"Der, lo beneran bisa ngusir hantu, kan?"
Dery tersenyum percaya diri, kepalanya terangguk, mengiyakan pertanyaan dari perempuan cantik yang ada di depannya sekarang. Tidak, Dery tidak sedang membual mengatakan itu hanya untuk merayu si cantik Sharon yang merupakan Selebgram terkenal di kampusnya. Dery bicara jujur kok, ia betulan bisa melihat semua jenis hantu, dan bisa pula mengusir mereka yang mengganggu.
"Kalau nggak percaya, lo bisa cek testimoni di i********: @derydukun. Anak-anak kampus udah banyak yang pakai jasa gue buat ngusir hantu yang ganggu di kosan mereka."
Sharon masih tampak ragu. Ia terlihat berpikir sembari menggigiti ujung jarinya.
Wah, baru kali ini ada yang meragukan kemampuan Dery. Padahal, sudah setahun belakangan ini nama Dery cukup terkenal di kampus sebagai 'DD' alias Dery Dukun karena kemampuannya yang bisa melihat hantu dan membereskan masalah yang berbau hal mistis.
Sharon sendiri sepertinya menghubungi Dery dan menemui Dery di gedung jurusannya karena sudah tahu duluan dengan ketenaran kemampuan Dery ini, kan? Tapi, kenapa di saat mereka sudah bertemu, Sharon malah meragu?
"Sorry, Der, gue bukannya nggak percaya," ungkap Sharon. "Tapi, selama ini case yang lo tanganin kan seringnya cuma ngusir hantu di kosan aja. Sedangkan gue butuh bantuan buat bersihin rumah keluarga gue. Kebetulan itu rumah lama sih, jadi kosong dan selama ini nggak ada yang ngisi. Mau dijual, tapi nggak laku-laku karena setiap ada yang mau beli pasti digangguin mulu. Direnovasi juga nggak bisa, karena tukangnya sering dijahilin. Udah bikin pengajian, tapi pas pengajian kelar malah ada hantu cewek yang ngajinya lebih lancar."
Sharon merinding sendiri karena menceritakan itu semua pada Dery, sementara si DD masih bersikap santai.
"Yaudah, gue liat dulu aja rumah lo, Sher."
"Lo yakin?"
"Aman, aman, yakin gua. Tenang aja."
"Tapi di rumah itu barang-barang suka melayang sendiri gitu, Der, pintu juga sering kebuka-tutup sendiri. Kayaknya penghuninya ada banyak deh. Nggak apa-apa kalau lo sendirian?"
Dery tersenyum meyakinkan pada Sharon. "Percaya aja sama gue," katanya. "Asal masih makhluk halus kota dan bukan makhluk halus dari gunung, gue bisa handle."
Akhirnya, Sharon baru merasa yakin pada Dery.
***
Rumah milik keluarga Sharon itu ternyata memang benar-benar menyeramkan. Sekali lihat saja, semua orang pasti akan langsung beranggapan jika rumah tersebut angker. Dari temboknya yang sudah menguning dan banyak dihiasi jamur pada beberapa sisi serta suasana suram yang menyelimutinya saja, terlihat sekali kalau rumah bertingkat dua dengan arsitektur gaya Belanda itu sudah lama tidak ditinggali. Mungkin sudah belasan, atau bahkan puluhan tahun.
Dery menelan ludah. Ia sudah bisa merasakan jika di rumah itu memang ada banyak penghuninya di saat ia sendiri masih melihat rumah tersebut dari dalam mobil Sharon. Namun, ia tetap mencoba untuk percaya diri. Demi cuan dan demi membuktikan kepada Sharon kalau memang ia memiliki kemampuan yang mumpuni dalam membasmi bangsa hantu.
"Der, jujur gue nggak berani ikut masuk ke rumah ini karena gue trauma gara-gara dulu pernah digangguin banget," ujar Sharon ketika mereka sudah turun dari mobil. Ia menyerahkan serenteng kunci pada Dery. "Ini semua kunci rumah itu. Nggak apa-apa kan lo masuk sendirian? Gue tunggu di teras depan aja."
Dery tertawa canggung. "Hahaha...iya, oke, nggak apa-apa gue masuk sendirian kesana..."
Sharon bernapas lega, kemudian bertanya, "Lo beneran nggak butuh apa-apa? Kayak kemenyan atau darah ayam gitu?"
"Hah? Buat apaan?"
"Dukun kan biasanya begitu."
"Gue dukun modern, Sher. Jadi nggak butuh itu."
"Berarti, lo masuk dengan tangan kosong?"
Dery mengangguk. Nyatanya memang begitu, ia selalu bekerja dengan tangan kosong.
Lagi-lagi Sharon tampak tidak yakin, namun ia hanya berujar, "Oke deh. Good luck kalau gitu, Der."
"Iya, Sher, makasih."
"Kalau ada apa-apa, hubungin gue aja ya."
"Gue sih maunya nggak ada apa-apa."
Sharon hanya tersenyum meringis.
Di genggaman Dery kini sudah ada kunci rumah keluarga Sharon itu. Lalu, mereka berdua membuka pagar rumahnya. Sharon duduk di kursi yang ada di teras depan, memutuskan akan menunggu disana, sementara Dery melanjutkan misinya membasmi hantu di rumah itu.
Begitu melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah, bau apek dan lembab khas tempat yang lama tidak tinggali pun langsung memenuhi indera penciuman Dery. Ia berjalan hati-hati di lantai rumah yang berdebu tebal hingga jejak kakinya pun tercetak di lantai.
Keadaan di dalam rumah gelap karena semua lampunya dimatikan. Saat Dery melihat ke langit-langit pun, beberapa tempat bola lampu bahkan kosong, sehingga ia memutuskan untuk tidak mencoba menyalakan lampu dan hanya mengandalkan cahaya matahari yang menyusup lewat jendela saja.
Semua perabot di rumah itu ditutupi oleh kain putih, membuat suasananya jadi kian seram. Bisa saja, kain-kain putih tersebut tidak hanya menutupi perabotan, tapi juga makhluk halus. Tetapi, insting Dery mengatakan jika di lantai satu ini tidak ada apa-apa. Sepertinya, penunggu rumah ini tahu kalau Dery datang sehingga mereka memilih bersembunyi.
Lalu, Dery menaiki tangga menuju lantai dua. Nah, kali ini dingin mulai terasa dan bulu kuduk Dery pun meremang, tanda bahwa di lantai atas ini memang ada sesuatu. Terdapat tiga pintu yang langsung Dery lihat begitu ia sudah sepenuhnya menginjakkan kaki di lantai dua. Namun, dari ketiga pintu itu, pintu yang di tengah lah yang mengeluarkan aura paling tidak enak.
Tanpa perlu berpikir lagi, Dery segera berjalan menuju pintu di tengah itu. Untungnya pintu itu tidak terkunci, sehingga ketika Dery memutar kenopnya, pintu itu langsung terbuka dan surprise! Ternyata memang benar, semua penunggu rumah itu berkumpul disana.
Setidaknya ada sepuluh dengan rupa yang beragam, namun masih tidak semenyeramkan makhluk-makhluk halus yang pernah Dery lihat sebelumnya. Mereka ya...tipikal penunggu rumah pada umumnya. Kalau mau diklasifikasikan berdasarkan hantu yang dikenal masyarakat Indonesia pada umumnya sih, Dery dapat menyebutkan ada dua tante kunti dan dua pocong (yang sepertinya pasangan kekasih atau mungkin suami istri karena mereka berdekatan), lalu ada pula dua hantu anak kecil yang kelihatannya kembar, satu hantu mirip jenglot bergantung di langit-langit, satu hantu berseragam tentara belanda dengan bekas tembakan di tubuhnya ada di sudut ruangan, lalu didekatnya ada pula suster belanda yang sepertinya ngesot, dan genderuwo bermata merah berdiri paling dekat dengan pintu, menyambut kedatangan Dery.
Kecuali genderuwo yang berdiri paling depan, hantu-hantu lain terlihat takut karena kehadiran Dery. Yah, Dery sendiri sih tahu apa alasannya.
"Halo guys, ternyata kalian pada ngumpet disini," sapa Dery diiringi senyuman lebar. Lagaknya sudah seperti menyapa teman sebaya atau subscribers di akun Youtube-nya yang nggak seberapa.
"Pergi." Genderuwo itu berujar pada Dery dengan suaranya yang terdengar berat, serak, dan dipenuhi dengusan.
Dery bersidekap dan melihat semua makhluk itu dengan tatapan menantang. "Maaf nih Om Uwo, tapi harusnya gue yang ngomong begitu sama kalian. Yang punya rumah ini nyuruh gue ngusir kalian dari sini karena kalian tuh nyusahin, tau?!"
Om Uwo menggeram. "Pergi." ulangnya sekali lagi.
"Nggak akan sebelum kalian pergi duluan."
"Pergi!"
"No, no, no!"
"Kalau tidak pergi, kamu akan menyesal."
"Sama. Kalau kalian nggak pergi secara sukarela, kalian juga bakal menyesal."
"Kami nggak akan pergi karena ini rumah kami!" celetuk si suster Belanda ngesot.
Dery menunduk untuk melihat ke arah suster yang sebenarnya cantik andai saja separuh wajahnya tidak dihasi borok berbelatung. Dery menuding padanya, "Lo punya surat tanah rumah ini nggak? Bayarin biaya perawatannya nggak? Terus bersihin rumah ini secara berkala nggak?"
Si suster ngesot diam dan cemberut menatap Dery.
"Tapi kita sudah lama disini, bahkan dari sebelum kamu lahir!" Om Uwo bicara lagi, yang mana disetujui oleh semuanya, termasuk si hantu-hantu anak kecil.
"Hadeh, gini nih, numpang nggak tau diri," keluh Dery. "Kalau emang mau tinggal disini harusnya jangan ganggu. Ini bukan rumah kalian, oke? Jadi, tau diri lah, jangan suka bikin masalah buat orang-orang di dunia nyata."
"Kamu terlalu banyak omong," dengus Om Uwo.
"Kalau terlalu banyak duit, gue nggak akan disini lagi Om, tapi udah ongkang-ongkang kaki dikelilingi cewek cantik di Maldives!"
PRANGGG.
Sebuah pajangan kristal berbentuk gelas yang ada di salah satu meja dalam kamar itu melayang dan terlempar ke arah Dery. Untungnya, ia refleks menghindar sehingga pajangan tersebut tidak mengenai kepalanya. Jika tidak, mungkin kepala Dery sudah berdarah-darah sekarang.
Ia melotot, menatap pada salah satu tante kunti yang baru saja melakukan itu padanya. Ternyata, hantu-hantu disini memiliki energi yang cukup besar karena bisa melakukan itu. Hantu-hantu yang biasanya Dery temui di kosan kliennya yang lain tidak lah sekuat itu sehingga mengusir mereka cukup mudah.
Tetapi hantu disini kuat hingga mampu melempar barang. Tidak hanya satu saja yang kuat, tapi hampir semuanya (kecuali pocong, karena tangan merka terikat), mereka mulai melemparkan barang-barang ke arah Dery. Kebetulan, kamar itu sepertinya dijadikan sebagai gudang sehingga ada banyak barang-barang yang bisa mereka lempar disana.
"BANGKEEEE."
Dery mengumpat kesal sembari menghindari lemparan yang diberikan hantu-hantu tidak beradab itu. Mulai dari pajangan, patung, botol parfum, sampai piring, semuanya mereka lempar ke Dery. Om Uwo jadi yang paling semangat dan tentunya paling kuat.
"Karena kalian nggak bisa pakai cara baik-baik, berarti gue juga nggak akan bersikap baik juga!" seru Dery yang kini sudah bersembunyi di bawah meja.
Lalu, ia meraih kalung yang tersembunyi di balik kaosnya, menarik keluar bandul kalung itu yang berbentuk seperti peluit yang terbuat dari bambu. Dery meniup peluit itu. Memang, peluit tersebut tidak mengeluarkan suara apa-apa ketika ditiup, tapi sebuah bayangan besar yang mencapai langit-langit ruangan tiba-tiba muncul.
Suara barang-barang yang dilempar pun berhenti, jadi Dery keluar dari tempat persembunyiannya dan tersenyum puas melihat para hantu kini sudah berdiri ketakutan. Bagaimana tidak, di hadapan mereka sekarang, Dery berdiri tepat di sebelah makhluk super besar berwarna hitam dengan wajah serupa banteng campur singa, dan sepasang mata merah menyala.
Om Uwo sampai melangkah mundur ke belakang karena makhluk itu membuatnya terlihat kecil. Dery sampai menyeringai senang dengan reaksi yang diberikan hantu-hantu nakal itu.
"Nah, udah gue bilang kan kalau nggak nurut, kalian semua bakal nyesel," ujar Dery. Ia melirik makhluk di sebelahnya yang walaupun menakutkan dan suatu hari pernah membuat Dery ngompol, tapi sekarang sudah menjadi sahabatnya. "Sekarang, gue serahin semuanya ke Blacky."
Sekarang, Dery tinggal berdiri santai menonton para hantu itu kocar-kacir dan kabur sebelum ditangkap Blacky. Sementara sisanya yang tidak berhasil kabur sudah berhasil Blacky tangkap dan dibawanya pergi.
Dery tersenyum puas dan menepuk-nepuk tangannya. Satu misi berhasil diselesaikan olehnya dengan tangan kosong, seperti biasanya. Tidak ada kemenyan, darah ayam untuk sesajen, atau kertas penuh jampi-jampi.
Rahasia Dery adalah Blacky, makhluk yang sudah ikut dengannya selama setahun belakangan ini dan sudah menjadi partner bisnisnya, temannya, sekaligus pelindungnya.