Episode 17

1270 Words
Dengan wajah ceriah, Membawa bungkusan hadiah. Aldo menemui mama Ajeng. "Selamat sore Tante." Diciumnya tangan. "Ini buat Tante kemudian cipika cipiki. "Pasti Tante bakal tambah cantik kalau memakainya." "Terima kasih sayang." Sautnya. "Wah apa ini, Tante jadi penasaran, boleh Tante buka sekarang?" "Sebenarnya sih bukan dari Aldo, tapi oleh-oleh dari papa dan mama, beberapa waktu yang lalu mereka datang dari Paris. Dan katanya khusus buat Tante." Dibukanya bungkusan itu dengan rasa penasaran. "Wao, Christian Dior warna kesukaan Tante ini." "Bik, kedepan sebentar, tanya sama tuan Aldo mau minum apa." Kata dalam telepon. Bik Nijam berlari kecil. Sambil merunduk. "Tuan muda mau minum apa?" "Ambilkan wiski dan 2 gelas bawa kesini." Perintah Aldo. Mereka berdua ngobrol di teras belakang rumah, sambil memandangi bonsai koleksi papa Cokro Handoyo pemilik Cokro Group. "Tante. Papa sebenarnya memaksa Aldo untuk menggantikan posisinya. Tapi setelah Aldo pikir. Belum waktunya. Apalagi Aldo kan masih bujang belum punya pendamping." Katanya, sesekali mencuri pandang. Kepingin tau reaksi calon mertuanya. Dan menggoyang goyangkan gelas berisi minuman kemudian meneguknya. "Yah. Tante ikut senang mendengarnya. Apalagi kan gelar Doktor sebentar lagi kan tinggal nunggu hari. Jadi menurut Tante sih. Ini waktu yang tepat buat nak Aldo membuktikan pada Icha. Nanti kalau dia tau. Gak perlu dipaksa bakal nempel kayak perangko. Buktinya selama ini sudah sempat putus berapa kali.sama anak kadal itu Iya kan?" Bisik Mama Ajeng. Sebenarnya apa yang dikatakannya, sungguh terbalik. Dia menginginkan jabatan itu, tetapi sang papa justru mengusirnya. Karena sedikitpun gak ada kemampuan untuk mengelola. Sang papa menginginkan anak semata wayangnya harus belajar dari bawah supaya dia bisa memahami semua. Sang papa mengetahui dari tangan kanannya, bahwa Aldo hanya lulus SMA, itupun dengan nilai pas Pasan. Sedangkan namanya tak pernah tercatat di perguruan tinggi yang pernah disebut-sebutnya. Tapi tetap saja pewaris tunggal perusahaan Saat ini sudah memiliki 10 kapal pesiar yang berkantor di Singapura. Kapal pesiar Monalisa of the Seas Royal bean yang berlabuh di Marina Bay Cruise Centre Singapore. Kapal pesiar ini memiliki berat 236 ribu ton dan memiliki ukuran dengan panjang 362 meter dan lebar 64 meter. Kapal ini memiliki 18 dek dengan kapasitas daya tampung mencapai 6.988 penumpang dan 2.300 awak kapal. Yang pasti jatuh ke tangan si Aldo. Sang pewaris Tunggal. "Aldo masih kepingin melanjutkan pendidikan dan ingin fokus dulu Tante." Ponsel mama Ajeng bergetar, setelah dilihat ternyata dari Astrid, mamanya si Aldo. "Hallo, jeng gimana kabarnya. Lama gak pernah ke indo, o iya terimakasih buat kirimannya." "... … …" "Iya, nak Aldo disini sama aku kok Jeng." "... … …" "Iya gak perlu khawatir." "Hmmm kata mamamu kamu habis berantem sama papamu ya? Tuh tadi mamamu khawatir kalau kamu ngambek katanya." "Terus mama bilang apalagi?" "Enggak cuma tanya keberadaannya saat ini." "Sudahlah ikuti saja kemauan papamu." "Aldo kepenginnya, mulai dari bawah dulu, seperti karir papa dulu dari 0, karena mempertahankan itu jauh lebih sulit Tante, dibandingkan saat meraihnya." Dasar Aldo pintar memutar balikkan fakta. "Betul juga apa yang nak Aldo katakan. "Tante, Aldo pengen menenangkan diri, jadi Aldo pengen nginap disini. Mau ke apartemen malas bosan dan gak tenang Tante." "Ya, silahkan. Itu kamar kan banyak yang kosong. Tempat nak Aldo yang dulu juga masih terawat kok." "Makasih Tante." "Si gudang juga kosong kok bisa ditempati." Saut Icha, gak tau kapan masuknya. "Ma, Icha pamit mau keluar dulu." Disayang ya pipi Mama kiri dan kanan kemudian langsung keluar. Menuju mobil yang si Nathan. "Ke kantor Icha dulu, penting." Kata Icha kepada si Nathan calon suaminya. "Kok tegang banget say?" "Thu tutup botol mau nginep di rumah beberapa bulan, katanya." Jawab Icha sambil cemberut. "Kamu makin cantik dan ngangeni kalau lagi cemberut." Icha diam gak menjawab, malah lebih monyong dari sebelumnya. "Tuh liat di spion kalau gak percaya." "Iiiih jahat." Jawabnya sambil tersenyum tapi ditahannya. "Gak usah ditahan Icha… lepaskan… ayo lepaskan senyummu." Kata Nathan makin kencang suaranya. Ichapun mencubit lengan Nathan. "Aduh! Mak… sakit tau." Teriak Athan. Sementara itu di rumah Icha. Rupanya Aldo mulai mabuk. "Tante, Aldo mau tidur dulu sudah berat rasa kepala Aldo." Ia pergi ke kamar dan merebahkan diri. Cokro Wardoyo sang papa, memang sudah lebih akrab dengan Nathan, pertama kali mereka bertemu di acara lelang di sebuah hotel berbintang, dalam rangka penggalian dana untuk merenovasi sebuah panti. Waktu itu memperkenalkan diri sebagai teman akrab Icha. Sejak saat itu Nathan. Baru diketahui belakangan adalah anak dari mantan salah satu direksi anak cabang perusahaannya yang mengundurkan diri. Membuka usaha sendiri, namun tidak mengurangi keakrabannya setelah mengetahui hal tersebut. Teman sekaligus lawan tangguh saat main catur berdua, terkadang sampai larut malam bahkan kadang sampai pagi. Walau kini sudah menjadi miliarder baru, namun dimata calon mertua. Johan Pranatha, yang akrab dipanggil dengan Athan, Nathan ini tak berubah tetap sederhana, walau rambut sering dibiarkan acak-acakan dan kadang hanya diikat dengan karet tanpa disisir rapi. Malam itu, baju si Athan dilepasnya keringat terlihat membasahi kaos oblong yang dipakai. Di depan sang calon mertua. "Wah, kali ini Nathan harus mengakui bahwa ada kemajuan pesat, membuat permainan dari awal sudah terpojok. Sebentar Pa, Nathan harus berpikir keras nih biar gak kalah untuk ketiga kalinya." Kata Nathan saat main catur. "Ha..ha..ha,ha..sudah menyerah kalah saja. Ini malam papa diatas angin." Kata pak Cokro Wardoyo. "Kalah sih oke.. tapi pantang menyerah sampai titik darah penghabisan. Sebentar Pa. Nathan mengambil air minum dulu." diteguknya air lalu dia melangkahkan kuda untuk mengancam perdana menteri tapi. “Skak Mat…hehehehehe.” Kata pak Wardoyo. “Aduuuuuuuuuuh!!!!! padahal tadi Nathan tau bakal kesitu.” “Yah… istirahat dulu, bila perlu tuh, ambil jus apokat buatan bik Nijam.” “O ya?... asiiiiiik.” Jawab Nathan kemudian menuju ke fresher “Kalau ada waktu besok temenin papa ke Panti, saatnya papa berbagi sama mereka.” “Siap pa, besok mama juga ikut?” “Sepertinya Mamamu punya kegiatan lain besok, makanya papa minta kamu yang nemenin.” Sambil senyum-senyum, Icha yang sedari tadi mendengar pembicaraan mereka berdua, sambil mendorong Rio adiknya yang duduk di kursi roda, langsung menghampiri, “anak papa yang cantik boleh ikutan gak.” Kecelakaan fatal yang menimpa Rio, membuat dia mider dan mengurung diri di kamar, yang bisa meluluhkan hatinya dan bisa mengajak keluar dari kamarnya hanyalah sang kakak yaitu Icha dan sang papa, ditambah lagi Nathan. “Kak, antar aku ke kamar,” bisik Rio. Athan tau apa yang dibisikkan kepada sang kakak, walau dia tak mendengar. Didorongnya Rio menuju kamarnya. “Thanks.” Katanya perlahan, Nathan tersenyum. Diam-diam sang papa memang sedang menyiapkan si Rio kelak menjadi penggantinya. walau tampak sangat mustahil. Lima tahun terakhir ini, walau dia tidak memiliki kapasitas mengambil keputusan, tapi seluruh keuangan perusahaan, tidak terlepas dari pantauan si Rio. ***** Sementara itu di tempat lain. Annisa mulai merasakan kebimbangan. Wajah Rara mulai mengusik kembali. padahal baru beberapa waktu yang lalu dia memutuskan untuk tidak dihantui oleh kesalahan masa lalunya. Annisa melupakan cinta pertamanya yang membuat hidupnya menderita selama ini, ia juga membuang rasa bersalahnya karena telah membiarkan si Soeryo Atmodjo, membesarkan buah cintanya sendirian hingga mengabaikan kebutuhan batin terabaikan. Ia juga memutuskan untuk melupakan Rara dan juga hasil hubungan gelapnya dengan si Billal sang cinta pertamanya dan membawa kabur. Tapi lebih dari itu semua, Raralah yang selalu mengusik hati, dan pikiran setiap saat, setiap detik tanpa ada jedah sedikitpun. Sering dalam hatinya berfikir jahat, mengakui bahwa dirinya adalah ibu kandungnya setelah itu dia mengakhiri hidupnya dengan meminum racun. Tapi lagi-lagi gagal dan dia berfikir, Rara telah menderita haruskah lebih menderita lagi dengan melihat ibu kandungnya mengakhiri hidup di depan mata anaknya, Annisa telah memberikan surat pengunduran diri, tapi perusahaan yang membesarkan namanya mengizinkan kalau sudah mendapatkan orang yang sesuai dengan kriteria perusahaan tempat dia bekerja. Ingin dia kembali ke Indonesia, tapi tak tau bakal tinggal dimana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD