12. Pilihan

1565 Words
Minggu minggu berikutnya berjalan bagaikan mimpi. Katia , dan keluarganya termasuk anjingnya, Max pindah untuk tinggal bersama Seth. Seth membelikan berbagai perabotan baru untuk dirinya dan ayahnya. Mike memilih menempati kamar di lantai bawah. Dirinya berkata bahwa, “Lututku sudah tidak muda lagi untuk naik turun tangga” Katia tidur di kamar atas disebelah kamar Seth. Rumah Seth yang nampak kosong sebelumnya kini mulai terasa berpenghuni. Dia bahkan menyediakan satu ruangan untuk dijadikan studio bagi Katia untuk melukis. Katia menghabiskan banyak waktunya di ruang studio mengerjakan lukisan yang akan di pamerkan di pentas seni kampusnya yang hanya tinggal beberapa hari lagi. Di kampus, Katia dan Seth juga tidak terpisahkan. Entah dengan cara apa, Seth mampu merubah semua jadwal kelasnya hingga menjadi sama dengan Katia. Jadi sekarang dimana ada Katia pasti disitu ada Seth. Berita pertunangan mereka menyebar bak api liar di kota kecil mereka. Katia dan Seth sedang berada di kantin untuk makan siang. Katia mengeluarkan bekal dan jurnal ibunya keatas meja makan. Dirinya membawa buku itu kemanapun dia pergi dan hampir hafal setiap mantera yang tertera di dalamnya. “Seth apakah mantera sihir di buku jurnal ini mempan juga untuk para Dewa Dewi?” “Hmm…Kurasa tergantung seberapa kuat orang yang menggunakan manteranya, Kat. ” Katia terdiam. Gadis itu sedang memikirkan sesuatu tepat ketika Donna muncul. “Tahukah kalian bahwa gossip terpopuler yang beredar adalah bahwa dirimu hamil” kata Donna sambil duduk disebelah Katia. Katia segera memasukan jurnalnya kembali ke dalam tas sebelum Donna melihatnya. “Welll.. apakah kamu hamil, Kat?” tanya Ben. “Apa?!? Tentu saja tidak, ngaco!” teriak Katia kesal. Dirinya merasa frustasi bukan karena gossip bahwa dirinya hamil tapi karena Seth tampak berusaha keras untuk tidak menyentuhnya sejak mereka berciuman beberapa minggu yang lalu. Katia melirik Seth yang nampak tidak terpengaruh dengan percakapan kami. “Ohya, aku dengan dari beberapa temannya, Brandon sudah siuman.” Kata Ben. “Namun sepertinya dirinya terkena amnesia soalnya dia sama sekali tidak ingat kejadian malam itu.” Katia terdiam mendengar cerita Ben. Dirinya sedikit lega mendengar Brandon membaik. Tidak peduli seburuk apa Brandon telah memperlakukan dirinya, Katia tetap tidak ingin teman sekelasnya itu kehilangan nyawanya. “Hai..” Frans tiba tiba muncul disampingnya mengagetkan Katia. “Ingat aku?” “Oh Frans, haii..Seth, kamu ingat Frans. Frans ini teman baikku Donna dan Ben” ujar Katia mengenalkan pemuda yang ditolong Seth beberapa waktu yang lalu dari 2 berandalan Jeff dan Brad kepada teman temannya. “Haii guys” Frans menyalami Donna dan Ben . Anak bertubuh pendek itu nampak melambaikan tangannya kearah Seth. “Anyway.. aku ingin mengundang kalian sabtu malam untuk datang ke rumahku. Orang tuaku pergi keluar kota sampai senin jadi ini pasti akan menjadi pesta paling luar biasa tahun ini.” “Apakah kamu yakin ingin mengundang kami yang baru kau kenal?” tanya Donna “Tentu saja aku ingin kalian datang. Please.. jika senior se populer kalian datang, pasti semua orang akan hadir di pestaku. Please…” “Sejak kapan kita popular?” tanya Ben kearah Donna. “Sejak Katia berhasil bertunangan dengan Seth” jawab Donna. Katia menendang kaki Donna dari bawah meja sebelum menjawab, “Tentu kita akan datang.” Frans nyengir kegirangan. “Perlukah aku membawa vodka buatan kakak ku?” tanya Ben. “JANGAN!” jawab Donna dan Katia bersamaan. “Jangan khawatir, aku akan menyediakan semua minuman dan makanan. Kalian hanya perlu hadir, ok?” Frans mengacungkan jempolnya ketika dilihatnya Katia, Donna dan Ben mengangguk. Anak itu mengerutkan alisnya ketika melihat Seth diam saja tidak menjawab, dirinya ingin sekali pria itu hadir agar dirinya bisa menyampaikan rasa terima kasihnya. “Bila aku datang Seth akan datang juga , Frans” jawab Katia seolah bisa membaca pikiran Frans. *** Jam menunjukkan pukul 2 ketika Katia masuk ke dalam mobil hitam Seth untuk pulang ke rumah. Gadis itu melambai kearah temannya ketika dilihatnya truk Ben melaju di depannya. Seth mengemudikan mobilnya keluar dari tempat parkir tanpa banyak bicara. Katia nampak merenung memandangi pepohonan yang di lewatinya. Sebentar lagi mereka akan melewati hutan lebat yang mengelilingi Oakwood Valley. Sejak dirinya tinggal bersama Seth, bayangan gelap itu semakin sering muncul di balik pepohonan. Seth memegang tangan Katia yang mulai merasa tegang. “Jangan Khawatir Kat. Mereka tidak akan berani berbuat apa apa dengan adanya aku disisimu.” Katia menatap wajah Seth kemudian memalingkan mukanya melihat kerumuman pohon yang tampak mendekat. Bisa dilihatnya bayangan bayangan gelap yang bergentayangan di dalam kegelapan hutan berlari mengejar mobil yang di naiknya.. “Makin hari, bayangan itu nampak makin banyak Seth.” Seth melihat kearah pandangan Katia dan dirinyapun sadar jumlah bayangan hitam itu memang makin banyak. Serafina tampaknya semakin tidak sabar. Dirinya kehabisan waktu. Mendekati gerbang perumahan Seth, sosok bayangan tersebut semakin sedikit hingga akhirnya tidak nampak. Katia menghela nafas sedikit lega. Mobil belok memasuki pekarangan rumah Seth. Katia masuk ke dalam rumah langsung di sambut oleh Max. Dielusnya kepala anjing tersebut. “Aku akan berada di dalam kamar, panggil saja dari luar kamar jika kamu butuh aku Kat. ” kata Seth menaiki tangga lalu masuk ke dalam kamarnya. Katia menghela nafas. Sejak mereka tinggal bersama, Seth lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamarnya daripada didekatnya. Sepertinya pemuda itu sengaja menghindari untuk berada berduaan bersama Katia. “Well Max, hanya kamu dan aku saja sore ini. Ayo kita ke studio.”bisiknya ke arah anjingnya. Katia melangkah ke bagian belakang rumah ke studionya yang terletak di dekat kebun belakang. Gadis itu melangkahkan kakinya masuk ke ruangan yang dihiasi kaca besar menghadap ke kebun belakang. Kilauan air dari kolam renang di kebun belakang menyilaukan matanya. Katia memandangi lukisannya yang sudah selesai terpampang di tengah ruangan.  DIsentuhnya lukisan yang berjudul “Hujan” itu sambil tersenyum. Dirinya nampak puas sekali dengan hasil lukisan itu. Katia menoleh ke lukisan kedua yang tengah di garapnya. Sebuah lukisan pemuda mengenakan pelindung kepala perak yang tengah mencium seorang gadis dengan rambut merah. Wajah sang pemuda tidak nampak karena tertutup oleh bayangan dari pelindung kepalanya. Pelindung kepala yang sama persis seperti yang diingatnya  saat dirinya menggunakan mantera mimpi untuk mengungkapkan siapakah soulmate nya. Katia mengangkat papan adukan catnya, memencet beberapa warna keatasnya. Gadis itu mengelap kuas yang diambilnya dari kaleng rendaman tiner dan mencolekkannya ke tinta. Kemudian digoresnya kuas tersebut kearah kanvas yang ada di depannya. Dirinya pun hanyut kedalam lukisan tersebut. Jam menunjukkan pukul 4:45 sore ketika Katia akhirnya meletakkan kuasnya. Dipandanginya canvas yang ada di depannya dengan puas. Selesai juga, pikirnya. Dilap nya tangannya yang penuh tinta ke serbet yang tergeletak di dekat meja penuh dengan cat dan kuas. Katia kemudian melangkah keluar studionya menuju dapur. Dirinya berencana untuk memasak makan malam sebelum ayahnya pulang. Selesai mencuci tangan, dibukanya kulkas besar milik Seth yang baru di belinya ketika Katia dan Mike pindah. Seth memerintahkan seseorang datang tiap hari untuk membersihkan rumah, memenuhi isi kulkas dengan aneka barang yang dirasanya di butuhkan oleh Katia. Setelah berdiri beberapa menit di depan kulkas, Katia akhirnya memutuskan untuk memasak steak dan salad. Diraihnya daging sapi dan sayur sayuran segar dan Katiapun mulai memasak. Katia sedang mengaduk salad ketika Mike membuka pintu. “Wahh baunya wangi sekali. Apa yang kamu masak hari ini Kat?” “Hai Dad, pas sekali kamu sudah datang. Aku buatkan Steak untuk makan malam.” “Tampak lezat sekali, cuman aku mandi dulu yah. Hari ini sibuk sekali di klinik dan badanku berkeringat.” Mike mencium dahi anaknya sebelum berjalan masuk ke kamar mandi. Katia meletakkan mangkuk saladnya di meja makan sebelum perlahan naik keatas untuk memanggil Seth. Diketuknya pintu kamar Seth, tapi tidak ada jawaban. Katia membuka pintu kamar Seth yang ternyata tidak terkunci. DI dorongnya perlan pelan hingga terbuka. Gelap sekali di dalam kamar. Katia melebarkan matanya berusaha melihat di dalam kegelapan namun tampaknya kamar itu kosong. Katia melangkah masuk ke dalam kamar hingga dirinya berdiri di pinggir ranjang Seth. Diingatnya dirinya pernah terbaring mengenakan kemeja Seth beberapa minggu yang lalu ketika Brandon menyerangnya. Ini kali keduanya dirinya berada di kamar itu. Tidak banyak yang berubah di dalam kamar Seth. Ruangan itu masih nampak kosong tak berpenghuni. Kemana perginya Seth? Katia melompat kaget ketika sebuah tangan memegang pundaknya dari belakang. “Seth!”  “Apa yang kamu lakukan di sini? Bukankah sudah kuminta panggil saja aku bila kamu mencariku.” Gertak Seth. Pipi Katia langsung memerah melihat betapa marahnya Seth kepadanya. “Maafkan, sudah aku ketuk pintumu tapi tidak ada yang menjawab. Aku cuman ingin memberitahumu kalau makanan sudah siap.” Seth terdiam merasa bersalah telah menghardik gadis itu. “Maafkan aku, Kat. Bukan maksudku untuk memarahimu.” Katia melihat Seth memegang sebuah pelindung kepala berwarna silver seperti yang di pakai oleh prajurit di medan perang jaman romawi. Jantung Katia berhenti bedetak. “Apakah itu?” Seth memandang benda di tangannya. Perlahan pelindung kepala itu lenyap dari pandangan Katia. “Aku menggunakannya untuk melakukan perjalanan ke dunia kematian. Sumber kekuatanku.” Berbagai perasaan berkecamuk dalam benak Katia. Tebakannya bahwa soulmatenya adalah Seth ternyata benar. Pelindung kepala itu persis seperti yang dilihatnya dalam mimpinya. Namun, dirinya juga merasa gusar. “Jadi setiap kamu mengurung diri di kamar, ke sanakah kamu sebenarnya berada?” tanya Katia. “Ya.” Jawabnya singkat. Katia menggigit bibirnya menahan perasaan cemburu yang menghampiri. “Apakah untuk menemui Serafina?” Seth mengangguk. Katia memalingkan wajahnya keluar jendela. Pikirannya membayangkan ke segala hal yang dilakukan Seth ketika bersama Serafina. Pantas saja, Seth tidak pernah menyentuhku lagi, pikir Katia. Dia sudah mendapat kepuasan dari Serafina. “Bukan untuk hal yang sedang kamu bayangkan.” Potong Seth seolah bisa membaca raut muka Katia. “ Hecate menemukan cara untuk mematahkan mantera pelindung ibumu. Dia berencana akan melakukannya saat gerhana bulan merah terjadi, yang menurut perhitungan akan jatuh pada tanggal 15 bulan ini.” “Tanggal 15? Senin malam?” Seth mengangguk. Katia perlahan mendudukkan diri di pinggir ranjang Seth. Dirinya hanya punya waktu 3 hari sebelum Serafina berniat mengambil tubuhnya dan menghancurkan rohnya. Seth mendekati Katia dan berlutut di depan gadis itu. Disentuhnya lengan Katia dengan lembut, “Jangan khawatir. Aku tidak akan membiarkan apapun terjadi padamu. Aku berjanji!” Katia mengelus wajah Seth. “Memilihku berarti kamu membunuh Serafina. Bisakah kamu melakukan itu, Seth?” tanya Katia. Seth membuang wajahnya menatap keluar jendela tanpa memberikan jawaban.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD