SL-10

1539 Words
"Jadi kapan gue bisa ketemu ponakan tampan gue, eh dia umur berapa tadi ta?"  "Tujuh tahun, re"  Rere tersenyum, alisnya naik turun. "Jadi besan yuk, ta. tinggal pilih deh mau sama Arsila yang seumur anak lo atau adiknya Thalia."  Sita berdecak "Mereka masih kecil, re."  Rere mengedikkan bahunya santai. "Ya, gue kan cuman usaha ta, sebelum azmi dewasa menghalau kemungkinan anak gue banyak saingan nanti." Katanya, membuat Sita tertawa lagi.  Hingga beberapa menit kemudian, Sita terpikirkan satu hal. "Tiga bulan lagi gue bawa azmi kesini, tapi, re gue bingung menghadapi orang-orang BM nanti yang pasti banyak pertanyaan."  "Buat apa pusing ta, jalani aja. Entar juga lo punya jawaban sendiri pas mereka tanya. Lagi pula memang lo bakal bawa-bawa azmi ke hotel?"  "Tidak sih"  "Ya udah, kalau anak lo nggak bakal muncul di hotel, mereka nggak akan pernah tahu kalau perempuan yang memiliki banyak penggemar prianya ini sudah punya buntut, eh gue tahu nih" Rere memicingkan matanya penuh selidik "lo tutupi azmi takut kehilangan deretan fans lo di BM, kan?"  "Astaga! Nggak lah re, gue bukan selebriti yang bakal kehilangan rezeki kalau nggak punya fans." Sita menatap sahabatnya. "Gue juga tidak akan pernah mau jatuh cinta lagi, re. Jatuh cinta itu sakit. Biarlah gue hidup berdua sama azmi tanpa orang lain."  Sahabatnya itu tercengang mendengar kalimat akhirnya. Rere menghela napas, dia mengusap pungung tangan Sita. "Gue tahu ta, pria itu membawa trauma buat hati lo. Tapi lo tahu, jatuh cinta itu bisa terjadi bukan hanya sekali tapi berkali-kali hingga kita menemukan yang paling sejati, jika memang suatu saat nanti ada pria yang bisa membuat lo jatuh cinta, jangan lo tahan dan paksa untuk terus menutup hati lo." Sita diam tak menjawab "Jangan karena kesalahan satu orang, lo menyimpulkan semua orang sama. Lo tahukan ta, cerita gue sebelum menikah sama laki gue ini?"  Rere mempunyai masa lalu yang rumit, walau tidak serumit perjalanan Sita. Dia hampir menikah dengan orang lain sebelum dengan suaminya sekarang, tepat saat hari pernikahan calonnya, saat itu membatalkan pernikahannya hanya karena alasan mencintai orang lain padahal mereka sudah berpacaran dua tahun. Rere sempat frustrasi dan malu karena undangan yang sudah disebar, bahkan dia pernah hampir depresi sebelum akhirnya pergi ke psikolog,  tak lain yang menjadi suaminya sekarang, seorang pria yang membuatnya bangkit dari terpuruk.  "Tuhan tuh adil ta, sangat adil setiap merancang cobaan dalam hidup makhluknya. Bayangkan ta, kalau saat itu mantan gue tidak memutuskan membatalkan nikah, terus gue tetap nikah tapi setelah itu pernikahan gue hambar karena ternyata suami gue lebih mencintai orang lain dan berujung perceraian, bukankah gue akan lebih hancur dari pada waktu itu?"  Rere benar, Tuhan selalu adil dan punya akhir yang indah pada setiap cobaan yang dia berikan. Begitu pun dengan perjalanan hidup Sita, ini belum akhir dan Sita berharap bisa mendapat akhir yang lebih indah dari yang pernah dia pikirkan sekalipun.  Dan dari sanalah dia bisa ambil titik baliknya. Bahwa manusia pasti memiliki masa lalu. Akan ada sisi dimana menjadi lain, sebelum menjadi pribadi yang sekarang. Perjalanan hidup setiap manusia dicoba dengan cara masing-masing dan bangkitnya pun punya caranya masing-masing.  Selalu ada hidayah setelah ujian, selalu ada pelangi setelah hujan dan selalu ada bulan dan bintang setelah matahari tenggelam.    ***   Sita menatap langit-langit kamar yang berwarna putih, memikirkan perbincangan tadi bersama Rere. Apakah mungkin dia bisa jatuh cinta lagi, apakah mungkin Sita mampu membuka hatinya untuk orang lain. Ini bukan karena dia masih mencintai indra. Sejak hari itu dimana Indra menolaknya dan tidak pernah muncul, hatinya melakukan hal yang sama pada nama pria itu, menolak dan menghapusnya.  Indra pria potensial untuk menjadi kekasih Sita kala itu. Semua bermula saat masa putih abu-abu, lelaki itu merupakan ketua futsal disekolahnya dulu. Memiliki wajah yang rupawan, berasal dari keluarga berada. Sita mengakui hanya indra pria yang mampu membuatnya nyaman untuk menjadi Sita apa adanya kala itu, Indra tidak pernah menuntut Sita yang lebih suka menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan untuk memaksa ia melihat indra latihan futsal. Sita akui hari-hari bersama indra menyenangkan, Sita merasa sangat dicintai, cinta remaja, cinta pertamanya.. Sita memejamkan mata, semua yang dilalui bersama Indra kembali diputarnya... "Ita, kamu nanti sore menonton final futsal sekolah kita, kan?" Ita—hanya kekasihnya yang memanggil seperti itu. Indra mengganggu Sita yang sedang membaca n****+ di taman sekolah saat waktu istirahat. Lelaki itu langsung menghampirinya, tanpa aba-aba dia berbaring dan menjadikan paha Sita bantalan kepalanya. Sita tidak terkejut, karena begitu sudah hafal aroma parfum yang dipakai indra, jadi dia sudah tahu saat indra melangkah mendekatinya  Sita masih fokus membaca dengan satu tangan lain memainkan rambut Indra. "aku ada les nanti sore, dra. kamu tahu jadwalku, kan?" kata Sita tanpa meletakkan bukunya. "Iya aku tahu." Sita tahu indra kecewa terdengar dari suaranya yang direndahkan. Sita menutup buku, dia menundukkan kepala untuk menatap mata indra. "Kalau aku menonton, kamu mau kasih apa?"  Indra langsung bangkit dan mengubah posisinya hingga duduk menghadap Sita "aku akan cetak gol, dan itu buat kamu." Sita tertawa. "Oke.. Tapi, aku nggak janji, dra. Kamu tahu bentar lagi kita menghadapi ujian sekolah."  Tangan indra mengacak puncak kepala Sita "Iya, Ita dan ini pertandingan terakhirku. habis itu aku serah jabatan dan fokus buat ujian sekolah."  Hari itu indra menepati janjinya, dia berhasil membobol gawang tim lawan bahkan sampai lima kali, dan setiap gol indra akan berlari ke arah Sita yang duduk dipinggir lapangan dan berkata "Spesial for you.." tanpa suara dan diakhiri senyum manis indra yang lebar.  Indra mengurungkan niatnya kuliah ke luar negeri karena Sita diterima di salah satu universitas negeri terbaik di Indonesia. "Aku bukan tipe pria kuat Ita... kuat untuk berjauhan sama kamu." Guraunya dulu ketika Sita bertanya perihal alasan dia membatalkan niatnya kuliah di luar negeri.  Atau Sita ingat saat setiap wanita itu datang bulan, Indra akan mau direpotkan saat pembalut Sita habis atau dia akan berlari ke kantin sekolah meminta air hangat yang dia masukkan ke dalam botol minuman dan meletakkannya di perut Sita untuk mengompresnya, saat rasa sita merasakan perutnya keram. "sakit banget ya, Ita. Pulang aja, aku minta ijin deh sama wali kelas kita." Indra melakukannya. Meminta ijin, mengantar Sita pulang dan mampir ke minimarket tanpa malu, lelaki itu membelikan pembalut, lalu setelah memastikan Sita sampai rumah, dia akan kembali ke sekolah.  Manis bukan, Indra menjanjikan kisah cinta romantis masa remaja. Mereka juga sering bertengkar, namun indra kebanyakan yang mengalah.  Pernah suatu ketika Sita marah karena indra yang harusnya menjemput, lelaki itu ketiduran dan membiarkan Sita menunggu di kampusnya, hingga memutuskan pulang sendiri. Setelah itu, Sita tidak mennggaktifkan ponsel, indra kalang kabut dan sembunyi-sembunyi memanjat ke lantai dua rumahnya. Jendela Sita yang memang dibiarkan terbuka malam itu memudahkan indra masuk ke kamarnya. Membuatnya terkejut dan ciri khas dari Indra yaitu, meminta maaf dengan membawa s**u kotak stroberi kesukaan Sita.  Kilasan masa lalu yang sangat menyesakkan untuk Sita. Sayang, semua tidak berarti kala Sita menemui indra hari itu.  Dengan tangan wanita itu tak berhenti bergetar, masih setia terkepal diatas pahanya. Mata indah itu memancarkan ketakutan dan kesedihan akan kabar besar yang baru dia ketahui. Menunggu, itulah yang dia lakukan di sebuah taman tak jauh dari kediaman kekasihnya, sesekali matanya melirik ke arah yang pasti akan dilewati Indra.  Waktu terus berjalan, hampir dua jam Sita menunggu dengan tubuh yang bergetar, perasaan yang gelisah, takut, semua jadi satu.  Indra belum juga muncul di tempat yang Sita sebutkan saat di telepon tadi. Sita sudah memberi kabar ini terlebih dahulu ditelepon tadi, Indra hanya diam tak menjawab Sita yang bahkan sudah menangis histeris. Akhirnya, Sita memutuskan mengajak Indra bertemu untuk sama-sama membicarakan jalan keluar dari masalah ini. Sampai suara ponselnya berbunyi menandakan ada pesan singkat masuk, air matanya kembali mendesak keluar tak tertahankan. Tangannya semakin mengepal, Sita tak peduli jika genggaman akan meremukkan ponsel yang dia pegang. Ini terlalu menyakitkan untuknya, rasa marah dan kecewa menaik secara drastis. Dadanya terasa sesak. Indra: Maaf, Ita. aku belum siap menjadi ayah  Singkat, namun menjelaskan seberapa b******k pria yang begitu Sita cintai. Satu kalimat yang mengubah segalanya, yang terbesar cinta menjadi kebencian, mengubah hidupnya, menjadi hancur sampai berkeping-keping. Menyisakan trauma yang menyiksa, bahkan terbawa sampai masa sekarang. Setelah hari itu, indra menghilang bagai ditelan bumi. Tak sekalipun muncul di hadapan Sita, bahkan terakhir kabar yang ia terima, Indra memutuskan pindah kuliah di luar negeri. Sejak hari itu Sita menutup rapat, dia bungkam tak bicara ketika pertanyaan keluarga melayang, 'siapa pria itu, Sita?' 'Siapa ayah dari anakmu', keluarga Sita memang tidak mengetahui jika selama ini Indra adalah kekasihnya, Indra dikenalkan sebagai teman Sita. Kecurigaan keluarga semakin mengarah pada nama itu, saat indra tiba-tiba menghilang dari kebiasaan rutin antar jemput Sita kuliah. Mila yang pertama curiga, dia terus mendesak Sita sampai akhirnya Sita tak mampu lagi membendung kesakitannya sendiri, dia menyerah membiarkan hari itu kembali menangis kala membenarkan kecurigaan kakaknya.  Cinta, terkadang membawa dampak besar bagi manusia yang merasakannya, Euforia sesaat yang terkadang membuat akal manusia menghilang didorong nafsu yang pada dasarnya melekat pada manusia. Sita lupa bahwa yang dia lakukan itu akan membuatnya tak hanya kehilangan kehormatan sebagai wanita, juga membawa perubahan kehidupannya dan membawa kehidupan baru dalam hidupnya.  Sita tak pernah tahu jalan hidupnya nanti seperti apa, apakah dia akan tetap terbelenggu akan ikatan cinta yang menyakitinya atau kah ada cinta lain yang mampu mengobatinya dari cinta terdahulu.  Satu hal yang pasti. Saat ini, yang menjadi prioritasnya adalah kebahagiaan anaknya 'Azmi'  [to be continued]
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD