Pagi itu. Di Aurora.
Seluruh murid di hebohkan dengan sebuah video yang memperlihatkan sosok berpakaian serba hitam meloncat dari jendela di UKS Aurora. Sosok yang menyelinap masuk di ruang jenazah dimana tempat Reno berada. Murid-murid jadi berspekulasi kalau sosok itu adalah salah satu dari keluarga cowok yang mengakhiri hidupnya itu.
Para staff, Manager dan bahkan ketua Yayasan Aurora mengadakan rapat dadakan karena kejadian menggemparkan itu.
"Bagaimana hasil pemeriksaannya? Apa sudah diketahui siapa pelakunya?" Ujar ketua yayasan dengan memandang kearah Mr. Christ selaku manager dan juga pengajar di Aurora.
Mr. Christ menggeleng pelan.
"Tim forensik sama sekali tidak menemukan sidik jari pelaku itu, pak. Bahkan, bekas sepatunya pun tidak bisa terdeteksi. Pelakunya terlalu cerdik sampai bisa menyembunyikan jati dirinya," jelas pria itu dengan meredam kekesalannya, ketua yayasan dan para staff jadi saling pandang dengan berdecak kasar.
"Bagaimana bisa seseorang masuk di sana? Padahal pintu masuk sudah di pasang sandi dan juga alarm keamanan? Kenapa kalian sampai kecolongan?" Sentak ketua yayasan sudah berdiri melempar tatapan tajam kearah semua bawahannya, "terus CCTVnya bagaimana?" Tambahnya masih gusar, manager Aurora menggelengkan kepala dengan lemah.
"Tidak ada satu pun CCTV yang merekam dari mana orang itu pertama masuk. Hanya di ruangan jenazah sosoknya terekam, pak. Itu pun hanya sebentar, karena Wisnu dan juga Hans menangkap basah pelaku." Ketu yayasan mengkerutkan kening dengan kembali mendudukan diri, "Wisnu? Ketua OSIS?" Ujarnya dengan memicingkan mata kearah manager.
"Benar, pak. Wisnu dan Hans kemarin malam melakukan patroli sebelum mereka pulang. Makanya mereka berdua melihat sosok itu masuk ke ruang jenazah," tutur Mr. Christ lagi dengan berusaha tenang.
"Apa mereka berdua kenal sama pelaku tersebut? Apa salah satu murid Aurora atau siapa?"
"Sayangnya mereka tidak sempat melihat, pas Wisnu masuk pelaku sudah loncat ke jendela dan tak terlihat setelah itu." Jelas pak manager lagi dengan menghela panjang membuat para staff menghela kasar dan saling duduk tidak tenang.
Ketua yayasan beranjak berdiri dan mrnyempatkan membanting ponsel di tangannya pada meja membuat semua yang berada di ruangan rapat terlonjak kaget. "Perketat keamanan di sekolah ataupun UKSnya. Perbaiki CCTV dan alarm setiap ruangan. Jangan sampai ceroboh lagi, kalau sampai murid dan para orang tua tahu tentang kejadian ini, bukan cuma saya yang habis tapi kalian semua juga." Ujarnya sembari beranjak pergi diikuti beberapa pengawalnya. Pak manager pun mengeraskan rahang dengan menajamkan pandangannya sembari mengkerutkan kening.
"Mr. Christ, ada masalah lagi," ujar salah satu guru mendekat kearah pria jangkung itu, "kenapa?" Ujarnya sembari melirik ponsel yang disodorkan wanita di sebelahnya itu. Perlahan pria itu melebarkan mata dengan kembali mengeraskan rahangnya.
"Pelaku s****n!" Umpatnya dengan kembali mengepalkan tangannya erat dan langsung melangkah pergi begitu saja. Para staff yang ditinggal di dalam sana saling mendekat dan berdiri tidak tenang.
____
Syahid melangkah beriringan dengan Arjuna di koridor sekolah. Kedua pemuda itu hendak melangkah ke kantin karena Arjuna yang sedari merengek kelaparan membuat Syahid mau tidak mau menurut untuk mengantarnya kesana.
Arjuna bergerak kecil merasakan ada getaran pada ponsel dalam saku celananya. Pemuda itu pun merogoh benda pipih itu pelan dan melihat ada pesan masuk. Tangannya menyentuh layar dan perlahan matanya memicing melihat sosok di dalam video tersebut berpakaian hitam berdiri di sebelah jenazah yang tertutup kain kafan. Arjuna semakin melebarkan matanya saat sosok itu menyingkap kain putih dan memperlihat jenazah Rio yang sudah kaku tidak berdaya.
"Syahid."
Arjuna hilang kata dengan mengerjap-ngerjap menatap ponselnya yang masih memperlihatkan sosok itu mengarahkan kamera kearah beberapa luka lebam di tubuh Reno. Dan ada juga bekas darah mengering di bagian kepala belakang pemuda malang itu.
Syahid yang melangkah lebih dulu jadi terdiam mendengar Arjuna memanggilnya lirih. Pemuda beralis tebal itu menoleh sembari melangkah mendekat pada sahabatnya itu.
"Kenapa?" Ujarnya sembari melirik kecil kearah ponsel milik Arjuna, "Reno gak bunuh diri anjir, benar yang dibilang Dewa. Ini Reno kayak dianiaya gitu, nih coba lo lihat, ada biru biru di d**a sama kepalanya ada bekas darah kering gitu." Jelas pemuda itu masih merunduk pada ponselnya merasa tertegun dengan apa yang ia lihat.
Syahid menghela nafas sembari mengedarkan pandangannya. Hampir seluruh murid tengah merunduk dan sudah berbisik-bisik membicarakan tentang Reno yang ternyata tidak bunuh diri. Pemuda itu membasahi bibir dengan sekilas mengerjap sayu.
"Elo jadi ke kantin, gak? Kalau gak jadi gue mau ke kelasnya Syaqila." Kata Syahid sama sekali tidak peduli, Arjuna berdecak lalu menatap cowok di sampingnya itu prihatin, "elo tuh bisa gak sih? Peka dikit sama sekitar. Ini kita lagi bahas masalah Reno. Masalah besar sekolah kita, brother. Ini dia katanya bunuh diri ternyata gak benar, nih coba lo lihat dia dianiaya ini. Ini coba lo lihat sosok berpakaian hitam ini, dia yang bocorin semuanya. Kalau begini keadaanya orang tua murid pasti bakalan demo ini." Katanya sudah menunjuk-nunjuk layar ponselnya antusias dengan sekali-kali berdecak heboh sekaligus takjub dengan sosok misterius di dalam video itu.
"Gue ke Syaqila dulu."
Arjuna mengumpat samar melihat Syahid yang sama sekali tidak menanggapi omongannya. Pemuda itu memang paling kaku dama dunia sekitar. Selalu tidak peduli tentang masalah orang lain.
"Tunggu aku sayangku!!" Teriak Arjuna sembari berlari kecil mengejar Syahid yang sudah melangkah lebih dulu meninggalkannya di koridor kelas.
Arjuna mengedarkan pandangannya melihat beberapa murid lain sudah saling duduk bergerombol dan mrmbicarakan tentang sosok misterius di dalam video Reno. Pemuda berwajah imut itu jadi menipiskan bibir masih berusaha mengekori Syahid di depan sana yang sudah berbelok naik tangga.
Arjuna hendak melangkah naik tangga namun tersentak melihat sosok jangkung yang kini berdiri di dua anak tangga di atasnya. Pemuda itu terlihat melongos kecil sembari melanjutkan langkahnya membuat Arjuna mendelik kecil dengan mencibir.
"Wah ada atlit kebanggan sekolah nih. Gimana, gimana? Gimana turnamennya? Dapat medali emas, perak apa perunggu? Pasti emas dong yah?" Cerocosnya dengan menggebu-gebu membuat pemuda yang sudah berjalan di depannya itu membuang muka tidak peduli, "kemarin gue gak sempat nonton acara lo di tv. Cerita dong, dapat medali apa sih?" Tambahnya masih memaksa pemuda itu berbicara.
"Bacot anjir. Sana lo jauh jauh dari gue," usir pemuda itu kesal dengan mengibaskan tangannya pelan lalu melangkah lagi.
"Sombong amat sih, mentang mentang atlit terkenal, gue mah apa cuma serbuk sari." Cibirnya masih mengimbangi langkahnya dengan pemuda yang memiliki t**i lalat ditengah-tengah kedua alisnya itu.
Pemuda itu hanya menggelangkan kepalanya prihatin sembari kembali melangkah. Arjuna tersentak kaget saat beberapa murid perempuan berlari kearah mereka berdua dengan mata berbinar. Para perempuan itu langsung mengacuhkan ponsel mereka ke depan keduanya dengan antusias.
"Elo Kean Yohandar, kan? Atlit taekwondo itu?" Ujar mereka heboh sembari mencicit malu dengan sesekali mendorong tubuh Arjuna menjauh agar mereka dengan leluasa mendekat pada pemuda yang masih menatap mereka datar.
Arjuna mencibir sembari menerobos cewek-cewek, "aduh ukhti uhkti, jangan agresif dong. Ini keannya lagi gak mood jangan diganggu, yah." Ujarnya sembari melindungi tubuh Kean dari incaran gadis-gadis agresif itu. "Apasih lo penutup botol. Kita gak ada urusan sama lo, sono pergi." Usir mereka kembali mendorong tubuh Juna kasar membuat pemuda itu terhuyung sampai ke pilar dengan mirisnya.
Kean Yohandar, atlit taekwondo itu mendengus kecil sembari tersenyum samar. Berusaha ramah dengan melambai kecil kearah para gadis membuat mereka sontak memekik senang.
"Minta foto dong, Kean!"
"Tanda tangan dong, Kean!"
"Kean, nikahin gue!"
"Kean, jadi pacar gue. Gue jomlo soalnya!"
"Bening amat si, Kean. Skincare lo apaan? Bukan sunlight kan?"
"Misi misi gue lewat dong, gue juga mau foto sama masa depan gue."
"Apasih, kalem dong woi!"
"Kaki gue keinjak anjir!"
"Jangan agresif dong, itu Kean risih anjir."
Kean melongos dengan memijit pelipisnya pelan. Merasa lelah dengan para fansnya semakin hari semakin bejibun itu. Punya fans itu kadang merepotkan, tidak bisa leluasa melakukan aktifitas sehari-hari. Pasti ada saja yang mereka lakukan. Padahal Kean hanya ingin sekolah normal seperti teman-temannya yang lain. Apa sesusah itu?"
"WOI ADA KECOAAAKKKKK!!"
Teriak Arjuna membuat para cewek sontak membubarkan diri dengan melompat-lompat ketakutan. Mereka semuapun berlari tunggang-langgang entah kemana membuat Kean, si atlit muda dengan segudang prestasi itu bernafas lega.
"Elo tuh harus punya manager atau bodyguard, biar gak digangguin gini." Ujar Arjuna menasehati, Kean mendelik kecil sembari mengipasi diri dengan tangan karena kepanasan dikerubuni cewek-cewek.
"Ngapain gue bawa manager di sekolah? Gue gak semanja itu yah?"
"Lah benar juga." Balas Arjuna dengan mengkerutkan kening sembari terkekeh lagi, "eh gue duluan, yah. Mau ke kantin, gara gara ketemu lu di tangga jadi lupa tujuan gue." Katanya masih menyengir lebar lalu beranjak pergi dengan menyempatkan menepuk pelan bahu pemuda itu.
Kean kembali melangkah menyusuri koridor, pemuda jangkung dengan gigi keloncinya itu terlihat mengekerutkan kening sembari mencari keberadaan kelasnya dimana.
Pemuda itu menghentikan langkahnya sembari mengumpat samar lalu menghela kasar.
"Pantesan gak nemu nemu kelasnya, ini koridor ekskul. b**o amat sih gue," gerutunya dengan tertawa sendiri dengan recehnya. Pemuda itu kembali melangkah pergi sembari menaiki tangga menuju lantai dua mencari keberedaan dimana kelasnya.
Pemuda jangkung itu pun kembali melangkah mencari keberadaan kelasnya. Matanya memicing melihat sosok gadis berdiri menghalangi jalan dengan bengong di depan kelas.
Kean memandangi gadis itu sekilas sembari berdehem keras membuat sosok itu terperanjat kecil. "Kalau bengong tuh jangan di pintu, sono di botol kecap." Omelnya dengan menatap datar kearah gadis itu, sosok berkerudung itu mengerjap polos dengan kening mengkerut. Sama sekali tidak paham dengan celetukan pemuda itu.
Kean mendengus sembari kembali menoleh, "Bengong, botol kecap? Elo gak paham?" Katanya dengan mencibir kecil, gadis itu menggeleng polos dengan mendongak menatapnya. "Maksudnya gue, bangau anjir. Kecap bangau," lanjutnya masih menjelaskan kemudian tertawa geli sendiri.
Gadis itu jadi ikut tersenyum kecil, gimana gak senyum abis ketawanya nular. Bunyinya kayak 'awokawokawok', ketawanya anak alay. Gadis itu kembali menatap punggung Kean yang sudah melangkah menuju koridor meja dan mendudukan diri di salah satu kursi. Sosok mungil itu menautkan alis merasa tidak asing melihat cowok bergigi kelinci itu. Seperti pernah melihatnya di suatu tempat. Tapi, dimananya lupa.
"Syaqila!"
Gadis berkerudung itu menoleh, sontak tersenyum lembut melihat kembarannya melangkah kearahnya.
"Kemana aja? Tadi Syahid kesini gak ada elo di kelas." Ujar pemuda itu sembari melongokan kepala ke dalam kelas Syaqila yang hanya ada beberapa murid.
Syaqila mengangguk dengan tersenyum, "tadi ke ruang guru dulu, ambil undangan ini, buat nanti malam." Jelas gadis itu membuat Syahir menautkan alis dengan melirik amplop gold dengan motif bunga itu di tangan kembarannya.
"Undangan apaan? Kok gue gak dapat?"
Syaqila mengedikan bahu pelan.
"Undangan khusus siswi yang ngambil ekskul bahasa, modeling, sama tiga ekskul lainnya. Kita disuruh ke hotel nanti malam, ada pertemuan buat semua murid Aurora dengan para mentor." Jelas Syaqila dengan menatap Syahir lurus, kembarannya itu menautkan alis dengan memicingkan mata.
"Elo kesana sama siapa? Jam berapa acaranya? Kenapa harus ke hotel?"
"Enggak tahu. Sama murid lain juga, mungkin karena ada mentornya makanya kita ngadain pertemuannya di hotel. Jam setengah sembilan udah di sana," tambah gadis itu lagi membuat Syahir kembali mengangguk paham lalu menghela panjang, "yaudah ke kantin yuk, Syahid udah nungguin di sana. Elo belum sarapan kan tadinya?" Syaqila mengangguk lalu melangkah mengekori Syahir yang sudah melangkah di sampingnya.
Kean yang sedari tadi menajamkan telinga melongos pelan dengan membuang muka malas.
"Jadi pengen ke kantin juga."
***
Malam itu. Di Hotel Antariksa.
Tepatnya di lantai sepuluh, sudah dipenuhi dengan siswi Aurora dengan dress mereka masing-masing. Mereka seakan ingin menonjolkan diri dengan memakai outfit terbagus dan juga yang paling mahal yang mereka miliki. Untuk menunjukan betapa mereka tertarik dengan ekskul dan juga program baru yang sekolah Aurora akan buat.
Di sofa sudut, ada sosok berpakaian simpel namun feminin dengan outfit senadanya itu. Gadis berkerudung itu duduk dengan memeluk undangan di tangannya dengan tidak tenang. Sesekali ia mengedarkan pandangan, berharap menemukan teman sekelas ataupun teman yang ia kenal. Namun, sudah beberapa jam di sana gadis itu belum juga menemukan siapapun yang bisa ia ajak ngobrol.
Gadis itu beranjak dan menautkan alis melihat Mr. Christ terlihat berdiri di depan sana dan memegang microphone membuat para tamu jadi menatap kearahnya.
"Acara akan ditunda dua jam ke depan, acara akan dimulai jam sebelas malam. Jadi kalian diharapkan untuk tidak meninggalkan hotel sebelum acara selesai, silahkan menunggu dan menikmati makanan yang telah disajikan." Ujarnya lalu menutup pidato singkatnya membuat semua siswi menggerutu kesal karena sedari tadi sudah menunggu lama di sana.
Gadis berkerudung itu, Syakila Reswara menghela panjang lalu merunduk mengetikan sesuatu pada ponselnya. Mengabari orang rumah kalau dirinya akan terlambat pulang.
Syaqila duduk menunggu namanya dipanggil untuk menemui para mentor dan mendengarkan evaluasi murid yang akan mereka sampaikan. Gadis itu menunggu dengan sesekali menguap kecil karena ngantuk sedari tadi. Beberapa menit lagi jam dua belas malam, ayah pun sedari tadi mengiriminya pesan untuk selalu berkabar. Bahkan, Syahir sudah menunggunya di tempat parkir hotel karena khawatir dengan gadis itu. Syaqila menghela nafas dengan merunduk. Tidak ada satupun chatt ataupun telepon dari Syahid. Pemuda itu selalu tidak peduli dengan apa yang Syaqila lakukan. Hanya masalah tertentu saja.
"Syaqila Reswara!"
Gadis itu terlonjak kaget sembari mengangkat tangan. Lalu mengekori panitia yang menunjukan salah satu kamar untuk ia bertemu dengan mentornya. Gadis itu mengkerutkan kening merasa aneh dengan situasi sekarang, kenapa bertemu mentor harus satu-satu begini dan di dalam kamar hotel? Kalaupun ingin memberikan evaluasi terhadap murid, di sekolah juga kan, bisa.
"Silahkan, masuk! Dan ini keperluan anda," ujar salah satu panitia dan menyodorkan totebag padanya membuat Syaqila sontak meraihnya.
Gadis itu pun melangkah masuk lalu menutup pintu. Matanya menyapu semua ruangan dengan memandang keluar jendela yang nampak terbuka. Syaqila melirik totebag dengan menautkan alis, ada dress mini transparan di dalam sana mungkin sepahanya. Dan beberapa bungkusan kecil seperti permen, tapi bukan permen.
Syaqila mengangkat wajah kaget saat melihat seseorang keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang d**a membuat gadis itu sontak membalikan tubuh takut.
Pria paruhbaya yang hanya melilitkan handuk pada tubuhnya itu tertawa kecil, "saya sudah mandi, sekarang giliran kamu? Atau kamu mau langsung saja?"
Syaqila melebarkan mata dengan masih membelakangi pria itu.
"Bapak, pakai baju dulu. Kenapa bertelanjang d**a begitu, tidak sopan pak." Ujarnya dengan suara bergetar kecil.
"Lah. Kenapa harus pakai baju? Kamu kesinikan mau melihat saya bertelanjang, begitu pun saya? Sudahlah jangan malu malu." Katanya membuat Syaqila menelan salivanya kasar, matanya menghangat dengan tangan yang sudah meremas pakaiannya erat. Gadis itu perlahan melangkah kearah pintu hendak membukanya namun tidak bisa.
Pria itu menghela panjang.
"Gak akan kebuka sebelum kamu puasin saya. Kamu kesini kan ngejual diri? Biar dapat nilai bagus di sekolah, kan? Tenang. Saya bisa bilang guru kamu, biar kamu masuk kelas anak anak pintar nantinya." Ujarnya membujuk membuat Syaqila menggeleng dengan sudah menangis, pria itu melangkah mendekat kearah Syaqila dengan melemparkan tatapan buasnya. Pria itu menjulurkan tangan hendak menangkup wajah Syaqila bertepatan dengan seseorang melompat masuk dari jendela dan langsung menarik tubuh Syaqila pelan. Mata keduanya bertubrukan sepersekian detik membuat gadis berkerudung itu membeku.
Sosok berpakain hitam itu menoleh kearah pria tadi dengan wajah yang masih tertutup masker.
"Kamu siapa? Kenapa berani masuk kesini?" Sentaknya lalu merogoh ponsel hendak menelepon seseorang, sosok berpakaian hitam di hadapannya melangkah tenang sembari melayangkan tendangan high kicknya keatas kepalanya membuatnya langsung tumbang tidak sadarkan diri.
Syaqila yang melihat itu terdiam dengan masih shock menatapi sosok misterius itu yang sudah mengikat pria tadi dengan tali di tangannya.
Sosok itu menoleh kearah Syaqila sekilas, menatap gadis itu dengan tatapan penuh arti lalu pemuda itu melangkah kearah jendela dan meloncat begitu saja.