Begitu baru selesai Briefing, kembali ke ruangan. Telepon dimejanya berdering.
"Sita, dhito nih. Bisa ikut aku ke ruang kepala chef bareng Juno sekarang?"
Seharusnya briefing pagi ini menjadi acara pengenalan kepala chef baru pada setiap perwakilan departemen. Namun, sampai satu jam kepala chef baru belum juga muncul dan dhito baru dapat kabar atas keterlambatannya setelah membuat yang lain menunggu cukup lama.
Tanpa penjelasan yang jelas, sehingga hari ini terpaksa mengakhiri briefing senin pagi menunda mengenalkan kepala chef baru tersebut, banyak yang kecewa dan menyayangkan atas ketidak disiplinan kepala chef yang baru tersebut.
"Sudah datang manusia itu, dhit? mentang-mentang anak yang punya." Sita tidak menutupi rasa tidak sukanya.
Terdengar tawa ringan dhito disebrang telepon. "Namanya juga pangeran, ta. Sesuka hati mau datang sore juga hotel punya dia."
"Ya tapi itu namanya menunjukkan dia tidak profesional dong dhit, pangeran William dan pangeran Harry aja sudah jelas pangeran di inggris sana tahu kewajiban dia dan bersikap profesional atas tanggung jawabnya. Tidak seenak jidatnya aja!" gerutu sita.
"Husss, kamu nih selalu senewen dari kemarin kalau menyangkut obrolan soal pak Arsya." Ada jeda yang diucapkan dhito, kemudian terdengar tawanya "Hati-hati jodoh loh ta, baru tahu kamu."
Sita membulatkan matanya "Astaga! Dari mana pemikiran itu." Sita malas melanjutkan perbincangan mereka "Ya sudah, aku harus ke mana sekarang? Ke ruangan kamu atau langsung ke ruangan kepala chef, dhit?"
"Kita langsung ketemu disana ya ta" dhito mengakhiri.
Sita memijat ringan pelipisnya yang tiba-tiba terasa berat, “Oh Tuhan! mimpi apa ia harus berurusan dengan sesama pekerja macam itu.” Gumamnya.
Apalagi dia sebagai controller akan lebih banyak berurusan dengan departemen apa pun dan termaksud pria itu. Sita mengangkat ponselnya sebentar, melihat tampilan wajah sita yang dipantulkan kaca ponselnya. Masih oke, walau wajahnya terlihat suntuk.
"Mau ke mana, teh ?" Tanya tyas begitu melihat sita melewati meja kerjanya.
"Kamu telat tyas?" Bukannya menjawab tapi sita membalikkan pertanyaan ke pada tyas yang pagi ini tidak terlihat mengikuti briefing yang biasanya selalu mendampingi sita dengan suka rela tanpa diminta.
Tyas menarik sudut bibirnya lebar-lebar, tangannya mengusap belakang lehernya "hmm, iya teh biasa hari pertama datang bulan. Jangan marah teteh, ko mukanya di tekuk gitu."
Sita sangat tahu wajah tyas yang langsung berubah antusias, menyelidik mencari tahu "Gue ke ruang executive chef dulu.” Beritahunya, Sita tahu Tyas akan bertanya banyak hal. Jadi, dia tidak memberi kesempatan segera berlalu.
"Chef Arsya sudah datang? Eh teteh tunggu, yah ko ditinggal sih kan belum kelar!" gerutunya, Sita hanya mengibaskan tangannya seperti mengucapkan bye
***
"Hai muka cantik kamu sedikit turun level loh kalau ditekuk gitu!" tegur dhito begitu melihat sita muncul sebelum masuk ruangan executive chef khusus yang ada sebelum kitchen.
Ruangan departemen kitchen yang cukup besar, ada beberapa meja kerja masing-masing anggota. Walau sebenarnya tidak begitu berfungsi seperti meja-meja di office lainnya, ada satu ruang meeting besar tepat di samping ruangan kaca excecutive chef dan ditambah ada ruangan khusus loker khusus para karyawan departemen dapur yang dibagi dua, dibedakan gendernya.
"Gombal banget sih kamu dhit!" Sita tersenyum mendengar gombalan dhito yang sudah terbiasa dia dengar ditelinganya, dhito tersenyum manis pada sita "Juno mana?" Lanjut sita begitu tidak melihat orang lain selain dhito
"Juno lagi ada urusan sebentar, dia mengecek bahan baku sebelum ketemu sama kepala chef"
Sita mengangguk mengerti "kamu benar-benar memperlakukan anak bosmu dengan spesial yah dhit" ucap sita menyindir dhito.
Biasanya kalau ada kepala departemen yang baru dhito akan memperkenalkannya saat brifing atau justru mengajaknya tour dadakan ke setiap departemen untuk memperkenalkannya tapi lihatlah sekarang perbedaannya sangat jelas, justru mereka orang lama yang mengunjungi orang baru. Ini bukan perihal senioritas, tapi hanya kebiasaan yang biasa diterapkan tidak berlaku pada orang-orang yang punya kekuasaan.
"Bukan gitu ta, apa salahnya sih kita mempersingkat waktu. Sudah jangan diteruskan protesnya, tuh orangnya datang" dhito melirik kearah pintu yang terdengar terbuka, sita saat ini memang menghadap dhito jadi dia membelakangi akses masuk ruangan ini.
Sita membalikkan badan, matanya membulat menyelidik pria yang tanpa senyum itu melangkah dengan penuh karismanya sendiri dengan jubah kebanggaan memakai chef jacket putih lengan panjang. Matanya hitam pekat dan tajam, seakan menjadi arus mampu menenggelamkan bagi yang memandangnya. Rambutnya hitam dengan model potongan rambut undercut, dengan hidung yang bangir dan lihatlah rahang tegas yang dia miliki menambah label rupawan yang membenarkan setiap perbincangan tentangnya yang beredar bebas di BM Hotel selama akhir-akhir ini.
Sita yakin, tinggi sita hanya sampai bahunya saja, dan jangan lupa warna kulit yang putih bersih namun tetap tekesan manly.
"Selamat datang dan bergabung di BM hotel pak Arsya" Suara dhito berhasil menarik sita kembali dalam kesadaran setelah beberapa detik terpanah, mampu membuatnya lupa bahwa pria didepanya ini lah yang sudah membuatnya migrain akhir-akhir ini.
Dhito mengulurkan tangannya yang langsung dibalas oleh Arsya "Thank you pak dhito, maaf atas keterlambatan saya hari ini seperti yang sudah saya beritahukan sebelumnya."
"Tidak masalah pak, kami mengerti" lalu dhito melirik kearah sita yang diam berdiri disampingnya, "pak arsya, kenalkan ini zahratusita kalista, Sita ini finansial controller kita yang akan banyak berhubungan dengan departemen kitchen” Dhito lalu melirik sita, dengan seringai yang jelas dilihatnya “sita, ini pak arsya kepala chef kita yang baru."
Arsya menaikkan sebelah alisnya, bola matanya yang pekat menyelidik penampilan sita dari ujung kaki sampai atas ujung kepala, alis sita terangkat sedikit melihat perilaku tidak sopan yang dilakukan pria didepanya ini.
Sita baru akan menarik uluran tangannya karena sepertinya arsya tidak berkenan menyambutnya namun arsya segera menarik tangan sita "Arsya"
Sita hanya menampilkan senyum tipisnya. "Sita"
Hangat itulah yang sita rasakan saat tangan pria tersebut membungkus tangannya.
Dhito berdehem sebentar, ketika melihat Arsya yang tidak berniat melepaskan genggaman tangan Sita "Sebaiknya kita masuk ruangan pak arsya saja untuk melanjutkan perbincangan kita bagaimana pak?"
Dia mengangguk. "Oh tentu. I'm already excited " jawabnya singkat
"Ini ruangan pak arsya" dhito membuka pintu kaca akses masuk ruangannya
Arsya dipersilahkan masuk terlebih dahulu, diikuti sita dan dhito belakangan menutup kembali pintunya. Arsya duduk di sofa single menghadap sita yang memilih duduk di samping dhito, mereka berbincang sedikit lebih ke dhito yang banyak menjelaskan tentang rutinitas karyawan BM selama ini sementara sita dan arsya hanya menyimak sesekali berkomentar.
"Disini kami terbiasa tidak formal jika sedang diluar rapat penting dengan petinggi BM Hotel pak, dan saya harap juga bisa begitu dengan pak asrya."
Sita sangat tidak nyaman ketika arsya sejak tadi lebih banyak melirik kearahnya "hmm tentu pak dhito, lagi pura umur kita sepantar-kan?"
"Ya betul pak, itu bisa memudahkan kita menjalin komunikasi lebih santai tapi tetap profesional dalam bekerja"
"Sepertinya saya akan cepat nyaman berada dalam keluarga besar BM Hotel ini." kemudian arsya menatap sita yang kebetulan juga memperhatikannya, keduanya saling menatap "bukan begitu bu sita?"
"Ah ya, tentu pak arsya saya satu pemikiran dengan pak dhito" Sita kemudian melihat Elle Time Black yang melingkar ditangannya "kalau begitu sekali lagi selamat bergabung pak arsya, saya pamit undur kembali ke office" sita berpamitan terlebih dahulu, sementara dhito akan memperkenalkan arsya pada semua anggota departemen kitchen yang sudah menunggu. "Pak dhito, saya duluan" lanjutnya menatap dhito
Sita melangkah keluar ruangan tersebut meninggalkan arsya yang masih menatap kearah punggungnya yang perlahan hilang dari pandangannya, hal tersebut tak luput dari senyum tipis dhito
Dhito berdehem "bisa kita mulai sekarang pak, kalau tidak keberatan saya akan menunjukkan kitchen pak arsya dan seluruh staff kitchen sudah menanti pak arsya" dhito harus mengakui, pria di hadapannya ini memiliki ketenangan yang luar biasa. Dia yang sesama pria tahu, Sita mampu menarik pria mana pun yang melihatnya, dan arsya sepertinya masuk ke jajaran pria tersebut. Namun, arsya masih bisa tenang ketika dhito dengan sengaja membuyarkan tatapannya yang masih memandang ke arah dimana sita menghilang.
"Tentu, memang itu yang saya nantikan sejak tadi." Arsya berdiri begitu pun dengan dhito, keduanya beriringan menuju kitchen BM Hotel yang langsung disambut oleh seluruh staff kitchen.
[to be continued]