NT 6

2003 Words
Senyum Anjel tidak selebar biasanya. Dia merasa bahagia karena kemaren Revan memberikannya hadiah sebuah boneka besar disertain bungan dan coklat. Rasa berbunga-bunga sangat dia rasakan melihat sorot mata yang penuh cinta ditunjukan oleh sang kekasih. Perhatian yang selalu Revan berikan mampu membuat Anjel luluh. Dan setiap hari rasa itu kian membesar. Mood yang baik berakibat pada hubungan pertemanannya dengan Fiyah. dia sadar tidak seharusnya menghindari Fiyah hanya masalah beda pemikiran. Dia seharusnya memaklumi pemikiran sang teman baru yang terlalu paranoid terhadap hubungan pacaran. Dan Anjel akan membuktikan bahwa pacaran tidak seburuk pemikiran Fiyah. Sejak pagi hari Anjel sudah berbicara kembali dengan Fiyah, mereka tidak ada membahas soal pacaran. Notif di smartphonenya begitu banyak karena beberapa komenan postingannya semalam. Dia memposting hadiah pemberian dari sang kekasih. Isi komenan yang berada di akun i********: nya berupa kalimat kalau para folowers baper, iri dan masih banyak lagi. "Beb kapan sih kita bisa jalan bareng" Revan dan Anjel tengah makan berdua di Kantin. "Kan biasanya juga jalan kok" balas Anjel keheranan. "Maksud aku jalan malam lo beb, siang mulu kan bosan" wajah melas Revan membuat Anjel tersenyum. "Duh duh jangan ngambek gitu dong, kan gantengnya jadi hilang" tangan Anjel memegang pipi Revan dengan penuh sayang. "Gimana gak ngembek, diajakin jalan malam gak bisa mulu. Kamu cinta gak sih sama aku" "Ya cintalah Beb, pertanyaannya kok gitu" kesal Anjel. Apakah Revan tidak melihat bagaimana rasa sayang dan cintanya selama ini walaupun hubungan mereka belum lama. "Kalau cinta tiap aku ajakin jalan malam gak bisa mulu" "Iya iya nanti malam deh kita jalan, emangnya mau kemana?" Anjel harus bisa keluar nanti malam apapun yang terjadi. Berbohongpun dengan orang tuanya akan dia lakukan. "Ada deh, pokoknya nanti bebeb pasti suka" senyum Revan kembali mengembang. Dia mengecup tangan Anjel dengan lembut. Dia ada penolakan sama sekali seperti biasanya. Ketika bel berbunyi Revan dan Anjel meninggalkan kantin, Revan mengantarkan Anjel ke kelasnya. "Maaf ya Fi gak bisa nemanin ke Perpustakaan" lirih Anjel merasa bersalah. "Iya gak apa-apa kok, harusnya aku minta maaf karena gak bisa nemanin kamu ke kantin" "Eh gak apa-apa kok, udah biasa sendiri juga" bohong Anjel. Anjel memikirkan cara bagaimana nanti malam dia bisa keluar rumah, alasan apa yang harus dia berikan kepada orang tuanya. Kalau dia membatalkan janji dengan Revan pasti sang kekasih akan ragu atas perasaan cintanya. Anjel benar-benar pusing memikirkannya. "Fi kalau kita bohong sama orang tua gimana" "Ya dosa lah, Jangan bilang kamu mau bohong. Aku bilangin gak usah Jel, bahaya" yang namanya bohong sama orang tua merupakan dosa besar. Apalagi bohong itu kepada orang yang ridho Allah saja ada padanya. "Enggaklah, aku kan Cuma nanya" Anjel bicara terbata-bata berusaha menyembunyikan kegugupannya. "Alhamdulillah baguslah" Ruang kelas kembali sunyi karena fokus dalam belajar. Sekarang tengah belajar mata pelajaran fisika tentang gelombang cahaya. "Sesil bisa tolong bapak untuk mengambilkan Lux Meter di gudang" Pak Rahmat adalah guru mata pelajaran fisika. "Duh pak jangan saya deh, Arya aja tu" Sesil tidak mau untuk kegudang, apalagi banyak gosip yang mengatakan gudang tersebut angker. "Kamu sudah dewasa masih aja percaya gosip gosip gitu, Arya fokus nyusun rangkaian untuk mendeteksi gelombang cahaya. Siapa yang bersedia untuk ke gudang" "Saya saja pak" Anjel berinisiatif untuk mengambil. Dia tidak takut sama sekali untuk ke gudang. Dia berjalan menuju ke arah gudang, sebenarnya ada beberapa siswa yang berlalu lalang disekitaran gudang. Hanya saja kebanyakan mereka berasal dari kelas yang berdekatan dengan gudang alat-alat pratikum. "Alah Aca itu yang gak mau putus sama gue" "Yaiyalah udah habis sama lo" "Haha bego sih jadi cewek dirayu aja mau" "Yayaya Serah lo deh, terus gimana sama Anjel" Anjel terhenti ketika ada suara yang membawa-bawa namanya. Awalnya dia merasa salah mendengar, tetapi suara itu semakin lama semakin jelas. Dia melangkah kan kaki kebelakang gudang. "Susah banget, Biasa anak Mami mha" "Hahaha Kalah dong elu" "Enggaklah, sekarang lagi proses. Apalagi nanti malam dia mau keluar sama gue" "Hebat lo, yang gue tau dia mantan Arka. Udah habis sama Arka gak tu" "Enggaklah, dia aja dipegang nolak mulu tapi sekarang sih nerima aja. Udah gue kasih kata-kata manis sih wkwkwk" Anjel bersandar di dinding, berulang kali dia meyakinkan kalau apa yang dia dengar salah tetapi lama kelamaan air matanya mengalir. "Bagus banget lu Rev, Bodynya sih bagus. Keenakan dong elu ntar malam ya" "Iya dong, cewek mha awalnya aja nolak pas udah di pancing nagih" "Kayak Aca kan ya, mau lo habisin juga kayak Aca?" "Gak tau sih, lihat reaksi dia aja entar. Dari awal pacaran gue pengen nyium lagi. Setiap kali liat dia nafsu gue naik wwkwk. Apalagi rok sama baju dia pendek gitu, nahannya susah anj*r" "Hahaha. Lo cinta sama dia" "Enggaklah, gue Cuma mau body dia aja sih. Bikin gue mau nerkam aja" Dada Anjel kian merasakan sakit. Dia hanya dimanfaatkan, Revan hanya mau tubuhnya. Air mata kian deras mengalir. "Ke-" Bima datang secara tiba-riba. Sebelum menyelesaikan perkataannya, Anjel lebih dulu meletakkan jari telunjuknya ke bibir sebagai isyarat agar Bima diam. "Ya kita mha gak main tulus-tulus, kalau ceweknya mau ya kita malah senang" "Gak takut apa kalau cewek yang lu udah gituin hamil" "Selama ini gak ada tu cewek yang gue tidurin hamil, ya gue main aman lah" Bima tersulut emosi mendengarkan obrolan yang pasti sangat menyakitkan bagi perempuan didepannya ini. Dia tau yang mengobrol adalah Revan dan perkumpulannya. Tidak aneh jika laki-laki berkumpul membahas soal tubuh perempuan tetapi dia tidak suka jika mereka sampai merusak perempuan. "Bim hiks tolongin gue" lirih pelan Anjel. Dia tidak kuasa berada lama di sana lagi, baru saja dia mengetahui kenyataan sangat pahit. "Please lo jangan nangis" Bima tidak tega melihat Anjel terpukul. "Gue minta tolong sama lo kasih ini kekelas hiks, gue mau pulang hiks. Bilang kalau gue sakit." Anjel memberikan alat yang dibutuhkan guru dikelasnya. Dia segera beranjak pergi. Hatinya sakit lebih sakit dari apapun. Sepeninggalan Anjel, Bima langsung memukul Revan yang tengah santai merokok. "Bangs*t lo" ujar Bima. "Woi santai Bim, kenapa lo datang-datang mukul. Cari mati lo" Teman-teman Revan tidak terima temannya tiba-tiba dipukul tanpa alasan. "Teman lo yang cari mati. Bangs*at lo. Gue ingatin lo ya jangan pernah dekatin Anjel lagi. Kalau aja lo dekatin dia jangan salahkan gue anak genk gue bakal ngehajar lo" Bima memukul Revan berulang-ulang kali sampai wajahnya terdapat memar. Teman-teman Revan tidak bisa berbuat apa-apa, mereka tidak mau berurusan dengan Genk Bima. "Salah gue apa" Ujar Revan menahan rasa sakit ditubuhnya. "Lo gobl*k atau apa? Gue tau apa yang lo cari dari Anjel. Jangan pernah coba lo tampakkan wajah lo didepan dia" "Lo jangan munafik Bim, semua cowok pasti mau tubuh cewek. Lo gak usah sok alim" "Sebrengseknya gue, gue gak pernah ngerusak anak orang. Gue masih lihat Mak gue, lo pernah mikir gak kalau adek, kakak, atau mak lo di rusakin orang ha" Revan langsung membalas pukulan Bima. "Lo jangan bawa keluarga gue" "Lo gak mau keluarga lo dirusak orang, tapi lo sendiri rusak orang. Lo mikirkan gimana mak sama bapaknya. Punya otak tu dipakai buat mikir, jangan isinya Cuma body cewek doang" Ketika Bima selesai menghajar Revan dia segera menuju ke kelas Anjel. Meskipun ada memar di wajahnya, Bima tetap mengentarkan alat yang diperlukan kelas Anjel. "Selamat Siang pak, Maaf pak Anjel menitipkan ini ke saya karena dia merasa tidak enak badan" Bima segera memberikan alat yang dia tidak tau apa kepada sang guru. Meskipun masih banyak pertanyaan-pertanyaan di benak teman sekelas tetapi mereka kebali fokus kepada mata pelajaran. "Oh iya terima kasih Bima. Muka kamu kenapa? Berantem lagi" "Biasalah Pak, sebelum lulus puas-puasin dulu hehe. Saya pamit dulu pak" Bima segera meninggalkan kelas dan mencari keberadaan Anjel dimana. Dia paham apa yang dirasakan oleh Anjel. Tetapi matanya tidak menemukan sosok itu. "Mungkin udah pulang kali" lirih Bima. Fiyah sangat khawatir dengan kondisi Anjel, padahal tadi Anjel terlihat baik-baik saja apalagi wajahnya memancarkan kebahagiaan. Fiyah mengambil smartphonenya mencoba mencari tau bagaimana keadaan Anjel. Berulang-ulang kali dihubungi tidak ada jawabannya sama sekali. Tetapi dia mendengar suara getaran yang berasal dari tas Anjel. Dengan keberanian, Fiyah melihat kedalam tas Anjel dan ternyata Smartphone Anjel berada didalam tas. 0822xxxx Assalamu'alaikum Bim Anjel sakit apa ya? Wa'alaikumsalam Fi, Tumben chat ternyata nanyain Anjel Hehe Susah jelasinnya Fi. Tetapi dia lagi ada masalah besar Masalah apa Bim? Gue gak berhak kasih tau, Tas Anjel antar aja ke rumahnya Fi kalau lo khawatir Iya rencananya gitu Rumahnya dimana ya Bim? Coba tanya dia aja Gue kurang tau soalnya Kalau dia bisa di hubungi gak mungkin aku chat kamu Bim Eh karena itu ya Ntar gue cari tau Fi dari data Siswa Jangan khawatir, belajar aja yang fokus Dia baik-baik aja kok Iya aku tunggu alamatnya Bim Terima kasih Oh ya mau pergi bareng siapa? Sendiri kayaknya, teman sekelas kayaknya gak ada yang mau Sama gue aja gimana? Tenang aja naik mobil kok gak pakai motor. Kalau takut dekatan, lo bisa duduk dibelakang Enggak usah Bim, Aku sendiri aja Makasih ya Iya deh, Sama-sama ntar gue kirim alamatnya Obrolan mereka terhenti, Fiyah bingung harus ke rumah Anjel menggunakan apa. "Assalamu'alaikum" "Wa'alaikumsalam Ma, kenapa Ma?" "Mama sama Papa mau jemput ni sekalian kita makan malam" "Duh Ma, Fiyah mau kerumah teman soalnya tadi dia sakit. Tasnya sama Fiyah ni" "Ya udah biar Mama saama Papa yang ngantar, bahaya juga pergi sendiri-sendiri" "Beneran Ma? Makasih ya Ma hehe. Fiyah tunggu di depan gerbang ya Ma" "Iya sayang, bentar lagi sampai kok. Assalamu'alaikum" "Wa'alaikumsalam" Tidak biasanya Orang tua angkat Fiyah ingin menjemput, dia tau bagaimana kesibukan keduannya. Apalagi mereka juga mempunyai anak kandung yang seharusnya lebih mereka perhatikan dibanding dirinya. Bima sudah mengirim alamat Anjel beberapa menit yang lalu. Beberapa menit kemudian, mobil yang menjemput Fiyah datang. Dia memasuki mobil tersebut. Ternyata sepasang mata melihat Fiyah memasuki mobil dengan tatapan tajam. "Assalamu'alaikum Ma Pa" salam Fiyah sambil mencium tangan Mama angkatnya. Dia tidak bisa mencium tangan Papa angkatnya karena tidak ada hubungan nasab. "Wa'alaikumsalam, alamatnya dimana nak" tanya Papa. "Di jalan Teungku umar nomor 1 Pa" "Kenapa tasnya sama Fiyah" "Tadi dia gak enak badan Pa, makanya pulang eh kelupaan tasnya" jawab Fiyah. "Padahal Papa sama Mama mau ngajak makan malam, sekalian bahas permintaan Mama dan Papa beberapa minggu yang lalu" Mama Rahmi mengusap pucuk kepala Fiyah dengan sayang. "Besok malam aja gimana Ma, kayaknya Fiyah nginap rumah Anjel kalau kondisi dia buruk" balas Fiyah. Dia sudah berencana menginap dirumah Anjel karena Bima sudah memberitahu apa yang terjadi kepada Anjel. "Iya gak apa-apa, yakin nginap disana? Mama khawatir kalau Fiyah nginap-nginap rumah orang" keluh Mama. "Yakin Ma, insya Allah Fiyah bakal baik-baik aja" Setelah sampai dirumah Anjel yang sangat besar, Fiyah berpamitan kepada Papa dan Mamanya. Dia segera memencet tombol yang ada disamping gerbang. "Maaf neng cari siapa? Mau minta sumbangan ya" "Eh bukan pak, ini bener rumah Anjel kan pak?" "Iya neng, oh teman non Anjel toh, maaf ya neng mamang kira orang minta sumbangan" laki-laki itu merasa bersalah setelah melihat seragam Fiyah yang sama dengan seragam anak majikannya. "Iya Mang gak apa-apa, Fiyah Cuma mau kasih tas soalnya Anjel tadi gak enak badan" Fiyah dipersilakan untuk masuk ke kamar Anjel. "Assalamu'alaikum Jel" salam Fiyah sambil mengetuk pintu kamar Anjel. Anjel yang mendengar salam itu cukup kaget, tidak disangka Fiyah mau jauh-jauh kerumahnya. "Jel lagi ngapain, aku ganggu ya. Maaf ya, tas nya aku taruk dimeja aja ya" Fiyah berpikir Anjel butuh waktu sendiri. Belum sampai beberapa detik, pintu kamar terbuka dan memperlihatkan bagaimna kacaunya Anjel. Mata merah dan bengkak, hidung yang juga merah ditambah begitu banyak tisu berserakan. "Fi dia jahat" Anjel langsung memeluk Fiyah dengan erat. Dia menumpahkan segala kekecewaan dan sakithati yang diras. "Udah-udah, tenang dulu ya" elusan-elusan pada punggung diberikan Fiyah berharap Anjel bisa segera tenang. Fiyah tidak banyak bicara, dia hanya mendengar setiap apa yang dikatakan Anjel. Dari umpatan sampai makianpun dia dengar. Setelah Anjel tidur akibat terlalu lelah menangis, Fiyah segera membersihkan kamar yang sangat berantakan. Dia tau bahwa tidak ada cinta sebelum akad nikah. Sesungguhnya takwa dan nafsu dalam Al-qur'an sama jumlah didalam Al-qur'an yaitu 115 yang berati mempunyai potensi untuk berbuat jahat dan baik. Apabila manusia mampu mengendalikan hawa nafsunya maka takwa dalam dirinya yang menang begitu pun sebaliknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD