Pesona sang direktur.

1006 Words
Seorang lelaki muda dengan langkah panjangnya baru saja keluar dari ruangan besi yang membawanya naik ke lantai atas itu berjalan menyusuri lobi kantornya untuk menuju ruang kerjanya. Langkahnya tegas dengan dengan tatapannya yang datar memandang ke sekelilingnya. "Selamat pagi, Pak." Sapaan demi sapaan dari para bawahannya menyapa dirinya yang lewat. Tak lupa, tundukan kepala tanda menghormat pun mereka lakukan. Tanpa membalas sapaan dari para bawahannya, lelaki itu terus berjalan dengan seorang sekretaris mengikuti langkahnya dari belakang. "Seperti biasa, selalu tampan," puji seorang wanita muda yang baru saja berdiri dan menyapa lelaki itu kepada teman sebelahnya, setelah Revan berlalu. "Sayangnya dingin, kaya kutub Utara. Bisa beku kita," jawab wanita sebelahnya menimpali. "Justru itu pesonanya." Tatapan memuja jelas terlihat dari sorot mata itu mengikuti punggung bosnya yang semakin menjauh. "Andaikan bisa, sudah kulahap dari dulu." Kali ini, pandangannya berganti dengan tatapan liar. Kedua tangannya saling menggenggam dan menatap gemas. Namanya Revan Baskara, lelaki muda yang menjabat sebagai pimpinan sekaligus pewaris dari perusahaan tekstil yang lumayan besar di Kota Amer. Revan meneruskan bisnis keluarga yang mulai dirintis sejak masih zaman kakek buyutnya dahulu. Sudah beberapa generasi mewarisi perusahaan, dan setiap kali berganti pemimpin, perusahaan itu semakin maju. Wajahnya tampan dengan iris hitam pekat. Senyuman jarang sekali tercipta dari bibirnya. Namun, itu semua yang menjadi pesona tersendiri dari para wanita yang menggilainya. Mereka menyebutnya, "Charismatic eagle" . Bagaimana tidak? wibawa itu justru semakin terlihat dengan pembawaannya yang demikian. Banyak yang berusaha mendekatinya tanpa harus Revan menebar pesona. Mereka yang baru melihatnya, pasti langsung tergila-gila. Meskipun disukai oleh banyak wanita, tapi Revan tetap setia mengeratkan hati dan cintanya pada seorang wanita saja. Dan itu adalah Felicia, kekasihnya. Pria muda berkacamata yang sedari tadi mengikuti langkahnya pun menyegerakan langkahnya, saat melihat pintu dengan papan nama "Direktur" tergantung di atasnya mulai terlihat. Dengan segera ia mendorong pintu kaca itu dan mempersilakan bosnya untuk masuk. Setelah Revan melangkah masuk terlebih dahulu, sekretarisnya segera menyusul, langkahnya turut serta masuk ke dalam ruangan dengan ukuran dua puluh lima meter persegi itu. Di dalam ruangan terdapat beberapa tanaman dalam pot besar di setiap sudutnya. Juga beberapa lukisan abstrak yang tergantung dan menghiasi beberapa bagian dari dinding ruangan. Tiga buah sofa hitam berbeda ukuran dan sebuah meja kaca persegi panjang menjadi pelengkap ruangan itu. Juga kursi putar dan meja yang cukup besar dengan sebuah papan nama bertuliskan, "Direktur Revan Baskara", tempat duduknya berada tepat di dekat dinding kaca yang bersisian dengan pemandangan luar. Jika Revan berdiri, ia bisa menengok lalu lalang kendaraan dari lantai atas. Revan segera mengambil posisi duduk pada kursi kebesarannya, lalu mulai mendengarkan agenda yang dibacakan oleh sekretarisnya yang bernama Andika Permana. Tak lama kemudian, suara ketukan pintu terdengar mengusik pendengaran Revan. Sampai akhirnya, sebuah kalimat menjadi pertanda bahwa sang pemilik ruangan mempersilakan, "Masuk," ujarnya terdengar tegas. Tak menunggu lama, sebuah dorongan dari arah luar menampilkan seorang wanita yang memakai celana jeans hitam dan kerudung square juga berseragam OB memasuki ruangan. Ia membawa sebuah nampan yang terdapat sebuah cangkir di atasnya. "Kopi, Pak," ujar gadis itu seraya meletakkan secangkir kopi di atas meja milik Revan. Tak sedikitpun wanita muda itu mengangkat wajahnya meski sekadar untuk melihat wajah Revan. Tanpa menunggu ucapan lain dari lelaki yang berstatus bosnya itu, wanita muda tersebut segera pergi meninggalkan ruangan Revan. Revan sendiri langsung meraih cangkir yang masih mengepulkan asap dari kopi hitam itu. Lalu menyesapnya perlahan. Ah, rasanya sungguh nikmat. Ini kopi paling nikmat yang cocok dengan lidah Revan. Dan kopi itu adalah kopi buatan salah satu wanita yang bekerja sebagai OG di perusahaannya. Kopi yang rasanya belum pernah ia rasakan nikmatnya dari buatan OB maupun OG yang lain. Itu juga yang membuat Revan begitu menikmati pekerjaannya saat ditemani secangkir kopi nikmat buatan gadis muda yang baru saja keluar dari ruangan Revan. "Baiklah, kau boleh kembali ke tempatmu," ujar Revan setelah mendengar setiap agenda yang dijadwalkan oleh Dika, Sekretarisnya. Revan sendiri sengaja memilih sekretaris seorang pria, karena ia enggan jika harus ada orang yang justru sibuk menarik perhatiannya ketimbang bekerja, karena biasanya seperti itulah wanita. Selain itu, Dika termasuk orang yang sangat kompeten, sehingga banyak membantunya dalam menyelesaikan urusan-urusan perusahaan. *** Sore ini, Revan baru saja selesai meninjau pabriknya. Pabrik yang letaknya cukup jauh dari kantornya. Ia melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya untuk memastikan waktu saat ini. Pukul 16.00, Revan segera melajukan kendaraan roda empat miliknya dan kembali ke kantor. Masih ada beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan. Kemungkinan, malam ini ia akan lembur. Revan sendiri tak begitu suka memakai jasa sopir. Ia lebih suka berkendara seorang diri. Terkadang, Dika yang sebagai sekretarisnya merangkap menjadi sopir juga untuknya. Setelah sampai di kantornya, Revan segera berjalan menuju ruangannya. Tak begitu banyak orang yang menyapanya, karena ini memang sudah menjelang jam pulang kantor. Langkahnya berhenti tepat di depan pintu kaca besar, tempat akses keluar-masuk ruangannya. Didorongnya pintu itu, kemudian kakinya melangkah masuk. "Surprise." Seorang wanita merentangkan tangannya sembari berteriak memberi kejutan pada Revan, lalu berlari memeluk lelaki itu. "Hei. Kamu sudah kembali?" tanya Revan yang terkejut dengan wajah senang. "Ehm." Wanita itu mengangguk. "Tapi, aku cuma dua hari aja. Aku pulang karena sangat merindukanmu," ujarnya manja. "Kamu mau pergi lagi?" Revan memastikan dengan ekspresi tak terbaca. "Iya. Aku cuma dikasih izin cuti empat hari sama agency. Maaf, padahal aku masih sangat merindukanmu." Ia memasang wajah sendu. "Yah, apa boleh buat. Kejarlah dulu cita-citamu." Revan mencoba menyemangati walaupun ia sendiri merasa tak rela. "Nanti malam, datanglah ke rumah. Mama pasti sangat merindukanmu. Beliau juga pasti sangat senang saat tahu kamu pulang," ujar Revan sambil menyingkirkan anak rambut dari wajah gadis itu. "Baiklah," ucap gadis itu setuju kemudian memeluk tubuh Revan erat. Keduanya bersama menghabiskan waktu di dalam ruangan Revan. Ya, gadis itulah yang bernama Felicia. Seorang wanita yang selama ini mengisi hati Revan. Membuat Revan setia tanpa tergoda oleh wanita mana pun. Gadis cantik dengan postur tubuhnya yang tinggi. Tingginya yang mendekati angka 170cm itu terlihat cocok jika disandingkan dengan Revan. Tubuh tinggi dengan kaki jenjang dan wajahnya yang mulus bak porselen. Bahkan mungkin, nyamuk pun akan terpeleset jika hinggap pada kulitnya. Felicia merupakan gadis cantik keturunan Indonesia -Korea. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD