“ Kamu nggak salah, kamu udah bagus membawa Leon ke rumah sakit. Anak-anak memang seperti itu, terkadang mereka melakukan sesuatu di luar kendali mereka.” Jawab Madam Charlotte yang ternyata berada di sisi Razel.
Kejadian kemarin benar-benar sudah membuat Razel menyesal karena tidak memperhatikan mereka dengan baik, hari ini Leon tidak masuk kelas namun Giovani masih tetap masuk dan kedua orang tuanya pun sudah di beritahu tentang perbuatan Giovani kepada Leon.
Saat menerima siswa dari para orang tua, yang mengantarkan Giovani saat itu ternyata bukanlah papanya melainkan suruhan papanya sendiri. Ekspresi Giovani ketika baru datang terlihat sendu dan dia segera masuk ke dalam kelas untuk Razel dapat bicara dengan pria yang mengantarnya ke sekolah.
“ Perkenalkan bu, saya asistennya pak Fernandes ayah dari Giovani dan nama saya Alvero. Beliau tidak bisa datang mengantar sehingga saya yang di perintahkan langsung untuk mengantar Giovani, saya juga telah mendengar tentang anak yang di lukai oleh Giovani. Kalau boleh saya ingin meminta alamat dari anak itu untuk menyampaikan permintaan maaf kami kepada mereka.” Ucap Alvero dengan sangat ramah.
Razel pun segera membawa Alvero ke ruangan madam Charlotte karena dia tidak tahu soal alamat anak-anak itu, beruntung pihak keluarga dari Giovani mau untuk meminta maaf secara langsung dengan begitu permasalahan akan semakin mereda.
Razel telah selesai mengantar Alvero sampai di ruangan madam Charlotte, dia pun harus segera kembali di kelas untuk memulai pelajaran hari ini. setibanya di kelas, Razel di buat terkejut oleh keadaan yang dimana semua murid menangis bersamaan karena ulah Giovani. Anak itu melemparkan apa saja yang ada di sekitarnya sehingga mengenai mereka sampai ada yang membuat salah satu dari mereka terluka.
“ Giovani cukup. Kamu nggak boleh kaya gitu, kasihan teman-teman kamu.” Protes Razel menyingkirkan mereka semua ke sudut kelas.
“ Aku nggak suka kalian semua.” Teriak Giovani dan berlari meninggalkan kelas.
Razel kembali terpaksa harus menitipkan kelas pada Ms. Hwang dan pergi mengejar Giovani. Razel di beritahu oleh petugas kebersihan sekolah bahwa dia melihat seorang anak laki-laki berlari masuk ke dalam gudang penyimpanan.
Saat ini Razel sudah masuk ke dalam gudang tersebut, karena gelap dan begitu banyak barang-barang di dalam sana dia pun membutuhkan penerangan untuk dapat menemukan Giovani.
Tak lama setelah itu terdengar suara isak tangis yang membuat Razel akhirnya menemukan Giovani. Dia berada di balik tumpukan kardus bekas dimana saat ini dia sedang meringkuk dan menangis tersedu-sedu.
“ Giovani, ayo keluar nak.” Ajak Razel dengan penuh kelembutan agara Giovani mau mendengarnya.
“ Semua orang tidak menyukaiku, aku tidak mau bertemu dengan mereka.” Balas Giovani tak beranjak dari tempatnya.
“ Kata siapa.?”
“ Mereka semua yang ada di kelas.”
“ Gio, dengar ya. Teman-teman di kelas pasti mau bermain denganmu kalau kamu tidak kasar ke mereka, bermain dengan lembut tanpa ada paksaan atau mereka tidak akan suka dengan cara kamu bermain.”
“ Aku tetap membenci mereka bu guru.”
“ Sekarang ikut ibu, kamu minta maaf sama teman-teman kamu. Dan setelah itu mereka pasti akan memaafkan kamu, dan kamu bisa bermain lagi bersama mereka.”
Akhirnya Giovani mau bergerak dari sana, dia mendengarkan segala ucapan Razel dan sekarang keduanya berjalan bersama menuju kelas. Setibanya di kelas rupanya Ms. Hwang sudah membuat anak-anak di kelas itu sedikit lebih tenang.
“ Terima kasih ya Ms. Hwang, aku akan mengatasi mereka sekarang.” Ucap Razel kemudian di balas anggukan pelan oleh Ms. Hwang.
“ Anak-anak, dengar bu guru.”
“ Giovani mau meminta maaf kepada kalian. Ayo nak, kamu bisa minta maaf kepada semua teman-teman kamu sekarang.” Kata Razel mempersilahkan.
“ Aku minta maaf.” Ucap Giovani sambil menundukkan wajahnya.
“ Kami nggak mau maafin anak nakal kaya kamu.”
“ Iya kami nggak mau.”
“ Kamu nakal dan suka merebut mainan orang.”
Razel terkejut mendengar respon teman-teman kelas Giovani yang tidak pernah dia duga sebelumnya. Bagaimana mungkin anak seusia mereka bisa membalas dengan kata-kata yang cukup sarkas seperti barusan.
“ Anak-anak jangan seperti itu, Giovani sudah baik meminta maaf kepada kalian.” Sahut Razel berusaha menenangkan suasana di kelas.
“ Sebaiknya dia jangan di kelas ini bu guru, Leon sudah menjadi korban kemarin. Bagaimana kalau ada anak-anak lain yang menjadi korban berikutnya.”
Razel sudah tidak dapat berkata-kata lagi, anak-anak ini padahal baru berusia 4 dan 5 tahun tapi tutur kata mereka sudah seperti orang dewasa. Entah siapa yang mengajarkan mereka sampai dapat berkata seperti itu.
“ Baik-baik, kalau begitu kalau kalian tidak mau memaafkan Giovani maka ibu nggak akan kasih hadiah buat kalian.” Lontar Razel seketika membuat mereka semua saling menatap satu sama lain.
“ Kami mau hadiahnya bu guru.” Seru mereka kompaak.
“ Kalau begitu kalian harus memaafkan Giovani.” Lanjutnya kemudian.
“ Kami memaafkanmu Giovani.” Balas mereka kembali dengan kompak.
Razel senang melihatnya, sedikit demi sedikit dia mulai bisa menghandle kelas tersebut. Meskipun cukup sulit namun dia tetap berusaha dan melakukan yang terbaik dengan sebisanya.
**
Jam istirahat untuk makan bekal pun dimulai, Razel membantu anak-anak muridnya dalam menyiapkan makanan mereka di atas meja masing-masing. Seperti biasa lauk yang mereka bawa selalu menyajikan makanan tinggi protein dan bagus untuk pertumbuhan anak di usia mereka.
Saat itu Razel menghampiri Giovani yang tidak membuka kotak bekalnya sama sekali padahal anak itu juga membawa bekal dari rumah. Razel pun berniat untuk membukakannya dan setelah di buka ternyata isi kotak bekal Giovani hanyalah roti tawar tanpa selai apapum, dia bahkan tidak di beri s**u melainkan hanya air mineral biasa.
“ Orang tuanya gimana sih? Memangnya harga sayur dan buah-buahan mahal? Bahkan s**u dan selai pun tidak ada di dalam kotak bekalnya.” Benak Razel miris melihat hal tersebut.
Sekarang Razel mengerti kenapa kemarin Giovani merebut makanan teman-temannya, ternyata karena dia membawa bekal makanan yang seperti itu.
“ Ayo di makan nak bekalnya.” Ucap Razel sambil menyodorkan kotak bekal milik Giovani.
“ Aku nggak mau.” Tolaknya dengan ketus.
“ Ibu guru ada coklat, kamu mau makan kan kalau rotinya di taburin coklat.?” Tanya Razel langsung di balas anggukan penuh semangat oleh Giovani.
Beruntung Razel memang selalu membawa coklat bubuk kemana pun dia pergi, hal itu karena Razel suka minum kopi yang dimana dia selalu mencampurkan coklat bubuk tersebut sebagai tambahan toping di atasnya.
Berkat coklat milik Razel akhirnya Giovani mau mau memakan bekal miliknya dengan senang hati. Melihatnya seketika membuat Razel merasa kasihan, padahal dia anak orang kaya tapi menu makanannya jauh lebih murah dari pada milik Razel sendiri.
**
Hari kedua menjadi guru Tk telah di selesaikan oleh Razel, dia baru saja selesai menemani anak-anak muridnya menunggu jemputan. Dan seperti kemarin, Giovani masih belum di jemput oleh orang tuanya sehingga Razel akan menemaninya sampai orang tua Giovani datang menjemput.
“ Mau main sama bu guru sambil menunggu kamu pulang.?”
“ Aku mau.”
Razel pun mengajak Giovani kembali ke dalam kelas agar mereka bisa bermain bersama, setidaknya itu dapat membuat Giovani tidak merasa bosan menunggu jemputan datang.
Dari yang di lihat oleh Razel saat bermain bersama Giovani, anak itu tidak begitu nakal jika di perhatikan dengan baik. Mungkin selama ini sikapnya yang nakal adalah bentuk dari rasa penasaran dirinya ingin di perhatikan oleh banyak orang.
“ Gio, ibu boleh tanya sesuatu nggak.?”
“ Boleh.”
“ Gio kenapa kalau di kelas suka gangguin teman-teman Gio.?”
“ Biar mereka bisa main sama Gio.”
“ Tapi kan nggak harus di ganggu temannya, bisa di ajak baik-baik.”
“ Papa nggak pernah bicara baik-baik di rumah, aku Cuma melihat apa yang papa lakukan.”
Razel sontak terkejut mendengar pengakuan Giovani tentang hal tersebut, jadi memang benar bahwa papanya tidak mendidik Giovani seperti anak-anak seusianya.
“ Papa Gio.” Belum sempat Razel melanjutkan kata-katanya, suara pintu terketuk membuatnya langsung menoleh ke belakang.
Rupanya jemputan Giovani telah datang, dia adalah pria kemarin yang menjemputnya dan pria itu adalah papa Giovani sendiri. Razel mengamati penampilannya yang begitu formal seperti pekerja kantoran, apa yang biasa di lakukan papa Gio sampai putranya sendiri mencontohi prilakunya.
“ Hati-hati di jalan ya.” Ucap Razel setelah mengantarkan Giovani kepada papanya.
“ Terima kasih bu guru, kami permisi.” Lontar papa Gio sambil menuntunya menuju mobil yang terparkir di luar.
Setelah melihat mereka pergi, terlintas di pikiran Razel untuk mencaritahu tentang orang tua Giovani kepada madam Charlotte. Tanpa menunggu waktu lama lagi dia pun berjalan menuju ruang kepala sekolah.
“ Ada apa Razel, ini sudah waktunya pulang tapi kenapa kau masih ada disini.?” Tanya madam Charlotte setelah Razel masuk ke dalam ruangannya.
“ Aku ingin menanyakan sesuatu yang membuatku terus kepikiran.”
“ Apa itu.?”
Razel pun menceritakannya secara jelas kepada madam Charlotte tentang kekhawatirannya kepada Giovani. Mulai dari karakternya yang sangat nakal dan suka mencari perhatian, kemudian tentang orang tuanya yang selalu membuat Razel penasaran. Kemudian madam Charlotte mencari buku yang menyimpan semua data murid di sekolah itu.
“ Dalam data diri Giovani, dia merupakan anak dari pasangan suami istri yang bekerja di salah satu perusahaan perhiasan terbesar di Paris. Dalam data ini juga menyebutkan kalau Giovani adalah anak tunggal mereka, tak heran jika dia tidak begitu di urus oleh orang tuanya sendiri melihat mereka begitu sibuk dengan banyaknya perusahaan yang mereka punya.” Jelas madam Charlotte.
“ Tapi setidaknya mereka bisa memberikan yang terbaik kepada Gio, kasihan dia.”
“ Tak salah aku memberikan pekerjaan ini untukmu.”
“ Maksud madam apa.?”
“ Kau pantas dengan pekerjaan ini, kamu peduli dengan mereka dan berusaha membuat mereka merasa senang bisa belajar di sekolah kita. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih kepadamu Razel.”
“ Bukan apa-apa, aku juga senang bisa bekerja di sekolah ini.”
**
Malam ini Razel dan Sabrina akan makan di luar, mereka bertemu di satu lokasi restoran cepat saji sepulang dari bekerja. Saat itu Razel sudah tiba disana lebih dulu, dan sambil menunggu Sabrina datang dia pun sibuk bermain dengan ponselnya.
“ Para gangster dari kelompok Sisilia itu selalu saja memberontak di kota kita.”
“ Benar, sudah banyak korban dari kejahatan mereka.”
“ Polisi pun tidak berguna dalam hal ini, mereka tetap berontak sekalipun banyak laporan tentang mereka yang masuk.”
Razel melirik dua orang pria yang sedang membahas sesuatu, dia tidak mengerti dengan pembahasan mereka namun entah mengapa dia juga penasaran. Padahal dirinya sudah mengikuti perkembangan berita yang terjadi akhir-akhir ini, tapi kenapa dia tidak paham dengan apa yang mereka bahas.
Sabrina baru saja datang dan meminta maaf karena sudah telat, akhirnya Razel dapat memesan makanan yang sejak tadi dia tunda karena menunggu sepupunya datang.
“ Kau tahu tentang gangster Sisilia.?” Bisik Razel dengan sangat hati-hati kepada Sabrina.
“ Aku tahu.”
“ Hah? Kok bisa tahu? Aku saja nggak tahu apapun soal itu.”
“ Mereka sekelompok gangster yang cukup terkenal di Paris. Tidak heran kalau kau tidak mengenalnya, kau kan pendatang di sini.”
“ Apa mereka sangat berbahaya.?”
“ Tentu saja, siapapun yang berurusan dengan mereka akan berakhir tragis. Bahkan polisi pun angkat tangan jika harus berurusan dengan mereka, intinya hukum tidak berlaku pada para gangster itu.”
“ Tidak adil, mereka yang berbuat jahat tapi mereka kebal terhadap hukum.”
“ Begitulah, maka dari itu jangan berurusan sama gangster atau pun mafia di kota ini.”
“ Apa bedanya gangster dengan mafia.?”
“ Hmmm, gimana cara menjelaskannya ya? “
“ Mafia merupakan kelompok yang lebih rahasia dan memiliki banyak jaringan yang luas dengan orang-orang penting yang bergabung bersama mereka.” Salah satu pengunjung yang barusan menceritakan tentang gangster sisilia pun terpaksa harus ikut menjelaskan setelah mendengar percakapan mereka berdua.
“ Apa di kota ini ada yang seperti itu.?” Tanya Razel.
“ Tentu saja ada, mereka lebih besar dari gangster Sisilia. Nama kelompok mereka adalah Black Dragon, tapi sampai saat ini belum ada yang tahu dimana mereka tinggal.”
“ Lalu bagaimana kita tahu kalau mereka adalah sekelompok orang-orang jahat untuk menghindari diri kita berurusan dengan mereka.?”
“ Biasanya para gangster atau mafia itu memiliki tanda berupa tato di bagian tubuh mereka, mau itu di tangan, leher, atau anggota tubuh yang lain.”
Cukup sudah pembahasan tentang gangster dan mafia mereka hari itu, Razel dan Sabrina akan fokus menikmati makan malam mereka yang sudah tersedia di atas meja. Seharian bekerja membuat perut mereka meminta untuk segera di isi oleh makanan yang lezat seperti Meuniere.
**
Pagi yang sangat cerah untuk memulai aktifitas yang baru, Razel baru saja tiba di sekolah dan langsung menuju kelas untuk menyambut anak-anak muridnya, Hari ini adalah hari jumat, sabtu dan minggu besok akan menjadi hari libur pertamanya setelah menjadi guru Tk.
Untuk itu hari ini Razel akan mengajari mereka sesuatu yang lebih seru, cara menarik perhatian anak-anak adalah dengan melakukan pembelajaran yang menyenangkan. Hal itu sudah di pahami oleh Razel selama beberapa hari terakhir.
Kedatangan para murid pun di sambut hangat oleh Razel di pintu kelas, satu persatu dari mereka sudah masuk dan mengambil tempat masing-masing. Razel pun di buat terkejut dengan kedatangan Leon yang di antar oleh ibunya, ternyata Leon sudah boleh kembali bersekolah oleh mereka.
“ Bu guru saya titip Leon.”
“ Baik bu, Leon akan saya awasi dengan baik hari ini.”
Razel kembali menghitung anak-anak muridnya dan semua berjumlah Sembilan orang, rupanya Giovani belum datang dan membuat Razel harus menunggu sedikit lama sampai anak itu datang.
Sudah waktunya pelajaran untuk dimulai, namun sampai saat ini Giovani belum juga datang. Bahkan tidak ada pemberitahuan tentang anak itu apakah dia akan masuk hari ini atau tidak.
Karena sudah menunggu terlalu lama dan anak-anak di dalam sudah ingin memulai pelajaran akhirnya Razel menutup pintu dan menganggap Giovabi tidak hadir hari ini.
**
Hari libur pertama yang di dambakan oleh Razel akhirnya tiba. Saat ini dia bisa bersantai seharian di rumah, menikmati makanan dengan santai sambil menyaksikan siaran televisi. Padahal baru beberapa hari kerja menjadi seorang guru Tk, namun rasanya sudah seperti pekerja puluhan tahun yang membutuhkan jadwal libur yang banyak.
Ponsel Razel baru saja berdering menandakan ada panggilan yang masuk, dia meraih ponselnya dan menjawab panggilan tersebut dengan cepat. Rupanya yang menelpon adalah Sabrina yang meminta tolong kepada Razel untuk membawakannya file yang tertinggal di atas meja kamar wanita itu.
“ Padahal aku baru saja ingin besantai.” Keluh Razel terpaksa harus melakukannya atau dia akan di usir oleh Sabrina dari rumah itu.
Tak butuh waktu lama bagi Razel untuk bersiap, dia hanya ke kamar mengambil jaket kemudian pergi membawa file yang di minta oleh Sabrina untuk di antarkan.
Perjalanan menuju kantor tempat Sabrina bekerja memakan waktu cukup jauh, dia harus menggunakan sepeda motor untuk menghindari kemacetan. Salah satu tetangganya kebetulan sedang free sehingga dia meminta kepada tetangganya yang bernama Ben itu untuk mengantarnya ke kantor Sabrina.
“ Kantor Sabrina sangat jauh, aku sayang bensinku.” Keluh Ben.
“ Aku akan menggantinya nanti.” Balas Razel sambil menunjukkan dompetnya.
“ Oke, berangkat.” Jawabnya dengan sigap.
Setibanya di kantor Sabrina, rupanya wanita itu sudah menunggu kedatangan Razel di depan. File pun di berikan kepadanya, namun sebelum pergi Razel meminta imbalan kepada Sabrina untuk membayar ganti rugi bensin Ben yang telah terpakai selama perjalanan pulang pergi nanti.
“ Memangnya kau tidak ada uang untuk membayarnya.?”
“ Kau kan tahu aku baru beberapa hari bekerja, gajiku belum keluar.”
Alhasil Sabrina mengeluarkan uangnya dan memberikan kepada Razel, setelah itu dia harus masuk kembali ke dalam kantor untuk rapat dadakan yang harus segera di hadirinya.
“ Ini uangnya.” Razel memberikan uang itu kepada Ben dan membuatnya tersenyum dengan puas.
“ Kita pulang sekarang.?” Tanya Ben melirik Razel.
“ Tentu saja.” Jawab Razel ingin kembali melanjutkan waktu santainya di rumah.
**
Saat perjalanan pulang ke rumah mendadak motor Ben mogok sampai mereka harus berhenti di pinggir jalan, Razel memarahinya dan segera menyuruhnya untuk memperbaiki motor itu.
Matahari saat ini bersinar sangat terik dan membuat cuaca terasa lebih panas, Razel pun bergegas mencari tempat teduh selagi Ben pergi mencari bengkel untuk memperbaikinya.
“ Aku nggak mau pulang, lepasin aku.” Teriak anak laki-laki itu dan berhasil lolos dari pria yang hendak membawanya pergi.
Razel sempat mendengar teriakan anak itu dan menoleh, dia berdiri dengan tatapan terkejut begitu mengenali sosok anak laki-laki yang berlari ke arahnya.
“ Giovani.?”
“ Bu Guru.”
Razel berhasil menangkap Giovani dan langsung menggendongnya, kemudian sosok pria yang mengejarnya tak lain adalah Alvero meminta dengan sangat sopan untuk mengembalikan Giovani kepadanya.
“ Aku nggak mau pulang ke rumah, aku takut.” Ucap Giovani memeluk tubuh Razel dengan sangat erat.
“ Gio, papamu sudah menunggu di rumah ayo segera pulang.” Ajak Alvero lagi.
Razel mencoba memahami situasi ini sejenak, mengapa Giovani berada di sekitar tempat ini dan kenapa dia begitu takut untuk pulang ke rumah. Kemarin dia tidak masuk sekolah, melihat kondisinya baik-baik saja artinya dia tidak sedang sakit.
“ Maaf tuan, biarkan saya bicara dengan Giovani sebentar. Nanti saya akan membawanya ke anda setelah dia merasa lebih baik.” Ujar Razel kemudian membuat Alvero terpaksa membiarkannya.
Razel meletakkan Giovani di atas kursi tempatnya duduk barusan, kemudian dia mencoba menatap rambut Giovani yang berantakan.
“ Kamu kenapa nggak mau pulang.?”
“ Papa jahat, dia mau mengurungku di kamar kalau aku pulang ke rumah.”
“ Gio dengarkan ibu, kamu harus pulang nak. Orang tua kamu pasti khawatir, mereka sayang sama kamu makanya kamu nggak boleh main sembarangan.”
“ Tapi rumah itu neraka, aku nggak suka berada disana.”
“ Kemarin kenapa Gio nggak sekolah.?”
“ Papa nggak boleh aku pergi sekolah, dia mengurungku di kamar.”
“ Mungkin Gio udah berbuat sesuatu yang membuat papa marah, makanya Gio di hukum sama papa Gio.”
“ Papa jahat.”
“ Papa jahat.”
Gio terus mengulanginya sampai dia kesal dan berteriak histeris, Razel bingung namun Alvero kembali dengan memaksa membawa Giovani kembali ke dalam mobil.
Razel sebenarnya penasaran apa yang membuat Giovani sampai seperti itu, dia tidak bisa bertanya kepada Alvero sebab pria itu tidak membiarkannya untuk bicara.
Sebelum masuk ke dalam mobil, Razel sempat melihat tanda di tangan Alvero yang berbentuk seperti ular. Tiba-tiba saja Razel mengingat sesuatu yang membuat dirinya merasa curiga.
Razel pun hanya dapat melihat mobil itu membawa giovani bersama mereka. Tato ular itu membuatnya beranggapan apakah Alvero adalah seorang gangster atau mafia? Namun jika itu benar, maka Giovani memang mengalami masalah di rumahnya.
“ Razel, aku sudah selesai memperbaiki motorku ayo kita pulang.” Sahut Ben yang baru saja datang.
Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk mencaritahu semuanya, lagi pula Razel tidak memiliki wewenang untuk ikut campur apalagi dengan tidak adanya barang bukti untuk menguak semuanya.
“ Ayo kita pulang saja.” Ucap Razel begitu dia sudah ada di atas motor Ben.