"Saya belum sempet cuci baju, sekarang Non keluar ajah dulu. Saya mau membereskan semuanya!" Ucap Layvi berjanji, membuyarkan lamunan Yesha.
Mengikuti saran Layvi, Yesha memilih keluar dan menunggu lelaki itu di depan pintu.
"Sudah saya rapikan Non, Maaf mungkin nanti kasurnya kurang nyaman" Kata Layvi berusaha sesopan mungkin, Yesha tak tahu lagi kenapa Layvi tak memakai "kesempatan" tadi untuk sekedar mencium atau apalah yang biasa lelaki lakukan, Yesha memang lulusan luar negeri, tepatnya alumnus Universitas Oxford. Inggris. Tak jarang ia melihat kawan seusianya melakukan hal yang dianggap tabu di negara asalnya, bahkan semua itu sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi Yesha.
Jika hanya sekedar berciuman wanita itu juga pernah, dan entah mengapa kali ini ia menginginkan mencecap bibir seksi milik Layvi.
"Non...!" Panggil Layvi sekali lagi sambil melambaikan tangannya didepan wajah Yesha, karena sejak tadi wanita itu sama sekali tak berkedip dan terus menatapnya heran.
"Kamu normalkan?!" Pertanyaan ambigu Yesha tiba-tiba saja terlontar.
"Haaah.. Normal Non, alhamdulilah saya gak ada cacat!" Jawab Layvi, ia pikir pertanyaan tadi berkaitan dengan pekerjaannya sebagai pengawal.
"Yakin...?!" Kembali Yesha memastikan, ia bahkan menggulung rambutnya, memperlihatkan leher mulusnya. Ia percaya semua yang ada pada tubuhnya sangat menarik di mata pria.
"Yakin...!" jawab Layvi setengah bergumam dan ragu. Ia sampai memperhatikan tampilan dirinya dari atas sampai bawah.
"Bukan fisikmu maksudku, tapi sesuatu yang ada didalam sini!" Jemari kurus, kecilnya menyentuh da-da Layvi lembut. Layvi semakin menyeritkan alis, apa ia harus medical check up untuk mengetahui apa ia punya penyakit dalam atau tidak?.
"Sebenarnya apa yang ingin Nona ketahui?" tanya Layvi mulai gelisah karena jemari Yesha yang terus mengetuk da-da bidangnya.
"Kamu pernah menyukai seorang wanita?" tanyanya to the point. Layvi berusaha mengingat kapan terakhir ia tertarik dengan lawan jenis, wajahnya memerah saat ingat kapan pertama dan terakhir rasa itu timbul dalam dirinya, yaitu saat pertama kali ia melihat Yesha.
"Kenapa Non tanya itu?!" sahutnya kaku, ia tak ingin menatap wajah Yesha yang bagai iblis tak berdosa, begitu menggoda untuk disentuh.
"Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu saat berdekatan denganku?" Wanita itu ingin tahu apa ia cukup menarik untuk kategori wanita dewasa. Layvi semakin salah tingkah, tak mungkin ia mengatakan pikiran kotor yang terlintas di otaknya, ia masih lelaki beradab yang tahu harus menjaga norma kepada seseorang yang memberinya makan.
"Saya menghormati Nona!" Jawabnya cepat.
"Hemmm...!" Yesha tak puas, kini kedua tangannya yang berada dida-da Layvi membelainya dengan gerakkan keatas sampai bahu lelaki itu.
"Jadi aku hanya sebatas itu bagimu?!" Godanya seraya cemberut, ia bahkan mengganti cara bicaranya jadi lebih manja.
'Kuat Layvi.. Kuat.. ini mungkin cobaan dari Nona, agar kamu gak pernah mikir yang macam-macam' bathinnya bermonolog.
"Saya juga berterima kasih karena Nona memperkerjakan saya!" Tambahnya, ia sadar lelaki miskin sepertinya tak akan pernah sanggup memiliki Yesha. Meski sekarang seluruh tubuhnya bergetar seakan tidak terima dengan kenyataan yang ada.
"Gituyah..!" Lagi-lagi Yesha berbuat hal yang diluar nalar lelaki itu, wanita itu memilih merebahkan kepalanya didada bidang Layvi dengan tangannya yang masih terus membelai.
'Ya Tuhan.. kenapa cobaan senikmat ini?' Geramnya sambil terpejam kuat.
Sekarang kaki Layvi lemas, ia seperti tak mampu menyanggah berat tubuhnya ditambah kepala Yesha, beruntung ia berdiri dibelakang pintu.
"Aaahkk...!" Kaget Yesha yang mau ikut terjatuh, beruntung Layvi sigap memegangi lengan bosnya.
"Nona... saya gak suka bercanda!" Ucap Layvi sedikit geram, jangan salahkan dirinya, jika nanti ia mulai menaruh harapan dengan bos cantiknya jika sikapnya terus seperti tadi.
"Tapi aku gak lagi bercanda" Sahut Yesha serius.
Layvi kembali berdiri, dengan masih memegangi lengan Yesha, ia menunduk mendekatkan wajahnya ke wajah bos cantiknya, melihat tak ada satupun cacat diwajah wanita yang mirip boneka itu. Sementara Yesha merasa begitu berdebar, sorot matanya tak henti melihat tatapan Layvi yang bagaikan elang, ditambah dengan alis matanya yang semakin menambah nilai macho diwajah pria itu.
"Heemm..." Nafas putus asa keluar dari sudut bibir Layvi, ia masih seorang pria sejati, mencintai wanita yang begitu jauh kastanya sama saja mempermalukan dirinya sendiri.
Lelaki itu berjalan selangkah kedepan, kembali menatap Yesha yang masih setia diposisinya semula.
Apa yang bisa ia banggakan, atau ia serahkan ke wanita yang bahkan tak memiliki kekurangan sama sekali, tanpa Layvi sadar jika hati Yesha begitu kekurangan kasih dan sayang.
"Kalau Nona berniat menggoda saya, lebih baik Nona cari orang lain saja!" Ia tak ingin sekedar menjadi boneka mainan Yesha, Layvi yang paling tahu bagaimana rasanya mencintai tanpa dicintai, ia terlalu kenyang melihatnya dari almarhumah ibunya.
Sebuah perasaan yang sangat menyakitkan, tak jarang ia mendengar ibunya menangisi ayahnya yang selalu ingin bersama bu Wiwid, ibu tirinya.
Layvi juga memang menyayangi bu Wiwid, ia tak pernah menganggap wanita itu bencana dalam hidupnya, ia terlalu sadar.. terkadang bahagia juga bisa tercipta dari sebuah kemalangan asal ia mau ikhlas menerima takdir yang ada.
Ibunya pun juga menyayangi Wiwid layaknya adik kandung. sebuah perasaan yang rumit dan Layvi tak pernah berharap terlibat kisah seperti ketiga orangtuanya.
"Apa aku tak selayak itu?" Tanya Yesha yang sudah berdiri didepan Layvi, pupil matanya bergetar menandakan ia ingin menangis, rasanya terlalu sakit jika dirinya terus-terusan ditolak, dulu saat perceraian kedua orangtuanya Yesha kecil memilih bersama ayahnya, Pram. Tapi sayang pria itu meminta Yesha untuk tinggal bersama Yolanda, ibunya.
Perasaan tak di inginkan selalu saja menghantuinya, sehingga ia berusaha sesempurna mungkin agar tak ada yang menolaknya.
Tapi kini Layvi bahkan enggan sekedar menatapnya.
"Haaahh...!" Lelaki itu mulai marah, ia terus berjalan tanpa peduli pertanyaan bosnya.
"Layvi, tunggu...!" Teriak Yesha mengatensi anak buahnya.
"Apa Nona?" Sahutnya sedikit jutek.
"Apa arti seorang wanita dimata kamu?"
"Wanita?" Kutip Layvi.
"Iyah, apa itu wanita menurut kamu?!"
"Wanita tercipta karena pertemuan antara dua kromosom X, yang terbentuk didalam rahim ibu"
"Ppffftt... hahhaa... bukan itu!" Tak disangka Layvi mempunyai pikiran yang terlalu kaku.
"Oowh.. wanita tercipta karena dahulu nabi Adam AS, meminta hal itu kepada Allah SWT, lalu terciptalah Siti Hawa yang berasal dari tulang rusuk kiri nabi Adam AS."
"Oke.. aku suka pengetahuanmu, lalu apa kamu pernah berfikir siapa tulang rusukmu yang hilang?"
Layvi sedikit melirik Yesha, otaknya berfikir mungkinkan wanita ini jawaban atas pertanyaannya sendiri.
"Saya tidak tahu Nona" Jawabnya masih berusaha santun.
"Eemm.. bagaimana kalau seandainya wanita itu aku?"
Layvi menenggak salivanya kasar, bagaimana bisa Yesha membaca pikirannya tadi.
"Itu tak mungkin Nona!" Sahutnya sedikit menjauh.
"Kenapa gak mungkin?"
"Karena saya lahir setelah Nona dilahirkan, jadi tak mungkin Nona tulang rusuk saya.!" Aiih.. bisa-bisanya ia berkelit menggunakan usia Yesha yang 3 tahun lebih tua darinya.