SL-6

1440 Words
Aku tak berusaha lebih baik dari orang lain, Aku hanya berusaha lebih baik dari diriku yang dulu.. ~Sita. *** Jari-jarinya sesekali mengetuk setir seirama dengan alunan musik dari stereo mobilnya. Pagi ini ada jadwal briefing dengan beberapa kepala departemen lainnya, Sita selalu on time, seperti hari ini pun berangkat lebih pagi. Mobil berhenti karena traffic light yang kini berubah merah, sesekali bibirnya terbuka mengikuti tiap lirik yang di nyanyikan sang vokalis lagu tersebut. Pandangan mata juga sesekali menyelidik ke luar mobil, depan atau samping, hingga dia memandangi beberapa manusia yang tidak seharusnya berada di pinggir lalu lintas semacam itu. Salah satu dari mereka kini berpindah ke mobilnya, setelah dari mobil depan, kacanya diketuk oleh seorang anak. Seharusnya anak seusia ini sudah duduk manis, memulai pelajaran di dalam kelas. Dengan mengandalkan kayu lusuh, terdapat tutup sisa minuman botol yang dipipihkan,  dengan paku ditegahnya, anak itu mulai bernyanyi. Sita menurunkan kaca mobil, mata sita tampak berkaca-kaca, melihat anak ini membuatnya merindukan seseorang. "Hei nak, boleh tahu usia kamu berapa, sayang?" Dia yakin jika sekolah mungkin, anak ini kelas dua sekolah dasar "Tujuh tahun." Jawab anak laki-laki tersebut, kemudian anak itu terlihat ragu untuk mengambil uang kertas berwarna biru yang diberikan sita "Ibu, ini banyak sekali?" Mata bulat anak laki-laki itu menatap takjub pada uang kertas yang diberikan sita. "Ambillah, sayang.” Anak itu mengambilnya lalu mengecup punggung tangan Sita sebagai ungkapan terima kasihnya. "Terima kasih banyak, bu. Hari ini ibu dan adik saya setidaknya bisa makan dengan lauk lain, selain mie instan." Sita tersenyum hangat, tangannya juga terulur mengelus puncak kepala anak tersebut. "Salam sama Ibu dan adikmu ya, sayang dan tetap hati-hati jika sedang menyanyi di jalan raya seperti ini." Anak kecil itu mengangguk "Sekali lagi terima kasih ibu cantik, semoga Tuhan mengganti dengan yang lebih, atas apa yang ibu berikan pada saya" doa anak itu begitu tulus, Sita takjub karena untuk ukuran seusianya, anak itu termasuk anak yang cerdas dilihat dari kata-katanya barusan. Sita masih memperhatikan anak laki-laki itu. yang bergegas kesisi jalan. Air mata yang sejak tadi sudah dipelupuk mata, tidak bisa dia tahan. Sita mengusapnya, merindukan seseorang, dia menghela napas untuk melegakan rongga dadanya yang terasa sesak. Hampir setiap ke kantor selalu melewati jalan yang sama, pandangan seperti ini menjadi hal biasa yang tidak mengherankan, menjadi wajah di berbagai kota Indonesia. Sita hanya berusaha membagi apa yang dia miliki, karena Tuhan memberinya materi yang lebih dari cukup dan dengan apa yang telah Sita dapatkan, dia yakin melalui dirinya lah ada hak orang lain bukan hanya untuk dirinya sendiri. Sita tak pernah menghakimi mereka untuk bertanya, 'kenapa kalian tidak sekolah' atau 'dimana orang tua kalian' Bagi sita itu malah akan menyakiti mereka, lagi pula jawabannya sudah jelas. Jika mereka memiliki orang tua yang mampu, dengan ekonomi yang cukup, mereka tidak akan ada di persimpangan lalu lintas di setiap sudut negara ini.   ***   "Pagi teh, Sita" sapa Tyas begitu berpapasan di lobi hotel. "Pagi Tyas, hari ini pengarahan singkat sebentar diruang meeting kita. Tolong sampaikan di grup, tadi gue lupa kirim infokan soalnya hari ini takut telat ada briefing pagi." keduanya beriringan masuk ke dalam lift, bersama beberapa karyawan lain,  "Baik Bu." karena ada karyawan lain, Tyas jadi bersikap formal. "Satu lagi, kita mulai persiapan untuk pemeriksaan dan persiapan tutup buku tahunan." "Baik bu, tidak terasa sudah mau tutup buku tahunan lagi aja." Lalu Sita menyerahkan map pada Tyas, berisi Fail yang sudah dia periksa “karena ada rencana cuti bulan depan dua hari, jadi semoga aja secepatnya kita dapat staf baru sebelum itu." Tugas dan Peranan Dasar Financial Controller selain bertanggung jawab secara langsung untuk mengevaluasi kinerja staf maupun manajer bagian Accounting, bertugas untuk menjaga keterampilan staf di bagian keuangan dan accounting agar tetap berada di level yang terbaik. Selain itu memberikan rekomendasi untuk mengangkat, memberhentikan staf, serta tugasnya untuk memberikan pelatihan terhadap karyawan baru. “Cuti, Bu?” Tanya Tyas memastikan dengan apa yang dia dengar. “Iya, Cuti. Ada yang salah, Tyas?” Tyas tercengang, jelas itu terasa salah ditelingannya. Tyas mendekat, “Ini akan jadi Hot news di Hotel.” Bisiknya, Sita mendelik.   *** Brefing pagi berjalan lancar seperti biasanya. Sita merapikan catatan yang di bawa, "Sita, soal chat semalam itu jadi?" Semalam dia memberi tahu dhito perihal pengajuan cuti dua hari, bulan depan. setelah berdebat dengan hatinya yang tidak ingin menyetujui permintaan ka Mila. Sita berdiri, mendorong kursinya sedikit ke belakang. "Jadi, kamu tidak keberatan aku ambil cuti bulan depan? Tenang aku ambil cuti setelah urusan rekrut karyawan baru kita beres." Dhito ikut berdiri. "Ada acara lamaran?” tebak Dhito. Sita tertawa, “Langsung nikah malah, to.” “Hah serius? kalau benar kamu nikah, aku salah satu yang paling patah hati diantar Penggemar berat kamu di BM ini" Dhito tahu sita bergurau, dia malah menggoda rekan kerjannya tersebut. Sita menggeleng kecil, “Bisa banget, Dhito. Raja gombal memang.” Keduanya melangkah berdampingan meninggalkan ruangan meeting yang ada di lantai enam sambil terus mengobrol.   ***   "Ladies, normal kok gak panas!" Rere menarik tangannya santai, tanpa peduli pada ekspresi wajah terkejut sita, atas tindakkan ibu dua anak itu. "Astaga kalian nih, coba sehari aja bikin gue merasa beruntung punya kalian!" Sita berdecak. Sita berujar seperti itu bukan tanpa sebab, hampir setiap waktu ada saja yang buat sita menggeleng melihat ulah salah satu dari wanita-wanita yang tak lagi berusia belasan ini. "Lo bikin heboh seluruh penghuni hotel BM ini, Sita. Karena terlalu heboh sampai ke tukang ketoprak di depan hotel langganan kita!" Kata Santi berlebihan sekali. "Apa?" Sita tak mengerti apa yang di lakukan dia hingga membuat katanya 'heboh semua penghuni hotel BM' "Akhirnya hari ini nama atasan gue jadi trending topik of Briant Mahendra Resort and Hotel" Tyas terkekeh, dia menambah kebingungan Sita. "Apa sih?" Sita berdiri. menyelidik menatap pada tiga wanita tersebut. "Lo lamaran, ya? Ih sadis lo, katanya teman. Pantas lo tidak pernah kelihatan menyebar pesona kayak Tyas, Oh ternyata.. sudah punya calon?" Kata Rere dengan tatapan sinis pada sita. Sementara Tyas ikut menatap Rere, seakan berkata—kan, gue ujung-ujungnya! "Pria beruntung mana berhasil memikat hati lo yang sekejam angka nominal dalam kertas itu." Tunjuk Santi pada setumpuk kertas kwetansi yang ada diatas meja sita. “Bisa dipandang setiap hari, tetapi tidak bisa dimiliki.” Jargon yang para sahabatnya sematkan untuk setiap beberapa karyawan atau lelaki yang selalu di tolak Sita. Sementara Sita tidak pernah mengira kabar tentang cutinya bulan depan sudah tersebar di BM. Astaga kecepatan gosip disini benar secepat itu? "Gue paham, ini soal gue ambil cuti bulan depan, kan?" Sita menatap ke tiga temannya "Ya tuhan, bahkan cuti gue belum be accepted dhito. Sudah jadi pembicaraan yang simpang siur gini sih!" Sita tertawa ringan, lalu dia menyilangkan tangan "gue cuti karena kakak gue balik ke Jakarta bulan depan, kalian tahu biasanya ka Mila sama keluarganya yang ke Bandung. Bulan depan dia balik sebentar. So, gue yang ke Jakarta" Mereka ini belum pernah bertemu dengan keluarga Sita, hanya dengar terbatas dari ceritanya saja. "Yaaah, gagal deh dapat bahan baru buat seragam kebaya!" Santi menegakkan tubuhnya dari senderan meja kerja Sita. Mendengar itu, Sita berdecak kesal "Kalian kan, harusnya konfirmasi langsung ke gue sebelum dengar kabar dari orang lain. Eh tunggu, yang baru tau gue cutikan cuman dhito. Dhito nggak mungkin sebarin berita, dia tau itu privasi karyawan yang harus dijaga orang Hrd. Kecuali—“ Sita melirik Tyas yang bersiap kabur. Pasti Tyas. Tyas hanya menyengir ketika tak dapat lagi menghindar dari kepungan Sita, Rere dan Santi berhasil susul Tyas keluar ruangan Sita, langsung masuk ke dalam lift untuk makan siang di bawah. "lo nih ya, atasan sendiri di jadikan bahan gosip!" Sita menatap Tyas tidak percaya. "Sori, Boss! Gue nggak sadar ngomong pas lagi ketemu orang, parahnya juga lupa udah keceplosan ngomong ke siapa!" Tyas menyengir lebar, tanpa merasa bersalah. "Astaga Tyas, mulut lo ini. Entar di neraka ditusuk pake besi yang panas baru tahu rasa!!! Taubatan tyas, umur nggak ada yang tahu lho!" Tyas langsung menangkupkan tangan, begitu dengar ucapan Santi yang pedas "Ya ampun,  kalau ngomong!" Kata Tyas. "Makanya jangan kelamaan jomlo, Tyas. Punya bibir dimanfaatkan buat yang manis-manis. For example, kissing. Kelamaan jomblo sih, jadi lupa ada yang lebih nikmat dari ngomongin orang." Sita menggeleng kecil mendengar kalimat lontaran santi yang ujung-ujungnya selalu menyisipkan kalimat—m***m. "Ciuman sama yang bukan mahram dan ngomongin orang, juga sama-sama dosa, Teh Santi!" Elak Tyas "Ya, jangan cari yang dosa dong, cari yang halal. Biar enak dan nikmat, tidak tanggung sampai ciuman dan sesi make out doang!" "Santi, astaga!"  Sita berdecak tidak percaya. Sita terkadang mesti mengingati teman satunya ini, takut-takut obrolan rada nyeleneh ini didengar orang yang ada di sekelilingnya.   [to be continued]
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD