Cuaca yang cerah tidak membuat Fiyah terlihat ceria hari ini. Kilasan obrolan dengan orang tua angkatnya masih terngiang-ngiang di kepalanya. Dia tidak begitu yakin menerima permintaan mereka, tetapi menolak pun dia tidak sanggup. Sekarang dia berada pada kegalauan yang sudah menggangu kosentrasi dalam belajar. Setiap penjelasan yang di lontarkan guru hanya berlalu lalang saja di kepala Fiyah. Dia termasuk kategori orang yang pemikir.
"Fi lo melamun mulu dari tadi, ada masalah" Anjel merasa bahwa hari ini Fiyah aneh.
"Eh enggak kok"
"Bagus deh kalau gitu gue mau curhat ni, Masa ya Revan gak ada kasih kabar. Setelah dia ngajakin gue kemaren jalan dia menghilang gitu aja. Terus ya dia agak aneh belakangan ini, biasanya Foto profil line dia foto gue eh semalam gak ada lagi" raut wajah Anjel sudah terlihat menahan kekesalan.
"Jel maaf banget ya, Aku gak bisa ngasih semangat kayak orang lain yang akan berkata "Udah tenang aja bentar lagi bakal di kabari" aku gak bisa buat gitu Jel. Aku juga gak tau cara kasih tau ke kamunya gimana" balas Fiyah bingung. Dia dalam posisi dilema. Disatu sisi dia tau bahwa apa yang dilakukan Anjel adalah salah disatu sisi dia masih belum bisa memberitahu Anjel.
"Maksudnya Fi" Anjel tidak mengerti apa yang di ucapkan oleh teman barunya ini. Dia hanya ingin bercerita tentang kegalauan yang dialami karena memendam sendiri terasa begitu sakit tetapi respon yang diberikan tidak sesuai dengan keinginannya.
"Maaf sebelumnya aku bukan maksud ceramahin kamu atau merasa baik, tapi yang aku tau pacaran itu gak diperbolehkan dalam islam. Jadi aku gak tau harus merespon apa sama kamu Jel. Kamu galau, kecewa, kesal dan sakit hati itu bukan kesalahan orang lain tetapi itu kesalahan diri kamu sendiri yang berani menjalin hubungan" Fiyah menatap Anjel dengan raut wajah tidak enak. Dia terima jika Anjel akan marah atau bahkan memaki-makinya.
"Kenapa pacaran gak diperbolehkan" tanya Anjel penasaran. Jujur saja dia tidak tau kalau hubungan pacaran tidak diperbolehkan dalam islam karena dia banyak melihat perempuan yang sudah menutup aurat tetap menjalin hubungan pacaran. Pacaran sudah tidak asing lagi di lingkungan mereka, bahkan yang tidak pacaran terlihat begitu mengenaskan dan tidak gaul.
"Karena pacaran itu jalannya zina" Fiyah juga bingung bagaimana menjawab pertanyaan Anjel. Setiap orang mempunyai pola pikir yang berbeda-beda .
"Fi jangan ngelantur deh, gak semua yang pacaran berujung zina ya. Mereka berzina mungkin karena laki-lakinya cuma main-main aja. Aku sama Revan gak ngapa-ngapain juga"
"Siapa yang menjamin kalian gak ngapa-ngapain Jel? Mungkin kalau suasana ramai iya, tapi kalau sudah berduaan saja bagaimana? Kamu tentu tau nafsu itu bekerja saat kapan, ya saat ada kesempatan dan pacaran membuka kesempatan itu selebar-lebarnya"suasana menjadi tidak begitu mengenakkan.
"Terserah Fi, aku tau kamu alim tapi jangan menilai suatu hubungan hanya karena beberapa orang saja. Aku pacaran bukan berarti aku ini mau dipegang-pegang, Aku sama Revan saling cinta dan sayang jadi apa salahnya. Yang aku tau kalau laki-laki udah cinta dia bakal ngejaga bukan malah merusak dan aku percaya sama Revan" Anjel meninggalakn Fiyah sendiri didalam kelas. Dia sudah terlanjur kesal, apalagi kegalauannya belum hilang-hilang juga.
"Maafin aku Jel, Aku tidak sebaik yang kamu kira. Dan aku cuma mau kamu tidak salah melangkah, karena aku sudah sangat menyanyangi kamu" lirih Fiyah sedih. Pandangan nya terarah kepada kerumunan manusia di lapangan yang sedang berolahraga. Hatinya ragu apakah dia bisa bertahan disini atau tidak. Dia harus kuat jika saja menjadi teget bulyan yang sering beredar. Awalnya Fiyah mengira tidak ada bulyan disekolah dan itu hanya ada di sinetron tetapi sekarang dia tau bahwa bulyan itu ada.
Perlahan keramaian yang terjadi menghilang begitu saja, sekumpulan manusia tersebut kembali masuk kekelas karena jam pelajaran sudah akan dimulai.
"Woi lu kemana Kaf"teriak Ray yang ingin mengejar Kahfi.
"Palingan kebelakang gudang, Kayaknya dia ada masalah"
Bima tau bahwa Kahfi mempunyai masalah, apalagi saat bermain basket tadi dia banyak membuat lawan jauh dan lecet.
"Kirain gue aja yang ada masalah" raut wajah Arka berubah menjadi suram. Dia sangat mengingat obrolan dengan kedua orang tuanya.
"Udah santai aja, masalah itu jangan di pikirin. Kalian kayak cewek" ucap Bima sambil tertawa pelan.
"Lo gak ngalamin apa yang gue rasa si Bim, rasanya masa depan gue suram" curhat Arka.
"Udahlah jangan pada galau gak jelas, kita ke belakang aja kepala gue juga lagi pusing. Sesekali bolos gak apa-apalah"
Mereka menyusul Kahfi yang sudah kebelakang gudang kecuali Bima yang masih mempunyai urusan dengan beberapa junionya. Apalagi jam pelajaran yang sebentar lagi dimulai.
Sepuntung rokok menjadi penenang dikala banyak pikiran.
"Lo kesini gak ngajak ngajak ya" ucap Arka sambil menepuk pundak Kahfi.
"Diam lo" balas Kahfi kesal.
Tak terasa setengah isi kotak rokok berwarna putih sudah dihabiskan oleh Kahfi dan itu membuat kaget Ray dan Andi.
"Lo mau mati ngisap sebanyak itu Kaf, lo gak gila kan" geram Ray sambil mengambil kotak rokok Kahfi.
"Woi, balikan gak" kesal Kahfi.
"Lo gila Kaf, gue gak akan balikin" balas Ray berniat meninggalkan gudang itu.
Pukulan akhirnya mendarat dipunggung Ray dan itu membuat Arka kebingungan.
"Gue gak mau berantem ya , gue mau rokok gue" bentak Kahfi.
"Lo ya, gue bilang berhenti ya berhenti bego. Lo mau mati apa" balas Ray tidak kalah dengan emosi. Arka Cuma bisa berdiam diri melihat kedua teman terlibat adu mulut dan otot. Melihat mereka bertengkar menjadi hiburan tersendiri.
"Lo juga Ka, kalian bedua kalau ada masalah jangan bunuh diri. Hutang kalian masih banyak sama gue" Andi tidak tau situasi, disaat suasana mencengkram dia masih bisa bercanda.
"Kalian itu gak ngerasain apa yang kita rasain. Gue memang gak tau masalah Kahfi tapi gue tau dia lebih berat masalahnya dari gue. Ngerokok banyak gak akan buat mati kok jadi kalian tenang aja" Arka kembali mengisap ujung rokoknya dengan santai.
"Siniin rokok gue. Kalau gue mau mati kenapa lo pada yang sibuk" ketus Kahfi
Bogeman Ray mendarat mulus diwajah datar Kahfi, dan aksi tonjok menonjok pun terjadi. Arka dan Andi yang ingin melerai pun tidak kuasa dan malah menjadi sasaran kedua temannya sampai guru datang karena keributan mereka bertiga.
"Berhenti, kalian ikut bapak"tegur keras Bapak Aryo.
Mereka langsung berhenti dengan aktivitas perkelahian itu. Wajah dan baju yang mereka pakai sudah tidak berbentuk lagi. Dengan darah yang mengalir disudut bibir masing-masing.
"Kalian kenapa berantem digudang, masalah cewek" ucap pak Aryo dengan nada kejam.
Mereka bertiga hanya terdiam tidak tau harus menjawab apa.
"Mau sok jago, udah kelas 3 gak ada sadar sadarnya. Kepala saya pusing ngurusin kalian kalian lagi" sambung pak Aryo lagi.
"Ya kalau gak mau ngurusin jangan diurusin kali. Kita juga gak minta" lirih Ray pelan dan merasa bodo amat.
"Apa kamu bilang, coba ulang lagi" pak Aryo hanya mendengar samar-samar apa yang diucapkan Ray.
"Gak ada apa-apa pak, kuping bapak aja yang gak berfungsi dengan baik" ucap Arka sambil mengusap ujung bibirnya yang masih mengeluarkan darah.
"Pusing saya, Badan kalian juga bau rokok lagi. Ini peringatan kalian yang terakhir, kalau berulah lagi terpaksa surat panggilan sampai kepada orang tua kalian. " jelas pak Aryo.
"Iya pak"
"Kalian saya hukum keliling lapangan 20 kali " suruh pak Aryo.
"Bisa mati kami panas-panas gini keliling lapangan Pak" Andi tidak mau berlari dilapangan, apalagi cuaca sangat panas terik.
"Mati kata kamu, kalian tawuran, balapan emang gak takut mati. Udah sana lakukan. Kalau kalian kabur jangan salahkan saya surat panggilan menyapa kalian dirumah"
Mereka segera keluar terburu-buru, lebih baik keliling lapangan dari pada mendapat omelan orang tua mereka dirumah.
"Ini karena kalian berdua" sinis Andi tidak terima.
"Bukan salah gue, kalau aja si bego itu gak mancing emosi gue kita gak bakal gini" Kahfi tidak terima disalahkan. Dia sadar bahwa melampiaskan segala kekesalan kepada temannya.
"Enak banget lo nyalahin gue, seharusnya lo berterima kasih sama gue karena masih peduli" balas Ray tidak habis pikir dengan temannya. Apakah salah dia peduli?
"Ray gak salah, Kalau kalian gak dihentikan mungkin kalian udah berakhir dirumah sakit" Andi segera pergi untuk keliling lapangan tetapi sebelum itu dia mengambil jaket dan topi kedalam kelas terlebih dahulu.
"Bhahahahahaha muka lo pada hancur. Tawuran dimana" gelak tawa Bima membuat mereka menjadi pusat perhatian.
"Diam lo" bentak Ray tidak suka.
"Santai dong bro, sana sana lari lapangan. Gue mau live di ig wkwkwk" Bima mengeluarkan smartphonenya untuk melakukan live. Ternyata respon followersnya lebih lebay dibanding penghuni sekolahnnya.
"Andi jangan lupa beli skincare siap ini ya wkwk"teriak Bima, Andi memang berusaha menutupi seluruh tubuhnya dari sinar matahari. Berbeda dari Arka dan Kahfi yang melepas pakaian sekolahnya dan hanya menyisakan kaus. Sedangkan Ray tetap fokus berlari, dia masih kesal dengan teman-temannya.
"Bego sih mereka" ucap Revan disamping Bima.
"Hak apa lo bilang mereka bego" ketus Bima yang tidak suka sahabatnnya dikatakan bego.
"Santai bro, mata lo kek mau jotos gue aja" tidak diragukan lagi bagaimana Bima dkk dalam hal pertemanan. Mereka paling setia satu sama lain, belum ada gosip mereka bertengkar kecuali sehari setelah itu mereka berbaikan lagi seperti tidak terjadi apa-apa.
"Cukup gue yang boleh bilang mereka bego, sekali lagi gue dengarin lo ngata-ngatai mereka jangan harap pulang lo masih aman ya Van" tatapan tajam Bima sangat membuat bulu kuduk Revan merinding. Dia seharusnya jangan mencari gara-gara dengan Bima dkk.
"Dasar banci gitu aja takut, mainin cewek gas terus" Bima tersenyum kecut melihat Revan yang sudah beranjak pergi.
Dilain tempat Fiyah tidak berani berbicara dengan Anjel, dia tau bahwa Anjel sedang kesal kepadanya.
"Anjel boleh bukunya aku lihat" lirihnya pelan. Tidak ada respon dari Anjel sama sekali, dia menggerakkan tangannya untuk memindahkan buku cetak pelajaran berada ditengah mereka.
"Makasih ya"
Anjel masih terdiam dengan pandangan fokus ke depan.