bc

Eer

book_age16+
34
FOLLOW
1K
READ
friends to lovers
goodgirl
brave
confident
no-couple
loser
bully
highschool
first love
spiritual
like
intro-logo
Blurb

"Ulal melingal lingal di atas pagal pak Umal. Mum... Aku lasa ulalnya udah bosen melingal di pagal pak Umal muluk. Kayaknya udah pindah ke lain hati Mum."

*****

Safirara Safira Firari,

Itu namaku, panggil aja Rara. Sama seperti manusia aku juga suka makan, tidur, main HP dan melakukan aktifitas lainnya seperti manusia. Ya karena aku memang manusia...

Aku manusia, tapi aku tergolong spesias langkah, lebih langkah dari badak Sumatera, lebih di cari dari pada uang. Ya karena aku satu satunya, Mumy gak nyetok banyak spesias kayak aku. Aku ini langkah, unik dan berharga. Itu sebabnya huruf R minder dan gak mau berteman baik sama aku. Bukannya sombong ya... Tapi ini fakta loh...

Singkat cerita aku ini cadel, dan sampai saat ini aku belum bisa menyebut nama ku dengan benar. Lucu gak sih, nama kaya akan huruf R tapi gak bisa ngomong R...

Kepo?? Yuk baca story ku... Lets check in out !!

***

chap-preview
Free preview
Rara
"Pagi mum...." "Pagi, tumben anak mum udah bangun, kesambet apa?" "Kesambet jin iplit" "Kesambet jin Ip-Rit dek..." kak Gino mengacak rambut ku dan sukses membuat ku dongkol seratus persen. "Lo mah kak..ngina gue muluk. Bial pun gue gak bisa ngomong Er, tapi gue banyak fans gak kayak lo. Jomblo dali lahil" Kak Gino lagi lagi tertawa terbahak-bahak. "Ngomong lahir aja gak bener sosoan ngatain orang..." Kak Gino selalu sukses membuatku dongkol setengah mampus, biasanya dalam keadaan seperti ini aku akan mengeluarkan jurus andalanku. "Ini lasain.” Cubitan diperut kak Gini sukses membuatnya berteriak dengan kencang, "Aw...sakit tahu dek!” prosesnya. "Bialin lo juga yang sakit,” jawabku sogong. "Kalian ini malah berantem,” relai Mum yang baru saja datang dari dapur. "Rara kamu gak siap-siap pergi ke sekolah? Ini udah hampir pukul tujuh." "Gak tahu nih Mum, si Rara emang lambat. Pantes aja gak bisa ngomog R.” Kak Gino lagi-lagi mengejekku dan tanpa basa basi aku langsung mencubit perutnya lagi. Rasai tuh—aku tersenyum puas. Senyum penuh kemenangan. **** "Dek lo gak mau gue anter sampai gerbang?" Aku menggeleng pelan. “Gak usah kak. Sampai sini aja gak papa.” “Kenapa? Lo malu punya kakak se-kece gue!" kak Gino memainkan alisnya naik turun, persis gelombang air laut. “Iya Lala malu kenapa gak punya kakak yang kece, kenapa malah punya kakak sok kece.” “Asem Lo dek.” Mulut kak Gino seketika mengerucut. “Gue kutuk jadi sampah masyarakat baru tahu Lo.” “Idih bapelan, gitu aja malah.” “Ini nih anak jaman sekarang. Udah ngatain bukannya minta maaf malah bilang baperan. Selain gak bisa ngomong R Lo gak bisa ngomong maaf ternyata.” “Iya, iya, maaf deh Kak. Udah ya kakak, aku mau sekolah dulu bial pintel.” Ku raih tangan kak Gino, lalu menyaliminya sebelum turun mobil. “Assalamualaikum, kak.” "Dek...dek tunggu!" tiba-tiba kak Gino memanggilku dari dalam mobil, aku kembali berlari mendekat ke mobil. "Ada apa kak?" "Kamu kelupaan sesuatu dek.” "Apa?? " Gumamku tidak jelas sambil mengingat ingat apa yang kira kira aku lupakan. "Pelasaan tas, buku, hp, chalgel semuanya udah ada, kayaknya gak ada yang Lala lupain deh kak.” Aku mengabsen semuanya satu persatu. “Coba diingat lagi, Dek!" “Apa kak, kasih tahu kek, udah mau bel nih bental lagi. Ahela, libet nih kakak.” "Ada dek...sesuatu yang sangat penting.” “Apa dong kak...” Aku makin kepo. Bukannya menjawab kak Gino malah madang senyum itu. Senyum khasnya jika ingin mengejek. Aku kembali berfikir sejenak," Gak ada kak," jawabku mantap. "Ada dek.." jawab Kak Gino, mantap. "R kamu ke tinggalan dari tadi..." Kak Gino tertawa terbahak-bahak. Sudah kuduga. Aku menghela nafas panjang dan berbalik. “Gak lucu, dasal pencinta boneka belbi.” **** "Hay kak Rara...." "Hay Ra... "Pagi kak.” Aku tersenyum ramah pada semua orang, membalas tiap sapa mereka dengan senyum manisku, kadang aku juga membalas sapaan mereka. Aku juga gak tahu kenapa aku sebegitu terkenalnya di sekolah, padahal aku ini tipe murid sepu, sekolah-pulang. Bahkan aku juga gak ikut organisasi atau nongkrong sepulang sekolah. Entah dari mana mereka mengenalku. Liat, bahkan segerombolan orang yang ada dikoridor, mereka selalu menyapaku. Mereka semua terlihat bahagia saat aku lewat. Bahkan kadang mereka tertawa. Ini sangat menyenangkan. "Anak orang!" Tanpa menoleh pun aku sudah tahu siapa orang yang memanggilku dengan panggilan seperti itu. “Leni,” sapaku, girang. Siapa yang tidak girang bertemu sahabatnya di pagi hari yang cerah. "Lo, pasti belum buat PR.” Aku mengangguk. “Aku terhula deh, kamu sebegitunya tahu soal aku.” Leni dan aku adalah sahabat karib, sejak jaman dulu, sejak anak konda masih dalam perut mumy-nya. Leni memutar bola matanya, sebelum menatapku garang. “Lo selalu amnesia kalo soal PR dan selalu gue yang jadi tumbal ke-amnesia-an Lo yang akut.” "Udah ikhlasi aja, orang ikhlas besal pahalanya loh." aku menepuk pundak Leni, seraya tersenyum lebar. "Hem. Gue gak ngerti kenapa Gue dulu mau jadi sahabat Lo.” "Udah ya edisi malah-malahnya. Sebentar lagi masuk, mending kita ke kelas aja.” “Hem,” sahut Leni berjalan mendahuluiku, dan aku segera menyusulnya. **** “Len, btw kamu tahu gak info penting besok ?” “Gak,” jawab Leni singkat, padat, namun tidak memuaskan bagiku, aku mendengus pelan, kembali mencondongkan kepalaku pada Leni. “Jadi benel Leni gak tahu info penting besok?” tanyaku sok histeris. "Ststststststst...!” Leni menaruh telunjuknya di bibir, memberi tanda pada ku untuk diam. “Gak asik ih, padahal Lala mau kasih tahu kalo besok libul.” Buyar.... Fokus Leni tiba-tiba buyar dari pelajaran, ia menatapku penuh binar. “Serius lo?” tanyanya berbisik. Aku tertawa dalam hati. Yes, aku berhasil, sudahku duga seorang Leni yang pintar dan selalu mendapat rangking satu sejak kelas 1 SD akan tertarik pada topik ini, meski pintar Leni tidaklah fanatik terhadap pelajaran dan jika libur dia orang pertama yang paling bahagia, setelah aku tentunya. "Lala selius, gak bohong kok.” "Asik." Girang Leni pelan. “Besok kita hang out yuk...” “Gak bisa Len, Lala ada misi lahasia,” jawabku penuh misteri. Leni mengernyit bingung, " Rahasia apa?” "Lala gak bisa kasih tahu kamu, kecuali....” Aku menatap Leni lekat. "Kecuali apa?” tanya Leni makin kepo. "Kecuali kamu mau gabung dalam misi lahasia ini.” Leni menimbang-nimbang sejenak, "Okelah, gue ikut.” “Bagus,” kataku girang. “Jadi apa misi rahasianya???” “Jadi Lahasianya....” **** "Ra, Lo emang udah gila! Ngapain kita ke sekolah sepagi ini!” Leni terus saja protes meski matanya yang masih setengah tertutup tidak membuat mulutnya juga tertutup. "Stststtstststt...." Aku menatap sengit Leni, suara berisiknya bisa membuat misi ini gagal. "Jangan belisik...." Leni memutar bola matanya." Come Ra, ngapai coba kita—," bisik Leni kali ini dengan suara sedikit pelan. "Ststststts....jangan berisik !" potongku lagi. "Fine," sahut Leni pasrah, lalu memilih bukam di sebelahku. "Len, kayaknya masih belum telihat deh, " kataku berbisik. "Tanda apa sih? Sebenarnya misi rahasianya apa sih?" teriak Leni kencang dan aku dengan sigap langsung membekap mulut Leni. “Leni, jangan belisik.” “Hem—apa-apa sih!!" sahut Leni tidak terima mulutnya aku bekap. “Stststststst! “ “Kalo gitu kasih tahu dulu misi rahasianya apa, biar gue tahu!” “Jadi, gini ... menulut desas-desus yang beledal hali ini kita libul kalena sesuatu yang sangat seclet. Sesuatu yang bisa mempengaluhi sekolah ini!" Aku menatap Leni serius, menarik nafas pelan, sebelum menyambut cerita lagi. "Terus....! Gue mesti peduli gitu? Yang gue tahu hari ini LIBUR dan lo udah mengganggu hari bahagia gue!” ketus Leni. "Tapi....” "Gue gak peduli! Gue mau pulang, sekarang. Bye!" Leni pulang dan meninggalkan aku yang masih bersembunyi di semak-semak. "Len, jangan tinggali lala dong," pekikku masih dengan suara berbisik tapi Leni tidak peduli dan terus berjalan hingga punggungnya tidak lagi terlihat di telan gedung di belokan. “Hem, apa belita-nya bohong? Gak ada apa-apa di sini!” Aku bangkit dan ingin segera pergi dari semak-semak itu, tubuhku mulai terasa gatal bergaul dengan para semak belukar. Aneh sekolah semewah ini tidak menyediakan tukang kebun yang handal untuk memusnakan populasi semak-semak liar ini, hu...payah. "Dasal semak!" Aku mendengus. Menumpahkan kekesalanku pada semak tidak berdos. "Hey! Lo ngapain di situ!” Suara itu seketika membekukan tubuhku, aku menoleh kaku. "Lo mau nyuri ya!” teriak seorang remaja laki-laki di hadapanku. "Enak aja, Lala cuma mau...." aku mulai tergagap, mulutku yang suci emang gak biasa berbohong. Jadi kalo berbohong ya gini. "Mau nyurikan lo! Udah ngaku aja!" serunya. "Gak kok, emang ada penculian semanis Lala ?” Orang itu malah tersenyum miring, menampilkan senyum pipit di wajahnya yang entah kenapa terlihat sangat manis—jangan anggap serius guys. "Berarti benar Lo mau nyuri. Soalnya gak ada maling yang ngaku. Lo gak ngaku, berarti benar.” "Eh...?” Aku tergagap. “Teoli dali mana tuh!! “ "Gue bakal bawa lo ke kantor polisi!" "Eh apa-apaan ini!” Aku segera menepis tangan pria itu. “Bukan muhklim gak usah pegang pegang!” sahutku ketus. "Muhklim??” Dia malah mengerenyit bingung. Aku memutar bola mataku jengah. “Sesuatu yang tidak halal antala pelempuan dan plia.” Seketika tawa besar menggelengar di telingaku. " Oh, maksud Lo mukhrim. Lo gak bisa ngomong R ya? Makanya jangan suka nyuri, jadi kabur deh si R. " “Halo, Lala gak nyuli, Lala anak lumahan, setiap hali di lumah aja, jadi gak mungkin Lala nyuli.” “Ternyata bakat lo selain nyuri juga pinter ngelawaknya!!” "What evel..." "Ever neng...." Dia semakin tertawa kencang. "Telselah ...." "Terserah.” "Suka-suka Lala dong, ih ngeseli." Aku langsung menginjak kakinya, hingga dia menjerit kesakitan, dan menatapku garang. "Apa liat-liat !" tantangku tidak kalah garang. "Naksil? " "Udah cukup mainnya! Sekarang Lo bakal gue bawa ke kantor polisi," sahutnya. "Sekarang lo mau jalan sendiri atau gue seret ke kantor polisi!" "Gue jalan sendili," putusku pasrah. *******

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
202.8K
bc

DENTA

read
18.1K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.8K
bc

Head Over Heels

read
16.6K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
287.0K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook