Dagu Hana sedikit terangkat menatap gedung tinggi di mana Baek Hyun dan kawan-kawannya berada sekarang. Di luar gedung ada puluhan penggemar yang membawakan hand-banner bertuliskan ucapan selamat untuk EXO yang memenangkan penghargaan artis terpopuler tahun ini. Baek Hyun dan kawan-kawannya juga akan bertolak ke Jepang untuk tour ke 3 mereka tahun ini. Karena itulah para penggemar itu dengan setia menanti di sana untuk turut serta mengantarkan mereka ke bandara.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Tegur seseorang persis di telinga Hana.
Gadis itu terlonjak kaget.
“Shiiits ...” pria tadi yang tak lain adalah Ranu meletakkan jari telunjuk di bibirnya. Pria itu meraih tangan Hana dan menariknya ke tempat yang aman dari pandangan orang-orang di sekitar mereka.
“Kita bertemu lagi. Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa yang kau lakukan tadi? Apakah kau sama seperti mereka-mereka yang menunggu di halaman gedung?”
Hana menggeleng cepat walau sebenarnya ia berbohong. Bedanya Hana berdiri di sana tanpa berniat bergabung dengan penggemar-penggemar itu.
“Aku … aku hanya mengagumi gedung itu,” jawaban yang tidak masuk akal keluar begitu saja dari mulut Hana.
Ranu tak mampu menahan tawanya. “Gadis ini tak pandai berbohong,” ujarnya dalam hati. Tapi Ranu menyukainya.
“Jadi karena itu kau mengangkat kepalamu menatap gedung itu? Apakah menurutmu gedung itu lebih memesona dibandingkan penghuninya?”
“Tidak juga. Kau sendiri sedang apa di sini?” Hana mengalihkan pembicaraan.
“Aku mau bertemu temanku yang bekerja di gedung itu juga.”
“Oh ... begitu.”
Lagi-lagi Ranu tertawa. Hana benar-benar membuatnya merasa terhibur. Hana sendiri hanya bisa kebingungan dibuatnya.
“Kenapa Ranu terus tertawa? Apa yang lucu? atau memang ia terlihat konyol sekarang?”
“Apa hanya itu?” Ranu bertanya setelah tawanya reda.
“Hanya itu apa?”
“Saat aku mengatakan kalau aku ingin bertemu seseorang di gedung itu dan kau hanya menjawab Oh … begitu.” Ranu mengulang lagi kata-kata Hana.
“Apa kau tak penasaran aku akan bertemu siapa?”
“Memangnya kau akan bertemu siapa?”
“Lawan mainku di dramaku saat ini. Aku akan masuk ke sana. Mungkin saja aku akan bertemu member EXO, artis yang sedang naik daun saat ini dan yang juga tengah ditunggu orang-orang di luar gedung tadi. Apa kau ingin menitipkan sesuatu? atau meminta tanda tangan mereka? atau foto mereka?”
“Sepertinya tidak. Aku juga tidak membawa apa pun.”
“Baiklah … kau membawa handphonemu?”
Hana mengeluarkan handphonenya dan menunjukkannya pada Ranu. Pria itu lantas mengambilnya dan memencet-mencet nomornya sendiri. Handphone Ranu pun berbunyi.
“Simpan baik-baik nomorku, dan jangan berikan pada siapa pun. Aku akan menghubungimu lain kali,” ujarnya seraya mengusap lembut kepala Hana.
Pria itu lantas pergi menuju gedung perusahaan yang mereka bicarakan. Meninggalkan Hana yang berdiri kaku sembari meraba-raba kepalanya yang diusap Ranu tadi. Lantas gadis itu tersenyum sendiri. Ia senang diperlakukan idolanya seperti itu. “Ranu memang baik dan ramah.”
*
Semenjak itu Ranu dan Hana jadi semakin dekat. Ranu kerap menghubunginya, bahkan mengajaknya keluar diam-diam bersama. Sebagai penggemar tentu saja Hana senang dan Ranu juga merasa senang karena untuk ke sekian kalinya ia berhasil mengambil hati gadis yang ia inginkan. Hana sedikit berbeda dengan gadis kebanyakan yang dekat dengannya selama ini. Jika gadis-gadis itu terkesan agresif, perhatian, atau suka bermanja-manja dengannya. Hana cenderung pendiam dan membatasi diri. Gadis jenis penggemarnya seperti Hana biasanya dengan mudah ia taklukan. Tapi untuk kali ini, sepertinya Ranu masih perlu waktu lagi.
“Kau sudah punya kekasih?” Tanya Ranu suatu ketika.
Hana menjawab dengan anggukan.
Ranu yang penuh percaya diri itu hanya tersenyum. Mencintai tanpa pernyataan cinta adalah prinsip Ranu menghadapi gadis seperti Hana. Hana punya kekasih tentu saja itu bukan masalah. Ranu selalu berhasil memenangkan hati gadis mana pun yang ia dekati, lalu menjalani hubungan dua sisi. Tak jarang pula gadis-gadis itu rela meninggalkan kekasih mereka demi Ranu. Hana tidak menyadari sisi lain di balik sikap Ranu yang ramah padanya. Ranu juga salah mengira, kedekatan Hana padanya bukan karena Hana terpesona akan dirinya. Hana menyukai Ranu sebagai sosok yang ia idolakan.
***
“Aku baru saja kembali.”
Hana membaca pesan singkat yang dikirimkan Baek Hyun beberapa jam yang lalu.
“Istirahatlah … kau pasti lelah.” Hana mengetik pesan itu sembari masuk ke dalam rumahnya yang gelap.
Tiba-tiba, “Haup!!”
Seseorang tiba-tiba mendekapnya dan menutup mulutnya. Hana berusaha meronta sekuat tenaga. Tapi sosok di belakangnya jauh lebih kuat. Perempuan itu akhirnya menggigit kuat telapak tangan yang menutup mulutnya.
“Aaaarrghh ...” Ia menjerit.
“Hana … Hana ini aku,” ujarnya seraya memutar tubuh gadis itu menghadapnya, lalu mendorongnya ke sofa.
“Baek …?! Ya Tuhan! Apa tanganmu terluka?!” Hana bangun dari sana dengan panik menyalakan lampu.
“Kenapa kau lakuan itu!?” Marahnya sembari menghampiri Baek Hyun.
Hana mengamati tangan Baek Hyun yang memerah. Bekas gigitan yang tampak basah itu ditepuknya perlahan dengan ujung lengan jaket yang ia kenakan. Air mengalir dari mata gadis itu.
“Aku tak apa-apa. Ini juga tak benar-benar terluka, kenapa kau menangis?” Tanya Baek Hyun sambil menghapus air mata itu.
Bukannya mereda, air matanya justru semakin deras mengalir.
“Hana ... aku benar-benar tidak apa-apa,” Baek Hyun mengambil tubuh Hana dan memeluknya.
“Aku ke sini karena aku merindukanmu. Kau tahu? Tak mudah datang menemuimu ke sini. Akan selalu ada yang mengawasiku hanya untuk mengetahui sisi lain kehidupanku.”
“Aku juga rindu. Aku juga tidak tahu kenapa aku jadi menangis melihatmu,” jawab Hana sembari merangkul erat tubuh kekasihnya itu.
Baek Hyun tersenyum. “Kau menangis karena merindukanku?”
Hana mengangguk.
“Apa kau sudah makan?” Tanya Hana di sela-sela tangisnya yang mulai mereda.
Baek Hyun menggeleng.
“Kalau begitu tunggulah di sini. Aku akan membuatkan makan malam.”
*
“Aku bertemu dengan artis idolaku di kafe. Lihatlah, kami juga berfoto bersama.” Hana menunjukkan fotonya sembari menikmati makan malam.
Baek Hyun berusaha menahan tawanya melihat foto Hana.
“Kenapa kau terlihat jelek di sini?”
“Aku sangat gugup saat itu. Sekarang kami juga berteman.”
“Berteman?”
“Katanya dia juga punya teman yang satu agensi denganmu, tapi aku tidak menanyakan itu siapa.”
Baek Hyun jadi teringat bagaimana sikap Ranu pada gadis-gadis yang menyukai Ranu seperti Hana.
“Hana ... jangan terlalu dekat padanya. Apa ia tahu rumahmu?”
“Aku tidak pernah memberi tahu alamat rumahku. Hubungan kami tidak akan sejauh itu.”
“Aku percaya itu. Tapi dia bisa saja menganggapnya lain.”
Hana mengangguk tanpa berniat menanyakan kenapa Baek Hyun mengatakan itu.
“Seberapa sering kalian bertemu?”
“Lumayan sering. Dia selalu datang tiba-tiba, lalu mengajakku.”
“Selama ia mengajakmu ke tempat yang ramai, itu tidak jadi masalah. Jangan pernah berduaan dengannya di tempat sepi. Jangan menikmati makanan atau minuman yang ia bawa sendiri.”
Hana tersenyum, sembari mengangguk.
“Hana, aku serius.”
“Aku juga serius,” jawab Hana sambil menatap mata Baek Hyun yang jelas khawatir padanya.
Bukan tanpa alasan Baek Hyun mengatakan hal itu pada Hana. Ia mengenali Ranu. Dari instingnya sendiri, ia tahu pria itu bukan pria baik-baik. Ia kerap melihat bagaimana Ranu memperlakukan gadis-gadis, baik itu penggemarnya, atau yang diakuinya sebagai temanya sendiri. Ia memang mempercayai Hana, tapi tidak dengan Ranu.
***
Menjelang senja, Hana berjalan seorang diri menuju halte bus. Tiba-tiba seseorang menarik tangannya dari belakang. Tubuhnya berputar dengan cepat menghadap sosok yang tiba-tiba menariknya itu.
“Ranu?!” Hana terkejut.
“Shiiiit ...” sosok tadi memberikan isyarat dengan telunjuk di bibirnya. Ia memperlihatkan 2 buah tiket fansign EXO di tangannya.
“Saat kulihat kau menatap gedung perusahaan itu beberapa hari yang lalu, aku pikir kau menyukai mereka. Jadi aku berniat mengajakmu menghadiri acara fansign mereka hari ini. Kau bisa langsung berinteraksi dengan mereka dan meminta tanda tangan mereka,” ujar Ranu sembari tersenyum bangga.
Hana menatap Ranu. Ia teringat kata-kata Baek Hyun padanya beberapa hari yang lalu. Ia ingin menolak, tapi bagaimana mengatakannya.
“Ada apa? Kenapa kau terlihat ragu?”
Hana menatap 2 tiket yang Ranu perlihatkan padanya. Itu pasti sangat mahal juga sulit didapatkan. Ranu tiba-tiba menarik tangan Hana dan membawanya masuk ke dalam mobilnya. Setibanya di gedung pertemuan, ada banyak penggemar yang berdiri untuk pemeriksaan tiket. Ranu mengenakan setelan lengkap mulai dari topi, kacamata hitam, hingga masker, dan jaket untuk menyamarkan dirinya.
“Ambil ini, kau tidak membawa apa-apakan?” Ranu menyerahkan sebuah album terbaru EXO ke tangan Hana.
“Terima kasih,” ucap Hana.
Tiba-tiba saja ia merasa gugup. Ia menyesal kenapa harus mengikuti Ranu ke sini. Tapi mau bagaimana lagi? Ranu memang baik dan ramah. Sangat sulit baginya menolak ajakan itu. Apalagi Ranu melakukan itu karena tahu Hana menyukai EXO.
Pemeriksaan tiket selesai. Hana semakin dekat dengan meja di mana para member itu berinteraksi dengan penggemarnya.
“Apa Baek Hyun tidak akan marah jika melihat ia bersama Ranu. Akh … kenapa pikiran itu baru muncul sekarang? Sebaiknya aku pura-pura ke kamar kecil saja.” Hana berbalik, namun Ranu sudah tidak ada di sana.
“Ada apa?” Tanya seorang penggemar wanita yang berdiri persis di belakang Hana.
“Aku pikir temanku tadi berdiri di sini.”
“Oh, pria jangkung tadi. Dia baru saja pergi beberapa menit yang lalu.”
“Ha?!”
“Apa dia pacarmu?”
“Bukan!” Hana menggeleng cepat. “Terima kasih” ucap Hana sembari berbalik lagi ke depan.
Hana sedikit lega. Paling tidak Baek Hyun tak melihatnya sedang bersama Ranu saat ini. Tapi, tetap saja hal ini menimbulkan kecurigaan, karena Hana tak mungkin seorang diri pergi ke tempat seperti itu.
“Aku bisa menjelaskan padanya nanti, lagi pula tidak masalah juga karena ini tempat yang ramai,” ujar Hana dalam hati.
Handphone Hana bergetar. Ranu mengirimkan pesan padanya. “Aku harus pergi. Jika aku ada di sana mereka akan mengenaliku. Karena tidak mungkin aku bertemu mereka tanpa melepas aksesoriku. Lagi pula akan terjadi kekacauan pula jika penggemar lain melihatku.”
Ketika penggemar di hadapannya maju ke member berikutnya, giliran Hana yang berhadapan dengan Chanyoel yang duduk di kursi pertama. Dalam hatinya pria itu merasa terkejut melihat Hana. Ia menebarkan senyum sembari menerima album yang diberikan Hana.
“Siapa namamu?” Chanyoel bertanya seakan tak mengenal Hana.
“Hana,” jawab Hana singkat.
Chanyoel pun menggoreskan tanda tangannya di album tadi. Hana tak berkata apa pun selain menunggu meminta tanda tangan pada member berikutnya. Seperti Chanyoel, Xiumin hanya tersenyum sembari menanyakan nama, lalu menggoreskan tanda tangannya di album yang diberikan Hana.
“Kau datang sendiri?” Sapa Chen sembari tersenyum ramah.
Hana mengangguk lalu menyerahkan albumnya. Chen menatap albumnya, berpura-pura melihat nama Hana yang sudah dibuat sebelumnya.
“Hana?” Tanyanya.
“Iya,” jawab Hana pendek.
Chen tersenyum geli karena harus berpura-pura tidak mengenal Hana.
“Baiklah Hana, semoga kau bersenang-senang hari ini,” ujar Chen dengan senyuman riang di wajahnya.
Satu demi satu member EXO itu ditemui Hana, hingga ia tiba di hadapan Suho dan yang paling akhir Baek Hyun.
“Kenapa wajahmu pucat? Kau sakit?” Tanya Suho pada Hana.
Gadis itu menggeleng.
“Kau datang dengan siapa?” Tanyanya lagi.
“Dengan temanku, tapi sepertinya dia pergi sebentar.”
Suho menyadari, penggemar yang mengantre di belakang Hana mengamati interaksi antara keduanya.
“Namamu?” Suho bertanya untuk melenyapkan kecurigaan.
“Hana,” jawab Hana singkat.
Suho mengembalikan albumnya pada Hana. Kini giliran Baek Hyun. Kehadiran Hana yang tak diduga membuat perasaan Baek Hyun seperti tersengat listrik. Hana berdiri persis di depanya dengan kepala tertunduk. Ini pertama kalinya ia bertemu dengan Baek Hyun di depan banyak penggemar. Tiba-tiba Hana merasa gugup. Baek Hyun berupaya menutupi perasaan kagetnya dengan tersenyum lebar.
“Kau datang sendiri?” Sapanya membuyarkan perasaan canggung itu.
“Iya … eh tidak, tadi temanku pergi ke kamar kecil.” Hana tergagap.
Suho yang mendengar itu tertawa geli.
“Oh …” Baek Hyun menggoreskan tanda tangannya di album yang Hana berikan. Setelah selesai, pria itu mengembalikan album itu pada Hana sambil tersenyum senang.
“Terima kasih,” ucap Hana.
Hana merasa lega. Saking ingin cepat-cepat meninggalkan tempat itu, Hana tidak menyadari lantai yang ia pijak berikutnya lebih rendah dari tempat ia berdiri sebelumnya. Gadis itu jatuh hingga menimbulkan keriuhan. Baek Hyun yang terkejut melihat hal itu seketika bangun dari tempat duduknya. Tanpa sempat melakukan tindakan selanjutnya, Hana sudah bangun dan bergegas pergi menuju tempat duduk yang disediakan. Baek Hyun pun hanya memandangnya sambil duduk di tempatnya dengan perasaan khawatir.
*
“Bagaimana dengan kakimu, apa itu sakit?” Ranu tiba-tiba muncul di samping Hana.
“Tidak, kakiku tidak terluka sedikit pun. Aku hanya terkejut.”
“Kenapa interaksimu pada mereka seperti itu tadi? Apa kau sangat gugup?”
“Tidak juga. Aku hanya merasa canggung. Ini pertama kali aku mengikuti kegiatan ini.”
“Benarkah? Aku merasa senang bisa membawamu kemari. Lain kali aku akan mengajakmu lagi.”
*
Acara baru saja usai. Bukannya membawa Hana pulang, Ranu justru membawa Hana ke lantai atap gedung. Awalnya gadis itu berusaha menolak, tapi Ranu yang percaya diri berhasil memaksanya dengan menyeretnya seperti biasa.
“Kenapa kau membawaku ke sini? Sebaiknya kita turun saja. Di sini tidak ada orang.”
Ranu tak menjawab. Pria itu melepas jaketnya dan memasangkannya ke tubuh Hana. “Aku ingin bersamamu lebih lama. Aku merasa senang karena membuat orang yang kusukai menemukan kebahagiaannya hari ini. Aku sangat berharap kau bahagia.”
“Suka? Ma … maksudmu? Tanya Hana bingung.
Ranu mengangguk sembari menatap Hana. “Aku menyukaimu … Hana.”
“I i iya ... terima kasih. Sebaiknya kita turun saja.”
Ranu terkekeh. Ia mencegah langkah gadis itu dengan mencengkeram tangannya.
“Hana apa kau tidak menyukaiku?”
“Aku menyukaimu, karena aku penggemarmu.”
“Kau bisa menjadi lebih dari sekedar penggemarku.” Pria itu meraih dagu Hana kemudian mendekatkan wajahnya ke sana. Secara spontan Hana menahan d**a Ranu dan bergerak mundur.
“Aku tidak bisa,” tolak Hana.
“Apa maksudmu tidak bisa?”
“Aku sudah punya seseorang yang menganggapku lebih dari sekedar penggemar.”
“Kekasihmu dan aku jelas berbeda.”
“Iya, tapi aku mencintainya.”
“Kau masih bisa mencintainya, juga mencintaiku,” ujar Ranu sembari mendekat.
“Aku tidak bisa!” Suara Hana meninggi.
“Kau tak perlu menahan dirimu. Kita bisa menjalaninya semuanya dengan baik selama ini tanpa ada satu pun yang tahu.”
“Kau salah paham! Aku … aku melewati semuanya denganmu tidak lebih dari sekedar kawan. Aku penggemarmu!”
“Apa ...?! Hana … kenapa kau seperti ini?! Apa yang kau takutkan?”
“Tidak ada. Tidak ada yang kutakuti. Aku seperti ini karena aku punya orang lain yang lebih kutakuti jika aku salah padanya.”
“Kau terlalu polos. Pandanglah aku. Aku seratus kali … bukan, tapi seratus ribu kali lebih baik darinya.”
“Tak penting kau seratus ribu kali lebih baik darinya, yang terpenting bagiku adalah aku nyaman dan bahagia bersamanya. Aku mencintainya!” Jawab Hana berang. Air mata Hana menetes. Entah kenapa ia merasa sedih mendengar Ranu mengatakan hal itu.
“Haa haa haa haa haa ...” Ranu tertawa dengan keras.
Saking keras tawanya, air matanya sampai keluar dari sudut matanya. Bukan air mata kesedihan atau kecewa. Tapi sungguh, baginya ini hal yang sangat lucu. Bagaimana mungkin Hana mengatakan kalau ia bahagia dan lebih mencintai kekasihnya dibandingkan dirinya yang ia anggap sangat sempurna. “Gadis ini lugu juga bodoh” pikirnya sembari menghapus air matanya sendiri.
“Aku harus pergi,” ujar Hana seraya melangkah meninggalkan Ranu.
Ranu tak tinggal diam. Harga dirinya serasa terinjak dengan perkataan Hana dan semakin berambisi untuk menaklukkan perempuan itu. Ranu melangkah cepat mengejarnya lalu mendekap Hana dari belakang. Hana berusaha meronta agar terlepas dari Ranu. Sayangnya tenaga Hana tak cukup kuat untuk melawan. Pria itu justru semakin kuat merangkul, menyeret dan mendorongnya dengan kasar ke dinding.
“Ayo tidur denganku! Aku akan membuatmu melupakan kekasihmu itu!” Ranu berbicara dengan lembut namun mengandung ancaman tepat di hadapan wajah Hana.