Shania dan Jean kini sudah terlihat tiba di rumah sakit. Setelah selesai bertanya kepada seorang petugas rumah sakit mengenai di mana tepatnya orang yang mereka ingin temui di tempatkan, keduanya kemudian bergegas menuju ke sana.
Mereka terlihat berjalan dengan terburu-buru, Shania sendiri mencoba agar dirinya tidak tertinggal oleh langkah lebar yang Jean ciptakan sehingga membuat dirinya selalu bisa berjalan di samping laki-laki itu.
Mereka menaiki lift, dan Jean yang menekan tombol yang akan mengantarkan mereka di lantai berapa. Kemudian, laki-laki itu termundur ke belakang sembari menunggu pintu lift itu terbuka kembali. Shania mencoba untuk memerhatikan Jean sebentar, laki-laki itu terlihat menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Mungkin laki-laki itu sedang mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kenyataan yang akan mereka hadapi nantinya.
Tatapan Shania kemudian teralih ke depan, pada pintu yang tertutup. Perlahan ia membuat kelopak matanya menutup, menjadikan sedikit kegelapan sebagai layar yang ia lihat sekarang ini. Dengan mata yang tertutup itu, Shania mulai merapalkan sebuah doa. Semoga saja kabar yang akan mereka dengarkan nantinya bukan lah sebuah kabar yang buruk yang dapat merugikan pihak korban. Sebaliknya, Shania berharap semoga kabar itu adalah sebuah kabar baik yang selalu dinantikan oleh banyak orang, terkhususnya Jean sendiri. Semoga tidak terjadi sesuatu yang membahayakan kepada sang pelaku karena Shania tidak ingin hal itu malah menghambat penyelidikan. Bertepatan dengan mata Shania yang terbuka, pintu lift itu juga turut terbuka dengan menggunakan pertanda sebuah bunyi dentingan kecil.
Ting ...
Pintu lift yang terbuka itu menghantarkan Shania dan Jean ke lantai 4, di mana di salah satu kamar yang berada di lantai tersebutlah yang menjadi tempat perawatan pelaku yang sudah Shania ketahui bernama Gio itu. Jean terlebih dahulu keluar, setelah itu barulah Shania menyusul.
Ketika mereka sudah sampai, mereka disuguhkan dengan sebuah pemandangan di mana sebuah kamar yang pintu depannya terlihat dijaga oleh beberapa orang berseragam coklat. Langkah mereka perlahan diperlambat saat seseorang ketua dari kelompok berseragam coklat atau yang di biasa disebut polisi itu menghampiri Jean.
"Selamat datang, Tuan," sapanya terlebih dahulu kepada Jean.
"Bagaimana keadaan orang itu di dalam?" tanyanya ketika sudah selesai membalas sapaan orang yang umurnya mungkin hampir mencapai dua kali lipat dari umur Jean sendiri. Terbukti dari kumis dan rambutya yang sudah sedikit memutih.
Setelahnya, sang polisi menjelaskan kepada Jean setiap detai, tanpa sedikitpun yang ditutup tutupi tentang kondisi terkini dari sang pelaku. Shania dan Jean kemudian jadi tahu kalau ternyata sang pelaku mengalami kondisi kritis lantaran luka tembak itu ternyata telah di daratkan di tempat yang sangat tidak menguntungkan bagi tubuh sang pelaku itu sendiri.
"... Jadi, melihat bagaimana kondisi sang pelaku sekarang ini, kita jadi tidak bisa melakukan interogasi lebih jauh lagi. Mungkin itu akan berlangsung sampai di mana pelaku tersebut siuman dari komanya," jelasnya dengan panjang lebar. Informasi tentang kondisi pelaku yang bernama Gio itu sebenarnya ia dapatkan langsung dari dokter yang menangani pasien. Sehingga sang polisi dapat menyimpulkan bagaimana mereka harus menangani kasus Andi.
"Jadi begitu ya ...." Ujar Jean dengan nada yang cukup terdengar sedikit tidak bersemangat. Shania melirik sebentar kepada laki-laki itu, seketika ia tahu kalau wajah laki-laki itu terlihat sedikit melemah. Gadis itu memakluminya, karena Shania sendiri juga merasa seperti itu.
"Iya, Tuan. Untuk informasi lebih lanjutnya tentang kemajuan kasus ini akan terus kami kabari kepada Tuan. Dan juga, kami tidak akan berhenti mencari keberadaan salah satu pelaku lainnya yang belum tertangkap. Jadi, saya harap Tuan bisa bersabar menunggu, karena kami pasti akan mengusahakan untuk memberikan yang terbaik kepada, Tuan" ujar polisi itu lagi.
Jean terlihat manggut-manggut, pertanda kalau ia sudah mengerti dan menerima informasi itu. Meskipun sedikit merasa kecewa, tapi Jean tidak ingin putus harapan. Laki-laki itu yakin kalau cepat atau lambat yang namanya kejahatan pasti akan menemui akibatnya juga dan mereka yang pernah menjadi korban pasti sebentar lagi akan menemui kebahagiaan yang sebenarnya.
"Kalau begitu, ijinkan saya untuk melihat bagaimana rupa pelaku itu," pinta Jean dan mendapatkan anggukan dari orang yang ia mintai ijin.
"Silahkan."
Shania yang juga ingin melihat, mengikuti ke mana langkah Jean menuju. Polisi itu meminta kepada bawahannya untuk menyingkir dari muka pintu agar Jean memilik jalan untuk ke sana.
Mendengar dari pembicaraan Jean dan polisi itu, Shania jadi tahu kalau ternyata Gio bisa tertangkap oleh polisi saat laki-laki itu tengah bermain di klub malam. Ya, Shania sempat memberi gambaran bagaimana rupa laki-laki itu sehingga dengan gambaran tersebut polisi jadi lebih mudah untuk mengumpulkan bukti lain, kebetulan waktu itu Shania memang sempat melihat secara jelas wajah laki-laki itu.
Entah kenapa, tapi pada saat itu Gio tidak bersama dengan Bella yang menjadi alasan kenapa wanita itu tidak ikut tertangkap. Polisi juga sudah memeriksa rumah yang menjadi tempat tinggal mereka bersama. Rupanya rumah itu sudah lama ditinggalkan oleh keduanya, tepatnya setelah kejadian di mana mereka telah ditetapkan sebagai buronan. Gio yang tidak sadarkan menjadi arti kalau mereka tidak bisa menanyai kepada laki-laki itu di mana Bella bersembunyi.
******
"Laras, apa kamu lapar?" tanya Jean pada saat mereka kini telah berada di dalam mobil dan hendak menempuh perjalanan untuk pulang.
Shania langsung menoleh kepada Jean. "Tidak Tuan," ujar Shania dengan jujur. Ya, ternyata efek dari makanan yang ia makan beberapa jam yang lalu atau tepatnya waktu siang tadi masih bekerja di dalam tubuhnya.
"Oh ya udah," ujar Jean kemudian, laki-laki itu terlihat fokus mengemudikan mobilnya.
"Apa sebenernya Tuan sendiri yang lapar?" tanya Shania yang merasa kalau ucapannya Jean barusan seperti terdengar adanya kekecewaan.
Jean menggeleng. "Tidak, saya hanya bertanya saja," jawabannya secara spontan. Namun, mungkin sepertinya Dewi Fortuna tidak sedang ingin memihak kepada laki-laki itu lantaran setelah dirinya melemparkan kata itu perut laki-laki itu seketika bergemuruh.
Kryukk-Kruyuk
Seketika hal itu membuat wajah Jean langsung bersemu merah, ia merasa malu. Sedangkan Shania sendiri langsung memalingkan mukanya ke arah jendela untuk menyembunyikan raut tawanya itu, ia tidak ingin membuat Jean bener-bener tenggelam dalam rasa malunya itu.
"Uhuk ... Uhuk ...." Jean mengeluarkan suara batuknya untuk menetralkan suasana. Hal itu semakin membuat Shania semakin ingin menempel pada dinding jendela mobil. Bayangkan saja, siapa yang akan mampu coba jika berada dalam posisi Shania saat ia menemukan kalau laki-laki yang berparas tampan dan berwibawa bisa berada dalam kejadian seperti itu. Hal itu sangat tidak matching dengan penampilan rupawan yang dimiliki olehnya.
"Laras, kamu sedang menertawakan saya ya?" ujar laki-laki itu yang ternyata bisa membaca gerak-gerik Shania yang duduk di sampingnya.
"Hah ... Tidak kok, Tuan," ucapnya dengan gelengan. "Tuan, di sana ada tukang bakso, bagaimana kalau kita mampir sebentar di situ saja," lanjut Shania mengatakan dengan cepat, agar Jean tidak menuding dirinya lagi.