Rekan Sparring

1417 Words
Sore hari Nathan membuka pintu ruang istirahat. Tampak asisten pribadinya tergolek pulas di tempat tidur. Nathan tersenyum geli melihat Angeline yang tidur dengan mulut sedikit terbuka. Rambut panjangnya tergerai di atas sprei seperti kain sutra hitam, terlihat lembut dan menggoda untuk dibelai. Nathan tidak mampu menahan godaan untuk membelai rambut Angeline. Dia menunduk supaya dapat melihat wajah Angeline lebih jelas. Mata Angeline terbuka. Untuk sesaat dia bingung melihat ada seorang lelaki di hadapannya. Sedetik kemudian barulah Angeline bereaksi. Nathan yang lengah terdorong jatuh ke lantai. Meskipun terkejut namun tangan Nathan masih sempat menangkap pergelangan kaki Angeline yang melompati dirinya. Wanita itu pun terjerembap. "Angel, Angel, kenapa perilakumu tidak selembut namamu?" Nathan berdiri. "Siapa suruh mengurung orang," gerutu Angeline yang turut berdiri membenahi pakaiannya. "Sudah jam pulang. Kecuali kamu mau menginap di sini." Nathan tersenyum nakal. "Mimpi! Ya sudah. Tidak ada pekerjaan lagi, kan? Saya pulang," ketus Angeline. "Tunggu." Nathan memang tahu cara merusak kegembiraan orang lain. Dia hampir tertawa melihat wajah Angeline yang begitu keruh. "Ada apa lagi, Pak?" Angeline menekankan satu suku kata terakhir sebagai ejekan. "Sepertinya kamu bisa jadi sparring partner yang baik. Kamu bawa baju ganti, kan? Ikut saya ke gym," kata Nathan tanpa basa-basi. "Apa? Tidak bisa!" "Kamu saya bayar lembur," sambung Nathan. Angeline mengernyit. Setelah terkurung seharian dia tidak ingin melihat wajah Nathan. "Angel, ini perintah langsung dari bos. Kamu mau menolak?" ancam Nathan. Angeline mendengkus. Dia masih teringat betapa sulitnya berjuang melawan lelaki ini di lift, juga di ruangannya. Entah apa yang akan terjadi jika mereka berdua benar-benar sparring? "Well? Waktuku tidak banyak," desah Nathan. "Saya berhak menolak." "Oh ya? Kalau begitu kita lakukan di sini. Mungkin kita akan berakhir di atas meja seperti—" "Baik! Baik! Saya ikut!" potong Angeline panik. Siapa yang mau jadi wanita yang terbaring di atas meja? Memangnya dia wanita apaan? Nathan menyeringai penuh kemenangan. Dia memang selalu memperoleh kemenangan dalam negosiasi. Akhirnya bos dan asisten pribadinya meninggalkan gedung Wayne Group menuju ke gym yang disebutkan Nathan. Saking muaknya Angeline benar-benar memperhatikan jalan supaya dapat pulang sendiri dalam situasi terdesak. Nathan melajukan motor dengan kecepatan tinggi untuk menakuti wanita di boncengan. Sayangnya dia tidak tahu kalau Angeline memiliki mental sekuat baja. Motor berhenti di depan sebuah bangunan bertingkat. Angeline meluncur turun dan mengembalikan helm. Dia mendongak melihat sebuah logo besar bertuliskan BS, dan tagline di bawah yang berbunyi 'Give Your Best Shot!'. Angeline pun menyimpulkan kalau BS adalah singkatan dari Best Shot. "Come on," ajak Nathan. "Selamat datang, Bos," sapa seorang lelaki bertubuh kekar berpakaian olahraga. Nathan hanya menjawab dengan gumaman. Dia terus berjalan ke lantai dua. Angeline membuntuti ketat. Matanya menilai sekeliling. Gym ini tidak berbeda dengan gym tempatnya berlatih, hanya mungkin fasilitasnya lebih mewah. "Kamu tahu apa singkatan BS?" tanya Nathan. "Apa?" "Bull Shit." Nathan menyeringai. "Hah? Mana ada orang yang memberi nama jelek untuk tempat usahanya?" "Ada." Nathan memimpin jalan menuju loker, "Simpan barangmu di sini. Ganti pakaian dan temui saya di tengah." Angeline mengangguk. Dia menyimpan tasnya di salah satu loker kemudian berganti pakaian di kamar mandi. Sempat celingak-celinguk Angeline menemukan sosok Nathan di sebuah ruang terpisah yang sengaja dikosongkan. Lelaki itu juga sudah berganti pakaian dengan celana training panjang dan kaos tanpa lengan yang memamerkan otot dan tatonya. "Ayo. Kamu siap?" Nathan memandangi lekuk tubuh Angeline yang terlihat jelas dalam balutan pakaian olahraga, legging hitam semata kaki dan kaos tanpa lengan. Rambut panjang yang digelung tinggi membuat lehernya terlihat menggoda. Keseluruhan penampilan Angeline bertolak belakang dengan penampilannya di kantor. Seketika Angeline menyesal dengan pilihan pakaiannya. Sebenarnya dia berpakaian seperti ini untuk Yoga, bukan untuk lelaki lain. "Warming up sebentar," tukas Angeline. "Oke." Nathan berdiri mengamati. "Tidak jadi deh." Angeline merasa risih ditonton seperti itu. Tatapan Nathan seperti hendak menelanjanginya. Mereka berdua memakai sarung tangan dan bersiap untuk sparring. Beberapa karyawan gym mencuri-curi pandang. Kapan lagi bisa melihat bos mereka sparring dengan wanita cantik? Tidak ada wasit, tidak ada aba-aba. Nathan menunggu Angeline untuk melakukan serangan pertama. Wanita itu segera melangkah maju sambil menyarangkan tendangan ke arah perut. Nathan menghindar tapi segera menerima serangan siku ke wajah. Dia menangkis tepat waktu. Angeline tidak memberi kesempatan bernafas, serangan berikutnya menyusul, tendangan berputar dari belakang. Semua orang tegang menonton sparring bertempo cepat itu. Beberapa menit yang full impact berlalu. Nathan menyadari tenaga mereka tidak sebanding, maka dia banyak mengalah. Kalau saja rekan sparringnya adalah salah satu intruktur gym, orang itu pasti sudah KO. Maka semua orang memandang kagum pada Angeline yang dapat membuat Nathan menahan diri. "Cukup!" Nathan melihat nafas Angeline mulai terengah. Angeline pun berhenti. Kedua tangannya diletakkan di pinggang yang ramping, membuat Nathan ingin menggantikan tangan itu dengan tangannya. "Seranganmu bagus," puji Nathan tulus. Semua orang ternganga mendengar Nathan mengeluarkan kata pujian. Kejadian langka! "Thanks. Lain kali tidak boleh mengalah. Saya mau mengukur level," ujar Angeline. "Kamu yakin? Sekarang saja sudah kewalahan, bagaimana kalau saya tidak mengalah?" Nathan tertawa. "Sombong," ketus Angeline. Kembali semua orang ternganga mendengar Angeline mengatai Nathan. Selama ini belum ada orang yang mengatai bos mereka tanpa mengalami cedera, lelaki maupun wanita. "Bukan aku yang sombong, tapi kamu yang terlalu lemah, Sayang," goda Nathan. Dia merubah penggunaan kata ganti menjadi lebih akrab. Angeline melotot, "Apa? Jangan panggil saya seperti itu! Saya bukan pacarmu!" Semua orang langsung membuat kesimpulan kalau bos besar mereka menyukai wanita ini. Kalau tidak mana mau Nathan memanggilnya seperti itu di depan umum? Dengan nada menggoda pula? "Mungkin. Siapa tahu besok akan berubah." Nathan mengangkat bahu. "Jangan sembarangan! Saya sudah punya pacar!" Wajah Angeline memucat karena marah. Tidak ingin berdebat lebih jauh, Angeline meninggalkan Nathan menuju kamar mandi. Nathan tersenyum geli. Fix! Bos besar ingin merebut wanita ini dari pacarnya! Semua orang saling pandang dan tertawa tanpa suara. "Heh, puas menonton??" bentak Nathan. Sekelompok orang yang menonton pun bubar dalam waktu satu detik. Nathan berjalan santai ke kamar mandi. Dia melepas pakaian yang basah oleh keringat dan berdiri lama-lama di bawah pancuran air hangat. Pikirannya dipenuhi sosok Angeline. Wanita berwajah manis yang tampak cantik kalau sedang marah. Nathan memaki pelan saat bagian tubuhnya berdiri tegak dengan penuh semangat. "Angel, Angie ... Apa panggilan yang cocok untukmu?" desah Nathan. Selesai mandi dan berpakaian Nathan mencari Angeline di lantai satu. Dia resah saat wanita itu tidak terlihat di mana pun. Seorang karyawan gym menghampiri dan memberitahu kalau Angeline sudah pergi. "Sial!" Nathan memukul benda terdekat. Karyawan gym itu segera menghilang dari pandangan sebelum dijadikan samsak hidup. "Hari ini kamu bisa melarikan diri, Angel ... Tidak akan ada kedua kalinya ...," desis Nathan. Saat itu Angeline baru saja turun dari ojek dan sedang berjalan masuk ke apartemen. Tahu-tahu dia bersin dua kali berturut-turut. "Ah, sial ... Gara-gara kena angin malam," gerutu Angeline. Tangannya menggosok hidung. Mendadak handphone berdering. Angeline terbelalak melihat nama peneleponnya, 'Crazy Boss'. Dia berpikir panjang kali lebar apakah harus menerima panggilan ini. Teringat pada kontrak kerja Angeline menekan tombol untuk menjawab. "Ya?" kata Angeline hati-hati seolah berjalan di ladang ranjau. "Kenapa tidak tunggu aku?" tanya Nathan dengan sedikit merajuk. "Sorry, Pak. Sudah kemalaman dan saya ingin istirahat lebih cepat," sahut Angeline. "Bukankah kamu sudah cukup tidur tadi siang?" Angeline kehilangan kata-kata. "Besok kamu ikut aku meeting keluar kota. Bawa perlengkapan dan pakaian, kita akan pergi selama dua malam," kata Nathan. "Apa? Mendadak sekali? Tidak bisa, besok saya sudah ada janji dengan teman." Angeline ternganga. "Dengan pacar? Batalkan. Pekerjaanmu lebih penting." Usai berkata demikian Nathan memutus percakapan. "Tapi ... Halo? Halo?" Angeline menatap handphone dengan gemas, "Ah, b******k! Lihat aja besok! Gue nggak bakal datang!" Nathan mematikan handphone dengan puas. Lihat saja besok bagaimana wanita bernama Angeline ini dapat melarikan diri. Mendadak Nathan menangkap dan menelikung orang yang menepuk bahunya. Semangat yang terpendam membuat gerak refleks Nathan lebih cepat. "Hei! Ini aku, Bodoh!" seru seorang lelaki muda berambut cokelat. "Stupid! Jangan mendekat diam-diam! Kau yang bodoh!" Nathan memaki panjang lebar melihat sahabatnya, Alardo Wilson, si playboy kelas kakap yang sudah membuat wanita sekampus patah hati. "Setan apa yang merasukimu, hah? Mau mematahkan tanganku?" Alardo menendang Nathan. "Berisik kau," gerutu Nathan yang menghindar dengan mulus. "Hahaha sepertinya benar kata mereka, bos besar sedang mengejar wanita!" Alardo tertawa mengejek. Nathan meninggalkan Alardo begitu saja. "Hei! Wanita seperti apa yang kau kejar? Katanya mau merebut dari pacarnya? Memangnya dia mau dengan lelaki yang punya reputasi buruk sepertimu?" Alardo membuntuti tanpa berhenti bicara. "Diam! Atau kusumpal mulutmu dengan pasir!" bentak Nathan. "Cih, lagakmu. Aku bisa cek CCTV untuk melihat wanita idaman Nathaniel Wayne." Alardo pun berbelok menuju kantor di pojok belakang gym. Belum lagi Alardo mencapai tempat yang dituju, Nathan sudah mencekiknya dari belakang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD