7 14 Hari

1049 Words
“Ini hape juga pakai mati segala lagi! MATI sama seperti orang yang beli, dia sudah mati!” Ingat Maruna pada Kandra sang pembeli ponsel. Hari indahnya berubah kacau, saat ini Marina di minta menunggu dipos satpam depan rumah orang asing yang tidak ia kenal itu menunggu sang pemilik rumah selesai berpakaian. “Selesai apa, cukuran…?” Runa menggeleng geli, sumpah aku tidak lihat apapun, hanya hitam saja! Hah hitam? Hitam atau gelap? Oh Tuhan, sungguh aku tidak lihat.” Maruna mengumpat kesal memasang wajah kesal, kini dua satpam itu menjaganyabersama seorang lelaki bernama Marcel yang terus bertanya-tanya hal yang tidak masuk akal cara dia tersesat. “Ayo ceritakan Sis! Mbak atau siapalah!” Maruna mencibir, “Sas sis, sas sis, sister penjual gamis kembang, kenapa sih ribet sekali, saya sudah katakan, saya hanya mencari teman saya, lagian yang suruh masuk juga pembantu disini, katanya saya sudah ditungguin.” Lelaki bernama Marcel itu pun bangkit, “Pak tolong simpan tanda pengenalnya, sekalian periksa tas-nya! Sorry perintah!” “Astagaaaa!!” Maruna menggeram kesal. Tidak ingin mendengar penolakan, para satpam itu segera meminta kartu identitas Runa dan satunya lagi memeriksa tas miliknya, sementara Marcel terus memperhatikan yang kedua satpam itu kerjakan sesekali melihat wajah Runa yang tampak sudah memerah menahan amarah. “Harusnya ini hal biasa! Semua orang jika mengalami ini dirumahnya, jugapasti pasti akan curiga, tidak akan ada yang tahu apa saja yang bisa terjadi walau semua hal terlihat tidak menyeramkan.” Tatapan Maruna menegas, “Ya saya tahu, tapi saya benar tidak mencuri atau melakukan apapun, kalian bisa saya tuntut loh, seperti ini, kalian menuduh tanpa bukti! Mencemarkan nama baik saya.” Marcel tertawa, mengusap pada dahinya, “Kenapa tiba-tiba anda yang menjadi korban? Lalu masuk kerumah orang tanpa izin bahkan ke dalam kamarnya, apakah bukan sebuah tindak kejahatan?” Maruna menghela nafasnya berat sekali. “Harus bagaimana lagi saya bilang saya itu—”Arghh sudahlah!” Marcel lalu melihat pada waktu lama sekali Bosnya itu keluar, Bos yaa.. Jika dalam pekerjaan dia adalah Bos, walau nyatanya mereka adalah saudara sepupu. “Pak satpam, apakah bapak kenal Stephani?dia tinggal disekitar sini, Stephani cantik sepertinya di deretan sini sih saya ingat.” “Stephani Cantik?” Satpam itu menatap pada rekannya. “Bukan Stephanie cantik pak namanya, namanya Stephanie dia gadis cantik.”ulangi Maruna. Kedua satpam itu mengendik, “Oh yang cantik di komplek ini mah banyak Mbak.” Sahut satu satpam. “Coba deh kasih ciri-ciri yang jelas.” Maruna kemudian berdecak dia juga bingung harus menggambarkan apa sosok Stephanie. “Aduh saya bingung… orangnya putih, tinggi, matanya cipit.” “Ada banyak atuh mbak seperti itu disini ” Lelaki bernama Marcel yang sibuk dengan gadegtnya itu pun tertawa atas jawaban satpam dan kini lelaki sang pemilik rumah keluar, sudah berkemeja rapi, siap pergi, mengkilap dari pakaian hingga rambut, menyalip sebuah pipih benda pada lengannya berjalan mendekat pada Marcel. “Rastaka Shipyard rubah jadwal pagi ini, tapi kau tidak bisa Bos, harus ke Hollaris.” ujar Marcel. “Tidak keduanya, saya akan terbang ke Jakarta sekarang, Mama masuk rumah sakit!” “Tante Rika sakit? Kita berangkat sekarang.” Marcel punberjalan menuju mobil menempelkan ponsel ketelinga dan berbicara disana. Lalu lelaki sang pemilik rumah pun bergegas siap masuk ke mobil,sontak saja membuat Maruna terkesiap, lalu dia akan apa disana, menunggu sampai mereka kembali? “Pak… pak saya gimana?” Maruna melambai-lambai pada Marcel. Marcel pun melihat itu, ia juga menjadi lupa bagaimana dengan nasib perempuan itu, “Bos kau lupa sesuatu, bagaimana dengan dia?” Lihat marcel pada kaca spion. “Saya dan para satpam sudah minta identitasnya, lalu menggeledah tasnya,tapi tidak ada yang mencurigakan.” “Baru 45 menit kejadian itu berlalu, tidak ada yang tahu jika dia sudah memaskan racun kedalam air minuman saya, atau menyuntikkan racun pada penyaring udara dirumah, bisa saja racun itu sedang bereaksi saat ini, awasi dia jangan biarkan pergi! Tahan saja dulu sampai dua minggu disini itu waktuyang effective sebuah zat bekerja, ada banyak cara sekarang yang bisa dilakukan musuh untuk menghancurkan, termasuk wanita itu.” Seketika Marcel pun turun, mengayunkan langkah tegasnyamendekat pada kedua satpam itu. “Awasi dia, jangan biarkan pergi! Dia akan tetap disinisampai 14 hari kedepan!” “Apa?” Maruna terkesiap. Begitupun para satpam, “Siapa kalian berani menahan saya disini, tolong saya juga punya kehidupan, ini semua tidak benar!” Netra Maruna mengedar rumah besar yang di kelilingi tembok tinggi dan besar itu, ini tentu akan menjadi neraka untuknya, ia langsung bangkit dan menarik barang-barangnya. “Tidak, pokoknya saya harus pergi, saya harus pergi!” Histeris Maruna. “Kalian keterlaluan,KETERLALUANN! Katakan pada Bos mu, dia buta dia sudah buta, tidak punya hati dan bukan manusia!” Maruna nyaris hampir menangis matanya sudah berkaca-kaca. “Marcel, hubungi pihak berwajib biar mereka yang menyelesaikan.” titah lelaki di mobil pada pintu jendela yang turun sebagian. “Hubungi sekarang hubungi! Saya tidak salah, saya tidak takut!” “Mbak, Mbak Olivia Maruna, jangan mbak nanti jadi panjang kalau bawa pihak berwajib, ini juga mbak yang salah, masuk kamar pak Langit. Semua orang yang mengalami hal ini mungkin akan merasakan kekhawatiran yang sama, biarkan Mbak disini dulu.” “Tapi saya tidak sengaja, Pak Satpam!” Geram Maruna. “Sudah mbak, Biar waktu yang membuktikan, cepat atau lambat pasti selesai. Ini yang terbaik dari pada harus ke kantor polisi dan mbak yang akan disalahkan.” Maruna perlahan melemah ucapan pak satpam memadamkan kobaran apinya,kini Maruna menetrlakan diri, memang semua ucapan itu benar, dia yang salah dan mungkin adalah hal wajar untuk sebuah kekhawatiran orang asing yang telahmenelusup kekediaman mereka. “Pastikan kalian tidak lengah, apalagi membantunya untukpergi dan mencari cara keluar, simpan semua barang miliknya, hantarkan ke pavilion belakang, usahakan jangan masuk ke ruangan utama.” kata Marcel. “Baik Pak!” sahut satpam itu. Maruna menunduk sedih, harga dirinya seakan di injak, lihatlah mereka membuatnya seperti penjahat, dia di asingkan. Maruna menoleh pada lelaki di dalam mobil, lelaki itu seketika saja menaikan jendela mobil miliknya, tidak sedikitpun berniat menoleh atau sudi melihat Maruna. Maruna hanya bisa pasrah, tidak ada yang bisa ia lalukan selain menunggu 14 hari itu berakhir, rasanya ingin berteriak, marah kesal, sepelik ini semuanya, tidak di sangka tiba-tiba saja keadaan buruk datang pada dirinya. "Jika saja hape sialan ini tidak mati!" Geram Maruna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD