14. Menemukan Serpihan-serpihan Masa Lalu

2783 Words
Tanpa sepengetahuan Zhen, Chanyoel kembali menutup pintu dan beranjak dari sana. Raut wajahnya terlihat gelisah. “Apa yang harus kulakukan? Aku harus mengatakan ini padanya.” Chanyoel mencoba menghubungi Baek Hyun, namun beberapa kali dihubungi pria itu tak juga menjawab panggilannya. Pria itu makin gelisah. “Kenapa di saat seperti ini dia tidak memperhatikan handphonenya” gerutu Chanyoel. Pria itu akhirnya kembali ke ruangan tadi. Zhen yang awalnya terlihat murung tampak syok melihat kehadiran sosok pria bermasker itu. “Shiiiit ...” Chanyoel memberikan isyarat dengan jari telunjuk di bibirnya. “Ini aku,” bisiknya. Lagi-lagi Zhen terperangah. Tapi ia juga merasa senang melihat kemunculan Chanyoel di sana. “Apa yang kau lakukan? Kenapa kau tiba-tiba menikah?” Pria itu bertanya sebelum Zhen sempat mengeluarkan kata-katanya. Zhen tampak kebingungan dan tertekan sampai tak tahu bagaimana menjawab pertanyaan itu. Wajar saja Chanyoel menanyakan itu. Chanyoel pasti tahu kalau dirinya belum genap sebulan tinggal di kota itu. Dan tiba-tiba saja ia akan menikah. “Haruskah ia menceritakan semuanya?” Handphone Chanyoel tiba-tiba berbunyi. “Kenapa sulit sekali menghubungimu?” “Ada apa? Aku sedang di kamar mandi tadi.” “Kau tahu aku bersama siapa sekarang?” “Aku tidak tahu. Memangnya kau bersama siapa?” “Aku bersama Zhen yang akan menikah hari ini.” “Apa?! Bagaimana bisa!?” Suara Baek Hyun terdengar kaget. “Aku tak punya waktu menjelaskannya padamu.” “Tidak, tidak, tidak. Kau harus membawanya dari sana. Aku akan menyusul ke tempatmu.” * “Ayo …” Chanyoel menarik tangan Zhen. “Tunggu, kita akan ke mana?” “Kita bicarakan itu nanti.” “Tapi aku tidak bisa pergi. Acaraku sebentar lagi akan dimulai.” “Kau mencintai pria yang akan kau nikahi?” Zhen menggeleng. “Lalu kenapa kau menikah?!” “Dia bilang aku pacarnya, dan kami memang pernah akan menikah dulu.” “Dan kau percaya begitu saja?! Dengar! Bukankah seharusnya dia menunggu sampai kau mengingatnya walau hanya sedikit!? Kau tidak ingat apa pun tentang dia bukan?” Zhen menggeleng lagi. “Dan lagi, dia tidak seharusnya membuat pernikahan dadakan ini!” Pikiran Zhen sedikit terbuka. Memang benar. Seharusnya pernikahan ini tak mendadak seperti ini. Dirinya sebenarnya juga tidak menginginkan pernikahan ini. Ia tidak punya perasaan apa pun pada Zian. “Jika kau ingin menikah lagi, kau bisa melakukannya nanti. Sekarang kita harus pergi dulu. Ayo!!” Chanyoel menarik paksa tangan Zhen dan membawanya pergi dari tempat itu. “Tunggu! Anda siapa? Anda mau membawanya kemana?” Cegah perempuan yang tadinya mengawal Zhen. Chanyoel tak menjawab. Pria itu terus menyeret Zhen pergi dari sana. “Hei! Tolong! Pengantin wanitanya dibawa lari pria itu!” Perempuan tadi mengadu pada kedua teman Zian yang baru datang ke tempat itu. “HEI BERHENTI!!” Teriak keduanya. Bukannya berhenti, Chanyoel justru membawa lari Zhen dari sana. *** “PLAK!” Tangan Celen mendarat di wajah Zian. Perempuan itu tiba-tiba muncul di ruang aula pernikahan Zian. “Kau benar-benar sudah gila! Bagaimana bisa kau menikah sementara kita masih berstatus suami istri, bahkan memiliki seorang putri. Di mana perasaanmu!?” Bentak Celen di sela-sela isak tangisnya. “Maaf … aku rasa kita memang tak bisa lagi hidup bersama. Kau bisa merawat putri kita dan aku juga akan bertanggung jawab. Aku tak bisa memaksakan perasaanku. Aku sudah tidak mencintaimu lagi.” “Dengan mudahnya kau mengatakan itu tanpa memikirkan perasaanku! Kau sungguh kejam! Aku menyesal pernah mengenal bahkan menikahimu. Baik … jika itu yang kau inginkan. Ayo kita bercerai!!” * “Zheeeeen … berhentiiii ... kau mau ke manaaa ...” Teriak salah satu dari 2 orang yang mengejar Zhen dan Chanyoel. Tanpa memedulikan teriakan orang itu, Chanyoel terus membawa Zhen berlari. “Akan berbahaya jika mereka berhasil mengejarku. Tak mungkin pula ia meninggalkan Zhen saat ini. Perempuan itu bisa saja tertangkap kedua pria itu,” pikirnya. Selintas ingatan lewat dalam benak Zhen. Ia merasa pernah berlari seperti ini bersama Chanyoel. Apa itu hanya perasaannya saja? atau mungkin khayalannya sendiri? “Zheeeen ...” Kedua orang itu masih terus mengejar. Chanyoel dan Zhen menghilang di belokan. Mereka berhasil keluar dari gedung. Di saat yang sama, Baek Hyun muncul dengan mobilnya. “Tetap di sana!!” Teriak Chanyoel mencegah Baek Hyun yang hampir saja keluar tanpa melindungi wajahnya. Keduanya berhasil sampai ke mobil. Zhen membuka pintu belakang, sementara Chanyoel duduk di depan bersama Baek Hyun. Agaknya Zhen kesulitan karena sibuk mengurus gaunnya. “Yaaiiiiiss!!” Chanyoel terpaksa keluar lagi membantu Zhen memasukkan gaunnya. Bertepatan saat Chanyoel masuk kembali ke dalam mobil. Kedua orang itu berhasil mencapai mereka. Tapi Baek Hyun sudah keburu menjalankan mobilnya meninggalkan kedua orang tersebut. “Hampir saja,” ujar Chanyoel sembari mengelus-elus dadanya. * Baek Hyun memarkirkan mobilnya di pinggir jalan yang sepi. Saking sepinya tidak terlihat satu pun mobil yang lalu-lalang di sana. “Kenapa kau bisa menikah dengan sembarang orang!?” Tanya Baek Hyun setengah berteriak. Pria itu tampak emosi dengan keputusan Zhen yang tiba-tiba dan di luar pengetahuannya itu. “Dia bukan sembarang orang. Katanya kami dulu pernah tinggal bersama dan akan menikah.” “Dan kau percaya begitu saja?” “Dia tidak terlihat jahat,” jawab Zhen dengan wajah polosnya. “Orang yang tidak terlihat jahat, belum tentu benar-benar baik. Dan lagi, kenapa ia menikahimu mendadak seperti itu.” “Lalu aku harus bagaimana?” Suara Zhen terdengar memelas. Baek Hyun menelungkupkan kepalanya pada kemudi mobil. “Kenapa kau tidak meminta pendapat Baek Hyun dulu sebelum mengambil keputusan ini? Bukankah kau menyimpan nomornya? Ia yang membuatmu ke sini, juga yang mencari tempat tinggal untukmu. Tapi ada masalah seperti ini, kenapa kau tidak bertanya dulu?” Chanyoel bersuara. “Aku merasa tidak punya ikatan apa pun yang membuatku pantas menceritakan masalahku,” jawab Zhen sembari menundukkan kepalanya. Perasan Baek Hyun terenyuh. “Zhen sebenarnya …” Baek Hyun tak sempat menyelesaikan kata-katanya. Sebuah mobil melaju melewati mereka dan berhenti persis di depan mereka. Baek Hyun menggelengkan kepalanya. Ia mengurungkan niatnya untuk mengatakan hal yang sebenarnya pada Zhen. Ia keluar dari mobil itu berbarengan dengan Chanyoel. Pria itu mengambil sebuah bungkusan dari mobil yang satunya, lalu kembali menghampiri Zhen untuk menyerahkan bungkusan tadi. “Ganti pakaianmu” ujarnya lalu pergi dari sana. * Zhen tak mampu menutupi betapa bahagianya ia bisa berdua dalam satu mobil bersama Baek Hyun. Masalah yang baru saja ia alami terlupakan begitu saja. “Kau terlihat senang sekarang setelah meninggalkan pengantinmu. Dia pasti sibuk mencarimu saat ini.” Zhen terdiam. “Dia tidak menghubungimu?” “Aku meninggalkan handphoneku di ruang itu.” “Kita bisa menanyakannya nanti dengan pengelola gedung. Apa ada barang penting lainnya?” “Ada dompetku juga, tapi bagaimana kalau dia membawa tasku?” “Semoga saja tidak. Aku rasa dia sadar kenapa kau pergi meninggalkannya. Kalaupun dia menemuimu nanti, katakan saja pria jika yang membawamu lari itu adalah pacarmu selama ini. Dia tidak mengetahui itu Chanyoel bukan?” Zhen menggeleng sembari tersenyum. Perasaannya geli membayangkan akan mengakui Chanyoel sebagai pacarnya. “Apa kau takut?” Tanya Baek Hyun “Entahlah … aku hanya merasa tak nyaman.” “Kau tak perlu merasa seperti itu. Dia harusnya mengerti dan tak memaksakan keadaanmu.” * “Masuklah ...” ajak Baek Hyun ketika sampai di apartemennya. Perasaan Zhen berdesir saat memasuki ruangan itu. Ia sungguh tak menyangka bisa bersama dengan sosok kesukaannya itu sampai sejauh ini. Entah kenapa. Tidak ada rasa takut sedikit pun di hati Zhen meski mereka hanya berdua di sana. Justru Zhen merasa senang. Dia teramat senang sampai lupa pada ketakutannya. Zhen menatap ke sekelilingnya. Ia merasa tidak asing dengan tempat itu. Baek Hyun turut mengikuti arah pandangan Zhen. “Ada apa?” Tanyanya. Zhen tersadar, “Akh, itu …” Seketika Zhen ingat kalau ia sering melihat ruangan itu dari youtube atau instgram. “Aku merasa tidak asing dengan tempat ini. Mungkin karena aku pernah melihat ruangan ini di internet.” Baek Hyun tersenyum. Zhen merasa itu tak asing karena ia memang pernah ke sini beberapa kali. “Aku ingin bertanya. Apakah kau benar-benar tidak punya pacar seperti yang diberitakan?” “Kenapa? Apa kau ingin menjadi pacarku?” “Bu … bukan seperti itu.” Wajah Zhen memerah. “Aku tidak ingin merusak hubungan orang yang kusukai,” ujarnya seraya duduk di kursi dengan meja makan di hadapannya. “Perasaan suka seperti apa itu?” Pria itu menarik kursinya lebih dekat dengan Zhen. Ia menyandarkan dagunya di tangannya dengan siku yang bertumpu pada meja makan itu. Matanya menatap lekat wajah Zhen. Memeriksa perasaan gadis itu padanya. “Kenapa kau menatapku seperti itu?” Zhen tertunduk malu. Jantungnya berdebar karena Baek Hyun menatapnya dengan pandangan yang tak biasa bahkan dengan posisi yang begitu dekat. “Karena aku sedang menunggu jawabanmu. Perasaan suka seperti apa itu? Apa kau selalu memikirkanku? Kau mengkhawatirkanku? Apa kau jatuh cinta padaku juga?” Zhen memalingkan mukanya. “I i iya, tentu saja. Semua penggemarmu pasti merasakan itu.” Baek Hyun terus menatap Zhen yang tampak kelabakan. Pria itu bahkan tersenyum manis padanya. “Bi ... bisakah kau tidak menatapku seperti itu.” Pinta Zhen sembari menggeser kursinya menjauh sedikit. “Kalau begitu ...” Baek Hyun menarik kursinya mendekat lagi pada Zhen. “Apa kau mau jadi pacarku juga?” Tanyanya sembari menopangkan dagunya seperti tadi. “Ah ha haa ha ... itu tidak mungkin.” “Kau menolakku?” “Bu bu bukan begitu.” “Berarti kau mau?” “Haaaa?!” “Kau tidak menolakku berarti, iya.” Zhen menatap Baek Hyun heran. Dirinya baru saja batal menikah, lalu tiba-tiba Baek Hyun mengatakan hal konyol itu padanya. Mereka juga baru bertemu dua kali. Ini tidak mungkin serius kan? Jangan-jangan, ia melakukan ini pada perempuan lain. “Aku tidak pernah melakukannya pada perempuan mana pun,” jawab Baek Hyun seakan tahu jalan pikiran Zhen. Lagi-lagi Zhen merasa heran. Bagaimana pria ini tahu jalan pikirannya? “Aku memang pernah berharap seperti itu. Tapi tidak benar-benar mengharapkan itu terjadi.” “Kenapa?” “Karena aku terlalu jauh untuk bisa berada di dekatmu.” “Bukankah aku di depanmu sekarang?” “Maksudku … aku hanya penggemar dan kau artisnya. Kau hanya sepadan dengan mereka yang sekelas denganmu.” “Jangan merendahkan penggemarku. Mereka lebih berarti jika dibandingkan dengan orang-orang yang sekelas denganku. Orang yang sekelas denganku kebanyakan adalah sainganku. Sementara penggemarku adalah orang-orang yang melakukan apa pun untuk mendukungku.” “Maaf … aku tidak bermaksud begitu ... lagi pula kenapa kau menanyakan hal seperti itu padaku?" “Kelak ... jika ada orang lain yang ingin menikahimu lagi, kau bisa menggunakan alasan itu untuk menolaknya. Alasan bahwa kau sudah memiliki pacar. Menikahlah dengan orang yang benar-benar kau sukai. Meski ia pernah mengakui bahwa di masa lalu kalian pernah saling menyukai. Jangan menikahinya kecuali kau benar-benar menyukainya.” Zhen mengangguk. “Kau belum makan bukan? Ayo masak sesuatu.” ujar Baek Hyun seraya bangun dari sana. *** Zhen menghampiri sebuah kafe yang direkomendasikan Baek Hyun padanya. Zhen sengaja datang di saat kafe itu akan tutup sesuai yang disarankan Baek Hyun. Namun ada sesuatu yang mengganggu perasaannya. Sejak melihat kafe itu, Zhen seperti merasa pernah berada di sana. Mungkin di masa lalunya ia sering ke sana hingga ia merasa tidak asing dengan kafe itu. “Hana?” Seseorang menyebutkan nama itu sembari menghampiri Zhen. “Ya Tuhan … kau ke mana saja? Kenapa kau menghilang selama ini?” Tanya Hanta rekan kerja Hana yang lama. Mendengar nama itu di sebutkan, 2 orang karyawan kafe lainnya juga keluar dari tempatnya. “Hana?” Ameri dan Sine menghambur memeluk Zhen yang masih kebingungan. “Kau ke mana saja? Kami merindukanmu … ayo duduk. Kau ingin memesan makanan dan minuman favoritmu?” Tanya Ameri sembari menarik Zhen agar duduk di kursi kafe itu. Zhen semakin kebingungan. “Ada apa denganmu? Kenapa kau terlihat kebingungan? Apa kau lupa dengan makanan dan minuman favoritmu?” Tanya Sine bingung. “Sudah … siapkan saja sana,” perintah Hanta pada rekannya itu. “Tunggu sebentar ya.” Gadis itu berlalu dari sana. “Kau ke mana saja selama ini? Kau bilang akan pindah kerja ke kafe cabang yang baru. Tapi kata pengelola kafe, kau sama sekali tidak pernah muncul di sana,” tanya Ameri. “Aku … aku mengalami kecelakaan.” “Haaa?!” Kedua gadis yang berbicara dengan Hana, terkejut. “Apa? Apa? Apa?” Sine yang membawa menu favorit Hana merasa penasaran dengan cerita Zhen. “Kau kecelakaan!? Ya Tuhan, lalu apa yang selanjutnya terjadi?” “Sebelum akan menjawab itu. Bolehkah aku menanyakan sesuatu?” “Iya tentu saja,” jawab Sine cepat. “Apa aku sering ke sini? Lalu kenapa kalian memanggilku, Hana?” “Hana … kenapa kau jadi menakutkan begini. Jangan mempermainkan kami seperti ini,” keluh Ameri sembari mengelus lengannya sendiri. Ia merasa merinding mendengar jawaban gadis yang ia kenali sebagai Hana itu. “Aku serius … apa namaku benar-benar Hana? Aku … aku kehilangan ingatanku setelah kecelakaan itu.” “APA?!” ketiganya saling berpandangan. “Jadi kau sama sekali tidak mengingat kami?” Tanya Hanta terkejut. “Maaf …” jawab Zhen dengan wajah sedih. “Lalu … bagaimana kau tahu tempat ini?” Tanyanya lagi. “Aku sedang mencari pekerjaan dan temanku merekomendasikan tempat ini.” “Aku turut prihatin dengan keadaanmu. Dulu kau juga karyawan di sini, dan namamu ‘Hana’. Coba lihat … aku masih menyimpan foto-foto lama kita.” Ameri memperlihatkan handphonenya pada Zhen. Zhen terperangah … itu benar-benar dirinya. Air matanya menetes sembari menatap foto itu satu demi satu. Tiba-tiba perasaan Zhen berdebar saat melihat sebuah fotonya bersama seseorang yang penampilannya tampak mencolok. “Ada apa?” tanya Ameri heran. Zhen memperlihatkan foto itu. “Oh ... itu namanya Ranu. Kau dulu penggemar berat Ranu, tapi pria itu sudah dipenjara sekarang. Ia tersandung kasus pelecehan seksual terhadap beberapa gadis. Kau dulu juga pernah dekat dengannya. Untung saja kau tak bernasib sama dengan gadis-gadis itu.” “Jika kau tidak tahu namamu sebenarnya, lalu selama ini kau dipanggil siapa?” tanya Hanta. “Aku dipanggil Zhen Wa. Saat aku dilarikan ke rumah sakit, namaku didaftarkan dengan nama itu.” “Kenapa orang itu begitu sembarangan. Namamu yang sebenarnya adalah Hana. Kami masih menyimpan arsip identitasmu. Kau dulu tinggal di panti asuhan, lalu kau dibawa orang tua angkatmu ke sini. Setelah mereka meninggal, kau melamar pekerjaan di sini. Kaulah orang pertama yang bekerja di sini sebelum kami,” jelas Sine sedikit gusar. “Tunggulah sebentar, aku akan mengambil arsipnya untukmu. Kau bisa membacanya saat kau beristirahat di rumahmu nanti,” ujarnya seraya beranjak dari sana. “Apa kalian tahu seorang pria bernama Zian Li. Dia mengaku pernah berpacaran denganku, dan kami tinggal serumah.” “Zian Li?! Dia suami dari kakak angkatmu. Wajar saja kalian serumah. Setahuku, kau tiba-tiba ingin pindah setelah 2 bulan tinggal bersama mereka. Kakak angkatmu itu dulu tinggal di Cina dan tidak pernah kembali sampai orang tuanya meninggal. Saat dia kembali, dia sudah bersuami dan namanya Zian Li.” “Jadi dia sudah menikah?” “Kau tidak tahu? Oh, aku lupa kau kehilangan ingatanmu.” Hana menutup mukanya dengan ke dua telapak tangannya. Hampir saja dia terjebak dalam kesalahan fatal. “Sebaiknya kau menjauh darinya. Bagaimana mungkin ia mengakuimu sebagai pacar di masa lalu padahal dia sudah beristri. Aku rasa, pasti mereka sudah memiliki anak sekarang.” “Kau ke sini untuk mencari pekerjaan bukan? Aku akan menanyakannya nanti pada bos kita. Semoga akan ada kabar baik untukmu.” * Zhen atau Hana meninggalkan kafe itu dengan langkah gontai. Wajahnya tampak sayu. Meski ia belum bisa mengingat apa pun, namun serpihan-serpihan masa lalunya sedikit demi sedikit mulai bisa ia temukan. Ia memang benar-benar pernah tinggal di kota ini. “Hana …” panggil seseorang di belakangnya. Hanta berlari-lari kecil menghampirinya. “Sebenarnya ada yang belum kuceritakan padamu karena hanya aku yang tahu hal ini. Dua tahun setelah kepergianmu…” gadis itu menoleh ke sekelilingnya seakan takut ada yang akan mendengarnya. “Baek Hyun pernah datang padaku dan mencarimu.” “Benarkah?” Hana terperangah. “Dia mengaku sebagai teman masa kecilmu saat di panti asuhan. Awalnya aku sama sekali tidak tahu karena kau tidak pernah bercerita sama sekali. Tapi itulah hal terakhir yang kuketahui.” “Jadi ini alasan Baek Hyun menaruh perhatian padanya. Mereka berteman karena tinggal di panti asuhan yang sama?” “Datanglah padanya bila ada kesempatan. Mungkin dia bisa membantumu.” Hana mengangguk. “Terima kasih sudah memberitahuku.” “Sama-sama … Jika ada yang ingin kau ketahui, jangan sungkan datang pada kami. Kami akan membantumu sebisa kami.” Hana mengangguk. Ya … setidaknya sekarang ia tahu nama aslinya. Dia adalah Hana, dan dia teman masa kecilnya Baek Hyun. Sosok yang ia idolakan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD