemampuan saya."
"Bisa tolong anterin gua ke hotel terdekat yang ada di sini?" Malam masih panjang, Shania pikir ia harus mencari tempat untuk ia bisa tertidur terlebih dahulu agar keesokan harinya ia bisa melanjutkan pelariannya dengan tenaga yang bugar. Shania percaya penuh pada pria yang ada di hadapannya ini, karena pria itu memiliki hati yang baik buktinya saja pria itu tadi mau menolongnya walaupun risikonya harus terluka.
Pria baik itu terdiam, tampak sedang menimbang-nimbang.
"Baik. Kebetulan saja, saya punya teman yang memiliki penginapan hotel yang berada tidak jauh lagi dari sini. Saya akan antar kamu ke sana. Ayo." Laki-laki itu sudah mulai beranjak. Namun baru beberapa langkah ia berjalan, ia lalu menoleh lagi ke belakang karena menyadari kalau gadis itu tidak mengikutinya.
Pria itu melihat arah pandang Shania yang mana tertuju pada pria jahat yang terlihat masih pingsan dengan posisi yang tengkurap. "Kamu tenang saja, anak buah saya akan datang untuk mengurusi preman itu," katanya, menjelaskan.
"Ayo," lanjut pria itu.
"Ahh ... Iya." Shania pun mulai beranjak mengikuti kaki-kaki jenjang milik pria itu yang berjalan menuju mobilnya. Namun sebelum itu, Shania mengambil koper serta tasnya yang tertinggal di bangku tak jauh dari tempatnya sekarang ini.