Usaha Shania

1014 Words
Dengan mengantongi secarik kertas berisikan alamat, Shania pun berpamitan dengan kedua pria yang sangat baik karena telah mau membantu dirinya. Karena berkat kepala sekolah yang bernama pak Irwan itu, Shania jadi tidak perlu pergi ke kantor polisi untuk mengidentifikasi siapa pemilik mobil yang kebetulan parkir tepat di dekat TKP penculikan Andi. Pak Irwan mengenali siapa pemilik mobil tersebut, yaitu salah satu wali murid SD Garuda yang kebetulan berkerabat dekat dengannya. Pak Irwan tidak bisa mengantarkan Shania langsung ke rumah wali murid tersebut lantaran ia masih harus mengurusi beberapa hal yang ada di sini, sebagai gantinya pak Irwan memberikan Shania alamat rumah wali murid itu. Shania berkeyakinan kalau kamera dashboard yang terdapat pada mobil wali murid itu pasti ada merekam jelas tentang kejadian penculikan Andi dan juga plat mobil penculikan itu bisa dilihat dari kamera dasboard tersebut. Shania ingin langsung mendapatkan benda tersebut agar bisa membawanya ke kantor polisi sehingga dapat mempermudahkan mereka untuk mencari Andi dan proses pencarian Andi pun dapat menemui hasil. Shania bergegas dengan cepat keluar dari lingkungan sekolah. Ia kini berada di tepian jalan, bersiap untuk menghentikan taksi yang lewat. Setelah beberapa detik kemudian ia berhasil menghentikan salah satu kendaraan beroda empat tersebut, segeralah gadis itu masuk ke dalam dengan langsung mengatakan tempat yang harus dituju oleh supir taksi itu. Supir taksi yang mengerti kalau penumpang barunya ini sedang terburu-buru, segeralah ia tancap gas. "Pak, maaf. Apa kecepatannya bisa sedikit di tambahkan lagi?" tanya Shania pelan dan hati-hati. "Maaf, Mbak. Kecepatan mobil ini sudah hampir mencapai maksimal, saya tidak mau mengambil resiko," ungkap sang supir dengan menatap Shania melalui kaca spion yang berada di dalam mobil itu. Shania menghela napasnya, mendengar itu tidak membuat Shania memaksa karena ia juga mengerti. Meskipun keadaan saat ini sedang sangat genting, tapi Shania tidak ingin orang lain jadi ikut terkena dampaknya, gadis itu membawa akal sehatnya agar tidak gegabah melakukan sesuatu. Tidak kurang dari dua puluh menit, kini Shania sudah tiba di tempat yang ia tuju. Shania menatap rumah itu sambil sesekali melirik secarik kertas di tangannya. "Sepertinya, memang ini rumahnya," gumam gadis itu, ia pun melipat kembali kertas tersebut dan memasukkannya ke dalam tas. Setelah itu, ia pun menekan tombol bel yang berada di depan gerbang rumah. Udara di luar bisa di katakan lumayan dingin lantaran matahari sudah lama kembali ke rumahnya, membiarkan bulan yang melanjutkan pekerjaannya. Gadis itu mempererat cardigan tebal pada tubuhnya agar dapat lebih bisa memerangi rasa dingin itu. Shania menatap jam yang menggintari tangan mungilnya, gadis itu mendesah hebat. Sekarang ini sudah pukul delapan malam, Shania khawatir dengan keadaan Andi yang sudah menghilang selama hampir tujuh jam. Bagaimana anak itu sekarang? Karena belum juga dibukakan pintu gerbang itu, Shania kembali menekan bel. Ia menekannya berkali-kali dan tanpa membiarkan adanya jeda. Gadis itu hampir menangis apabila pintu itu belum juga dibuka. Beruntung saja air matanya belum sempat turun karena tepat pada saat itu pintu gerbangnya sudah terbuka. Kini di hadapan Shania telah berdiri seorang satpam, dia lah pelaku yang membukakan pintu gerbang itu tadi. "Ada apa? Mengganggu orang lagi tidur saja," ucapnya dengan nada sarkas. Tak hanya itu saja ia juga menatap Shania dengan tatapan yang kentara sekali kalau dia tidak suka dengan kehadiran Shania di sini. Sebelum menjawab, Shania sempatkan dirinya terlebih dahulu untuk menelisik ke dalam, di mana ada sebuah rumah kokoh yang berdiri di dalam sana namun anehnya tidak terlihat adanya penerangan di rumah tersebut, adapun hanya di tempat-tempat tertentu saja. Padahal rumah itu lumayan besar dan mewah, walau belum bisa menyamai rumah majikannya, Jean. "Selamat malam, Pak. Maaf mengganggu waktunya sebentar. Saya di sini hanya ingin menemui tuan rumah ini saja," ujar Shania setelah menunduk dengan sopan. Sedangkan orang tua itu terlihat sedikit tidak minat. "Apa kamu udah buat janji sebelumnya?" tanyanya terdengar sedikit terpaksa. Shania menautkan jari-jemarinya. Ia memiliki jawaban untuk pertanyaan laki-laki tua itu, tapi Shania sedikit ragu mengatakannya karena jawaban yang ia punya adalah kata 'tidak'. Shania yakin setelah ia menyebutkan kata itu pastilah ia akan langsung diusir dari sini. "Saya ... Saya—" "Kalaupun sebelumnya kamu ada janji, sebaiknya kamu datang di lain hari saja karena pemilik rumah ini sedang tidak ada. Mereka semua sedang pergi untuk liburan keluarga. Dan hanya akan kembali dua hari lagi," ucap pak satpam yang secara otomatis membuat tubuh Shania terasa meregang. "Bapak gak bohong, 'kan?" tanyanya karena sulit untuk bisa ia percayai, satu-satu harapannya kini sudah pupus termakan oleh fakta yang teramat pahit. Orang tua itu mendengus kesal. "Kamu kira aku akan dapat keuntungan kalau aku berbohong? Sebaiknya kamu pergi saja dari sini sekarang. Dengan begitu aku bisa melanjutkan tidurku yang diganggu olehmu," ungkapnya yang terdengar marah. Ia kesal karena sudah membuang-buang waktunya untuk meladeninya gadis di depan ini yang padahal percuma saja karena tidak mau mempercayai fakta yang ia katakan. "Tapi, Pak. Saya—" Bruk Pintu itu langsung ditutup oleh pak satpam tanpa membiarkan Shania untuk merampungkan perkataannya terlebih dahulu. Ada dua tipe manusia, jika tadi ia bertemu dengan orang yang memahami tentang kesusahan orang lain yaitu pak kepala sekolah dan penjaga cctv, sekarang gadis itu menemui orang yang masa bodoh akan kesusahan orang lain. Gadis itu menarik napas dalam. Ia bingung bagaimana lagi caranya ia bisa menemukan mobil itu. Memang mobil itu bukan satu-satunya mobil yang terlihat di kamera cctv, karena ada satu mobil lainnya lagi. Namun, sayangannya Shania hanya mengetahui alamat dari mobil yang pak Irwan berikan padanya saja. Shania pikir bukti itu akan langsung ia dapatkan apabila ia mengunjungi alamat yang diberikan pak Irwan saja, jadinya gadis itu bergegas pergi tanpa mencari tahu alamat dari mobil satunya lagi. Namun, siapa sangka langkah pertamanya ternyata tidak dimudahkan. Gadis itu harus menemui persoalan tidak terduga seperti ini. Ia tidak bisa menyalahkan siapapun di sini, karena memang tidak ada yang bersalah. Gadis itu kemudian mau tidak mau harus beranjak dari pintu gerbang yang sudah tidak mau menerima kehadirannya lagi itu. Shania pikir ia harus segera kembali ke kantor polisi sekarang, di sana ia bisa membaur dengan yang lainnya, mereka yang sedang mencari Andi juga. Lagipula ia telah lama menghilang, Shania tidak ingin Fika yang sedang menghawatirkan Andi jadi harus repot repot menghawatirkan dirinya juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD