Ketahuan.

1232 Words
"Kamu serius berangkat bareng Ben?" tanya Adnan begitu cemas. "Enggak, itu kebetulan saja di jalan ketemu sama dia." jawabku, segera meletakan tas di atas meja. Aku sudah berusaha menghentikan Ben, agar laki laki itu tidak perlu mengantarkanku sampai ke kantor. Namun lelaki keras kepala itu malah masuk ke gerbang dan mengeluarkanku di sana. Alhasil, Adnan melihatku dan jadilah saat ini dia memberondongiku dengan berbagai pertanyaannya itu. "Kan aku udah bilang sama kamu, kalau Ben itu sama saja, kaya ranvier." bisiknya. "Aku tahu," "Aku sangat berharap kalau kamu enggak terlibat sama dia." "Aku juga enggak mau terlibat sama dia." "Nah, dari itu. Kamu harus jauhi mereka berdua. karena mereka sangat berbahaya." Aku bahkan akan menikah dengan Ranvir. Itu artinya aku memang sudah masuk ke dalam dunia yang berbahaya. Dan karena hal itu, aku akan lebih sering berinteraksi dengan Ranvier, begitu juga Ben. Ah, kenapa aku sial sekali. "Oh, aku enggak bisa bayangin gimana kamu kalau udah terlibat sama ben atau Ranvier. Mereka itu jahat dan sangat berbahaya. Mereka hanya menggunakan perempuan itu sebatas pemuas nafsu saja. Sayang sekali kalau wajah cantiknya kamu itu hanya untuk di sia siakan pada lelaki seperti mereka." dia mulai berlebihan. "Dan kamu pikir, aku mau sama mereka berdua? Kamu tenang aja. Aku enggak se mudah itu." "Aku tau, sayang. Tapi kamu harus waspada, kamu harus menjaga dirimu lebih hebat lagi. Mereka itu iblis tampan yang bisa membuat perempuan mana pun bertekuk lutut padanya. Jangan sampai kamu menjadi salah satunya." Aku terkekeh mendengar penjelasan laki laki itu. Mana bisa dia memuji sesama jenis, duh, jangan sampai temanku ini juga menyukai kedua lelaki itu sebagai pasangan. Aku mendadak merinding dibuatnya. Para tamu mulai datang, seorang ibu membawa med nya dengan wajah garang. Kalau tidak salah, dia med yang baru saja seminggu berada di rumahnya. "selamat datang di Artika Home, ada yang bisa saya bantu?" Nenek itu tersenyum tipis. "Saya mau balikan med anda?" berubah jadi masam, dan aku hanya menaggapi itu dengan senyuman ringan. menatap pada med ku, dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam ruangan khusus med. "Kalau boleh tanya, ada pa ya Bu?" "Dia mencuri makanan saya. Dia tidak ada atittude." dia menghela napas kesal. "Oh, saya sungguh minta maaf, untuk ketidak nyamanannya." "Bukan salah anda, saya yakin dia memang memiliki penyakit itu dari dulu. Tapi saya bukan orang yang menyukai hal seperti sampah. Bagi saya, orang yang suka mencuri itu adalah sampah!" aku meringis mendengar ucapannya yang kasar itu. "Silahkan di isi administrasinya, Bu. Semuanya akan kami proses." "Dia belum ada work permit, saya belum ambil ke MOM, jadi silahkan Ibu urus sendiri saja." dia memberikan sejumlah uang padaku. "Baiklah. Saya akan mengurusnya." Ku ambil uang itu, dan dimasukan ke dalam laci dibawahku. "Saya ingin seorang med yang baik dan tidak suka mencuri." "Saya memiliki banyak med di sini, mungkin ibu bisa memilihnya." ku keluarkan beberapa portofolio padanya. "Saya mungkin akan mencarinya di tempat lain." "Ah, baiklah. Kalau boleh tahu, ibu ingin med dari negara mana? saya memiliki med ex negara kita. Dia pandai bekerja, dan pintar berbahasa inggris, mungkin ibu bisa memikirkannya?" "Ah, coba saya lihat?" dia mengambil portofolio yang aku sodorkan. "Dia umur berapa? saya tidak bisa melihatnya." dia terlihat mengucek kedua matanya. "Dia berumur 35 tahun, dia sudah menikah dan memiliki dua anak di negaranya. Dia pernah bekerja di Aran saudi selama lima tahun, kemdudian di hongkong dua tahun, dan di negara kita baru selesai kemarin. Dia tidak pulang ke negaranya, karena ingin kembali kerja di negara kita." "Ah, gajihnya pasti besar, kalau ex kaya dia." keluhnya. "Ada kualitas ada harga, Bu. Saya bisa menjamin kalau dia itu sangat baik dan bisa bekerja seperti yang ibu inginkan. Ibu tahukan ex Arab Suadi itu hebat hebat semua?" "Oh, tentu saja saya pernah mendegarrnya." "Ya, bahasa sudah tidak perlu diragukan. Ibu bisa mengobrol apa saja dan kapan saja, sama dia." "Sejujurnya, memiliki med yang pintar berbahasa ingris itu memiliki nilai yang plus, juga banyak min nya." "Oh, ya." Aku terkekeh. "Mereka sangat pandai berbicara, itu nilai plusnya. tapi min nya adalah, dia akan terus melawan kalau tidak suka pada kita. Itu akan sangat memusingkan kita." keluhnya. "Ah, yang namanya manusia memang seperti itu, Bu. Kita tidak akan bisa selamanya membuat hubungan kita hangat dan manis terus. benarkan?" "Miss agata benar sekali." "Ya, tapi kita bisa menciptakan hal manis dan hangat tergantung kita kan?" "Itu juga saya sangat setuju." "Nah, kuncinya itu tergantung pada kita saja kan? Kita bisa memperlakukan mereka seperti keluarga. Maka mereka pun akan memperlakukan kita dengan baik. Itu kuncinya, bu." "Ah, aku pikir aku akan datang ke sini setiap kali, ada masalah. Miss agata ini, selain cantik tapi sangat pandai membuat orang orang bahagia. Terima kasih." "Wah, sama sama, bu. Saya senang bisa membantu ibu." "Kalau gitu, mana saya ingin melihat med itu." "Akan saya panggilkan." kemudian aku pun memanggil Rosi, dia med dari Indonesia, dia hebat dan juga pintar. Aku rasa dia mungkin akan cocok dengan nyonya ini. Dan Benar saja, mereka mengobrol dengan akrab. Aku tidak tahu yang salah itu mednya atau Ibu ini. karena bersama Rosi dia terlihat begitu ceria. Tentu saja, setelah melakukan beberapa proses, akhirnya Rossy terpilih menjadi mednya. Dan besok dia sudah pik up. Aku menemui Dila, dia med yang katanya mencuri di rumah nyonya tadi. "Miss, saya minta maaf." dia menunduk pilu. "Kamu mencuri?" tanyaku. "Aku lapar sekali." "Mereka enggak ngasih kamu makan?" "Mereka sangat pelit." Aku melihat dia memang kurusan setelah tinggal dengan nyonya tadi. Aku sungguh merasa sedih. "Baiklah. Kamu istirahat dan makan ya." Aku segera kembali ke ruanganku. Ines memanggilku agar aku pergi ke ruangannya Ranvier. "Ada apa?" tanyaku pada Ranvier. "Kamu sudah tanya kenapa di mencuri?" "Dia lapar?" "Kamu percaya gitu aja?" "Memangnya aku harus apa?" "Semua orang yang salah lalu ketahuan itu memang akan memberikan seribu alasan untuk membela diri." "Maksud kamu dia berbohong?" "Bisa sajakan?" "Kamu jahat sekali." Ranvier terkekeh. "Aku jahat?" "Aku enggak ngerti di mana hati nurani kamu. Tapi tolong lah, kamu jangan keterlaluan seperti ini." "Aku keterlaluan? aku ini orang yang paling baik di negara ini. Aku membiarkan mereka masuk ke negara ini dengan gratis, makan gratis, dan mandi dan tidur gratis. Apa lagi kekuranganku?" "Tapi mereka harus membayar belipat lipat ganda, iyakan?" "Itu beda lagi, Artika Home itu bisnis. Bukan hanya ada aku di sini. Tapi kamu dan puluhan karyawan lainnya. Apa kamu pikir mereka itu tidak aku bayar?" "Aku tahu, tapi--" "Cobalah realistis Agata." Ranvier menariku ke dekapan. "Semua yang ada di dunia ini tidak ada yang gratis. Dia ingin uang, ya harus berkorban. Seperti kamu ..." dia membuatku menatap padanya. "Kamu juga sedang berkorban untuk uang. Berpura pura lah tidak tahu kalau mereka sedih. Berpura pura lah tidak tahu, kalau mereka butuh uang. Mereka itu orang lain. Beda negara sama kita. Jangan terlalu baik, sampai kamu ikut prihatin padanya. Ingat, mereka ke sini itu berbisnis, dan kita juga sedang berbisnis. Hanya saja caranya yang berbeda. Kamu enggak mau kan dijadikan bahan bisnis oleh mereka?" "Aku merasa mereka enggak kaya gitu." "Jangan terlalo polos." "Aku enggak polos." "Baik. Tapi kamu lihat itu." Ranvier memperlihatkan rekaman CCTV di mana seorang med mengacak acak tas milik Agata dan mengambil sesuatu di dalamnya. Membuat Agata mematung dengan hatinya yang terasa nyeri. Padahal ia sudah membela med itu di depan Ranvier secara mati matian. "Kamu masih mau membela dia?" tanya Ranvier, dengan sebuah kecupan di pelipisku. Aku hanya terdiam dengan lidah ini yang terasa kelu dan kedua mata terasa panas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD