“Ayo lekas masuk!” Ajak manajer Eight pada ke 8 member itu.
“Tunggu!” Cegah Baek Hyun dan Suho serempak.
Perempuan yang memanggil ‘Baek Hyun’ itu sedang berlari ke arah mereka. Kedelapan member tak terkecuali manajer Eight yang tak mengenal gadis yang mirip Hana itu tercengang. Terlebih Suho dan Baek Hyun yang berdiri di barisan paling belakang.
“Baek Hyuuun ...” panggil Zhen dengan wajah memelas, meminta ditunggu.
Saat dirinya berlari masuk ke dalam lift, dengan sendirinya Chen, Chanyoel, Sehun, dan Kai yang berada di baris depan membuka jalan bagi Zhen yang ingin menghampiri Baek Hyun. Tubuh Baek Hyun sedikit terguncang akibat tekanan dari tubuh Zhen yang berlari memeluknya. Bodyguart yang sempat lengah tadi berlari-lari kecil menghampiri Zhen.
“Nona …” tegur salah satu bodyguard yang mengawal member itu. Ia hendak meraih tangan Zhen namun segera dicegah oleh Suho yang memberi isyarat dengan menggelengkan kepalanya.
Baek Hyun membatu. Apa yang ia alami sungguh di luar dugaannya.
“Tunggu sebentaaaar saja,” pinta Zhen dengan wajah memelas sambil menatap Baek Hyun yang masih berusaha mempercayai kenyataan di hadapannya saat ini.
Zhen merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah bingkisan.
“Namaku Zhen Wa. Aku sangat menyukaimu. Tolong terima ini.” Zhen memberikan bingkisannya dengan mata berbinar-binar.
“Zhen …?” Kesadaran Baek Hyun seakan menemui tempatnya.
Baek Hyun menatap Zhen seakan tak percaya.
“Apa namamu benar-benar Zhen?” Tanyanya tak percaya.
“Eum ...” gumam Zhen sembari mengangguk.
Batin Baek Hyun retak seketika.
“Nona Zhen … maaf. Mereka kelelahan dan harus segera beristirahat. Liftnya juga sudah terlalu lama terbuka,” tegur manajer Eight ramah.
“Satu lagi ... aku mohon ... aku ingin foto bersama ya? Aku mohon ...” Zhen mengatupkan kedua telapak tangannya dengan wajah tertunduk.
“Baiklah ... kau sudah berjuang keras untuk sampai ke sini. Berdiri di sini biar kufotokan.”
Zhen menyerahkan handphonenya dan berdiri di antara para member itu. Ia merapatkan tubuhnya pada Baek Hyun yang masih terjebak dalam kebimbangannya.
“Tolong lihat ke sini semua,” pinta manajer Eight.
*
“Terima kasih,” Zhen membungkukkan badannya setelah menerima handphonenya kembali.
Pintu lift baru saja tertutup. Saat manajer Eight akan menekan nomor lantai yang akan mereka tuju ...
“Tunggu!” cegah Baek Hyun tiba-tiba.
Pintu itu ia buka kembali. Pria itu keluar menghampiri Zhen yang tersenyum riang menatapnya.
“Ayo ikut!” Katanya seraya meraih tangan Zhen dan membawanya serta ke dalam lift.
*
Baek Hyun mempersilahkan Zhen duduk sambil memberinya sebotol minuman yang baru saja dibukanya. Zhen menerimanya dengan sukacita, lalu meminum isinya.
“Aku akan menyimpan botol ini sebagai kenang-kenangan darimu,” ujarnya senang.
“Di mana kau tinggal?” Selidik Baek Hyun sembari duduk di hadapan Zhen.
“Aku mengontrak di salah satu kamar kost,” jawab Zhen sembari menutup kembali botol minumannya.
“Kenapa kau tidak tinggal dengan orang tuamu?” Tanya Chen ikut menyelidik.
“Itu … aku tidak tahu orang tuanku. Sekitar dua setengah tahun yang lalu, aku kecelakaan dan mengalami koma. Saat bangun aku sudah tidak ingat apa pun lagi,” cerita Zhen.
Tanpa Zhen sadari beberapa member di dalam ruangan itu saling menatap satu dengan yang lain. Mereka seperti menemukan titik terang dari kejanggalan yang mereka temukan ini.
“Lalu bagaimana kau tahu kalau namamu Zhen?” Sehun ikut bertanya.
“Orang yang menyelamatkanku mendaftar namaku di rumah sakit dengan nama itu.”
Suho tercengang mendengar jawaban Zhen yang seakan memberikannya sebuah petunjuk.
“Kau tidak mengingat apa pun?” Tanyanya memastikan.
Zhen menggeleng. “Tidak sama sekali,” jawabnya sambil menatap Suho, bingung.
“Lalu, kenapa kau bisa menyukai EXO terutama Baek Hyun?” Tanya Xiumin.
“Oh itu … mungkin … mungkin karena kalian terlihat tampan dan keren.” Zhen menjawab dengan wajah malu.
“Kalian istirahat di sini dulu. Aku akan keluar menemui kak Eight,” kata Suho sembari beranjak dari sana.
“Bagaimana dengan Baek Hyun? Sepertinya kau lebih menyukai Baek Hyun dibandingkan yang lainnya,” goda Kai.
Zhen tertunduk. Ia mulai merasa gugup. Apalagi Baek Hyun terus saja memandangnya dari tadi.
“Itu … aku menyukai suaranya. Baek Hyun terlihat keren saat menyanyi di nada tinggi.”
“Benarkah? Jadi yang lainya tidak sekeren itu?” Sehun menambah panik gadis itu.
“Ti ... tidak … semuanya bagus ko,” Zhen tergagap.
Perasaan macam apa ini? Zhen lupa kalau saat ini ia terkurung di antara para lelaki. Bukankah seharusnya ia senang? Tapi kenapa sekarang ia merasa ada yang aneh. Debaran ini, apakah itu debaran bahagia atau justru rasa takut?
Chanyoel tersenyum sinis melihat ekspresi Zhen yang tampak kelabakan digoda teman-temannya. Pria itu berjalan ke belakang Zhen.
“Katamu kau penggemar kami? Kenapa ekspresimu terlihat gelisah seperti ingin cepat pulang?” Chanyoel berbicara persis di telinga Zhen.
Detak jantung Zhen makin tak beraturan. Wajahnya memerah dan terasa panas. Gadis itu mulai berpikir keras bagaimana mengakhiri semua dan segera keluar dari sana. Zhen berusaha tersenyum meski bibirnya bergetar.
“Iya ... aku rasa memang sudah seharusnya aku pulang. Kalian juga ingin beristirahat bukan?” Ujarnya sembari berdiri.
“Kami memang ingin beristirahat. Tapi … bukankah menyenangkan bila kau juga menginap bersama kami malam ini di sini.” Chanyoel menekan kedua bahu Zhen agar ia duduk kembali.
“Aku rasa Baek Hyun juga akan meminjamkan pakaiannya, sebagai pakaian gantimu malam Ini.”
Member EXO lainnya yang sedari tadi melihat hal itu berusaha menahan tawanya. Zhen seperti balon yang akan meledak.
“Aku rasa orang tuaku akan mencariku.” Zhen bergeser sedikit dan kembali bangun dari tempat duduknya.
“Terima kasih. Tapi sepertinya aku harus pulang,” katanya lagi sembari beranjak dari tempat duduknya.
“Hana …” panggil Baek Hyun di luar kesadarannya.
“Barusan kau mengatakan kalau kau tidak tahu tentang orang tuanmu.” Suara Kai menenggelamkan panggilan Baek Hyun. Pria itu tiba-tiba muncul menghadang langkah Zhen persis di depan pintu keluar.
“Ada apa?” Suho tiba-tiba muncul dari balik pintu.
“Dia mau pulang,” jawab Kai dengan tangan terlipat di dadanya.
“Kau mau pulang? Ini sudah pukul satu lewat. Menginaplah di sini. Kami sudah memesan satu kamar untukmu. Baek Hyun … antarlah dia beristirahat. Kamarnya di ujung sebelah kiri ruangan ini. Ini Cardlocknya.
Baek Hyun mengambil kartu itu dari tangan Suho.
“Tunggulah di sini sebentar.” Baek Hyun pergi ke kamarnya. Sesaat kemudian ia keluar dengan pakaian di tangannya.
“Ayo, aku antar ke kamarmu,” ajaknya.
*
“Ini pasti kebesaran untukmu, tapi setidaknya kau bisa tidur dengan nyaman malam ini,” ujar Baek Hyun sembari memberikan pakaiannya pada Zhen.
“Kau sudah makan?”
Zhen mengangguk.
“Mandi dan beristirahatlah. Kalau ada apa-apa kau bisa mendatangi kami di kamar tadi. Selamat malam,” pamitnya.
“Baek Hyun …” panggil Zhen tiba-tiba.
“Terima kasih untuk pakaiannya ... dan juga semuanya.”
Baek Hyun mengangguk sembari tersenyum. “Lekaslah istirahat … aku pergi,” pamitnya.
*
“Huuuuuh ...” Zhen membuang nafasnya.
Tiba-tiba ia ingat kejadian tadi.
“Bagaimana kalau tadi benar-benar terjadi hal buruk padanya? Akh ...” Zhen berusaha membuang pikiran negatif itu dari kepalanya.
“Mereka tidak mungkin seperti itu. Tapi kenapa suasananya jadi seperti itu tadi? Apakah hanya perasaannya saja? Yang tadi itu benar-benar menakutkan.” Pikir Zhen seraya mengelus lengannya sendiri. Seketika ia sadar akan pakaian yang diberikan Baek Hyun barusan. Seperti terbangun dari mimpi buruk lalu mendapat hadiah istimewa, Zhen tersenyum senang melihat pakaian itu di tangannya. Gadis itu menciumnya kemudian memeluknya erat.
“Bolehkah aku memiliki ini? Aku akan memintanya esok. Lagi pula tidak mungkin juga ia menggunakan pakaian bekasku. Rasanya … ini terlalu nyata untuk sebuah mimpi. Aku harus mandi untuk memastikannya,” ujarnya seraya berlari ke kamar mandi.
Beberapa saat kemudian gadis itu kembali keluar dari kamar mandi dan berdiri persis di depan pintu kamarnya. Zhen memandang lemari kecil yang berada tak jauh dari pintu itu. Tanpa pikir panjang ia menghampiri lemari itu dan mendorongnya hingga ke depan pintu.
*
“Apa yang kalian lakukan!? Kenapa kalian semua belum mandi!? Cepatlah mandi, tidur dan istirahat!” Perintah manajer Eight pada ke 7 member yang masih bersantai di ruang tamu kamar hotel itu.
“Oh ya ... di mana perempuan itu tadi? Apa dia sudah ke kamarnya?”
“Aku sudah mengantarnya,” jawab Baek Hyun yang baru masuk.
“Cepat mandi dan beristirahat,” kata manajer Eight lagi sembari melangkah ke kamarnya.
*
“Apakah itu benar-benar Hana?” Tanya Sehun penasaran sembari menatap Baek Hyun.
“Aku rasa iya. Tidak ada yang berubah darinya selain dia yang tak mengenal kita lagi.”
“Apa rencanamu selanjutnya? Bukankah kau mencarinya selama ini, dan dia dengan sendirinya datang menghampirimu?” Tanya Xiumin.
“Itulah yang sedang kupikirkan.”
“Kenapa kau tidak jujur saja mengatakan yang sebenarnya,” D.O memberi usul.
“Aku takut … mungkin dia akan terkejut, atau kebingungan. Dia juga akan bertanya-tanya kenapa bisa seperti ini. Aku takut dia mengetahui yang terjadi di masa-lalunya sampai membuatnya seperti sekarang ini. Aku belum siap menjelaskan semuanya.”
“Aku mengerti perasaanmu. Pastikan esok kau mendapatkan kontaknya dulu agar kau tak perlu kehilangan dia lagi. Kau tak harus memaksakannya mengingat masa lalunya. Biarkan ingatan itu kembali dengan sendirinya secara perlahan. Anggap saja kau memulai semuanya dari awal lagi. Yang perlu kau rencanakan adalah, bagaimana membuatnya kembali ke tempatnya yang sebenarnya,” saran Suho.
“Bagaimana dengan kak Eight? Aku pikir kita akan kesulitan bila terus merahasiakan ini darinya. Siapa tahu dia bisa membantu kita,” Chen memberi usul.
“Bagaimana pendapatmu?” Tanya Suho sambil menatap Baek Hyun.
“Aku tak masalah. Sudah 6 tahun kita bersamanya. Aku juga tidak nyaman merahasiakan ini darinya,” jawab Baek Hyun.
“Kalau begitu biar aku yang bicara ini dengannya.”
Suho kemudian terdiam sejenak sembari menatap Baek Hyun.
“Ada apa?” Tanya Baek Hyun keheranan.
“Apakah kau menyadari sesuatu?”
“Apa?”
“Jika gadis itu memang Hana, itu sungguh luar biasa. Seseorang bisa saja kehilangan semua ingatannya, tapi jiwanya akan selalu terikat dengan orang yang ia cintai, itulah cinta sejati. Aku rasa Hana atau Zhen memiliki hal itu.”