Lulus STM

1164 Words
Nadia Putri Diraja, gadis berusia delapan belas tahun yang memiliki sifat agak tomboi itu melompat turun dari sebuah truk besar. Dia bersorak-sorak setelah melewati jalan raya yang penuh dengan konvoi kawan sebayanya, untuk merayakan hari kelulusan mereka dari sekolah teknik mesin di Kota Bulan Biru. “Yeay, kita lulus! Ayo coret-coret dulu!” ajak Nadia seraya menyemprotkan isi pilok di tangannya ke seragam milik Bagas, pacar Nadia. “Muka aku juga dipilok dong, Sayang!” pinta Bagas. “Janganlah, nanti perih lho.” “Enggaklah, kan dipiloknya pake bibir kamu, eyaaaakkk!” “Eyaaaakkkk! Uhuuuyyyy!” Seruan Bagas dibalas sorakan kawan-kawan disekitarnya. Tin… Tin… Hampir saja tubuh ramping milik Nadia tertabrak oleh jaguar hitam yang dikendarai seorang pria. Kaca jendela mobil dari jok belakang itu diturunkan sampai memperlihatkan wajah tampan si pria dengan balutan stelan jas hitam itu. Rambut hitamnya kelimis mengenakan pome dengan merek mahal. Pria itu membuka kacamata hitamnya. Wajahnya tampak bersinar seolah sorotan sinar matahari hanya mengarah padanya. “Ada apa, Pak Hendrawan?” tanya pria itu. “Ada anak-anak STM lagi mau tawuran kayaknya, Pak,” jawabnya. “Woi! Jangan mentang-mentang bawa mobil bagus ya seenak aja— Eh Tuan Aryan,” ucap Bagas yang nada suaranya berganti dari meninggi jadi lembut saat melihat sosok pria di jok belakang itu. “Kamu kenal dia?” bisik Nadia. “Dia Bos besar tempat Ayah aku bekerja,” sahut Bagas. “Jalan, Pak!” perintah Aryan pada sang asistennya yang langsung melajukan mobil mewah tersebut. “Baru jadi orang kaya begitu aja sombong banget,” cibir Nadia. Tiba-tiba ponsel Nadia berbunyi, tertera di layar ponselnya nama sang ayah yang menghubungi. “Halo, kenapa, Yah?” tanya Nadia. “Kamu tawuran, ya?” tuduh sang Ayah dari seberang sana. “Enggak, kok. Nadia cuma semprot-semprot pilok.” “Buruan pulang, Tania kabur, nih!” “APA? Kak Tania kabur? Oke Nadia pulang sekarang.” Nadia lalu menarik lengan Bagas. “Antar aku pulang sekarang!” pinta Nadia. “Kenapa, kok minta pulang, acaranya belum kelar nih?” tanya Bagas. “Kapan-kapan aja dilanjutin, Kak Tania kabur dari rumah, udah buruan anter aku pulang!” “Hah, Kak Tania kabur? Terus mau pakai motor siapa?” “Pinjem punya Yuda aja, tuh!” tunjuk Nadia pada motor vespa milik kawannya itu. “Oke, tunggu di sini bentar!” Bagas akhirnya mengantar Nadia pulang menggunakan motor pinjaman itu. * Sesampainya di rumah, Ayah Nadia yang bernama Tuan Andi Diraja sudah berjalan mondar-mandir di teras rumahnya. Di kursi teras duduk Bibi Fatma dan Om Ghani yang sedari tadi mengamati pergerakan pria di hadapannya itu. “Minum dulu, Kak,” ucap Bibi Fatma menawari secangkir kopi hitam pada Tuan Diraja. “Makasih, Fatma.” Pria itu lalu menyeruput kopi tersebut dan memberikannya kembali pada Fatma. Tuan Diraja melanjutkan pergerakannya kembali mondar-mandir. “Hadeh, Ayah gak capek apa mondar-mandir, gitu?” tegur Nadia yang langsung meraih tangan Ayahnya dan mencium punggung tangannya itu. “Kamu tahu, gak, Kakakmu Tania pergi kemana?” tanya sang Ayah. “Nadia mana tau, Yah. Sama pacarnya kali yang orang Arab itu, si Hasan.” “Duh, gawat ini, mana minggu depan itu dia mau nikah sama Tuan Aryan Khan, gimana ini?” gumam sang Ayah. “Itu pemain film Bollywood, Yah?” “Ngawur kamu! Itu nama tuan muda tau enggak, pengusaha konveksi terbesar di kota ini, Khan Coorporation,” seru sang ayah menoyor kepala Nadia. “Ooohhh… kirain pemain film hehehe. Ya udah sih tinggal batal aja, cinta tuh gak bisa dipaksakan,” sahut Nadia. “Lalu, yang mau bayar utang Ayah siapa? Kamu punya uang lima milyar?” “Hah, banyak banget itu duit apa cilok, Ayah?” “Mainan kertas! Ya duit Nadia, itu untuk membayar hutang Ayah di bank, gaji karyawan, p********n hutang rumah ini juga, karena perusahaan batik Ayah rugi dan kena tipu.” “Kena tipu apa kalah main judi? Ayah juga kan yang cari penyakit, giliran kelilit hutang anaknya dijual, astaga... apa yang Ayah lakukan itu berdosa banget,” ketus Nadia. Bibi Fatma dan Om Ghani menahan tawanya melihat ucapan Nadia barusan. Tiba-tiba Tuan Andi Diraja memegangi bagian d**a kirinya yang terasa sakit. Bibi Fatma langsung bangkit dan membawa Ayah Nadia untuk duduk di kursi teras. “Ayah, enggak apa-apa, kan?” tanya Nadia dengan raut wajah panik dan berlutut di hadapan ayahnya. “d**a Ayah sakit,” sahutnya dengan nada parau. “Wah, jangan-jangan Mas Diraja terkena serangan jantung,” sahut Om Ghani. “Bawa ke rumah sakit aja, yuk!” pinta Nadia yang bangkit dan hendak menghubungi ambulans, namun sang ayah mencegahnya. “Ayah enggak mau keluar biaya lebih banyak lagi, suruh dokter Doni datang ke sini!” perintah sang ayah. Nadia pun menyanggupinya. * Setelah mendapat perawatan dari Dokter Doni, kondisi Tuan Diraja mulai stabil. “Saya harap jaga kondisi Tuan Andi Diraja, karena jika ia sampai mendapatkan serangan jantung yang sesungguhnya, saya takut nyawanya tak akan tertolong,” ucap Dokter Doni sebelum pamit. Nadia dan yang lainnya mengangguk mengiyakan. “Ayah punya ide tentang pernikahan itu,” ucap sang ayah buka suara. “Sudahlah, Ayah. Sekarang istirahat dulu, besok aku cari Kak Tania,” ucap Nadia seraya menrik selimut untuk menutupi tubuh sang Ayah. “Ayah belum bisa tidur sampai kamu dengerin ide Ayah.” “Baiklah, apa itu?” “Kamu yang menikah dengan Tuan Aryan Khan, gantikan posisi Kakakmu!” Bagai tersambar petir di siang bolong, Nadia langsung terduduk lemas seolah kedua kakinya tak dapat menahannya lagi untuk berdiri. Tadinya gadis itu mau marah bahkan berteriak dengan kesal, akan tetapi dia ingat kondisi sang Ayah yang terbaring lemah. Daripada nanti ia membuat kondisi ayahnya makin parah, lebih baik ia diam saja dulu. Ia anggukan kepalanya dan menjawab iya. Nadia ke luar dari kamar ayahnya menuju ruang dapur, perutnya terasa lapar. Namun, sekembalinya ia dari dapur, Nadia mendengar suara tawa cekikikan dari ayahnya bersama Bibi Fatma dan Om Ghani yang belum pulang ke rumah mereka. Gadis itu melangkahkan kakinya perlahan untuk mencuri dengar pembicaraan di dalam kamar ayahnya. “Ide Mas Diraja ini bagus juga, aku pikir beneran kena serangan jantung,” ucap Bibi Fatma. “Ini kan idenya si Ghani, dia bilang kalau Tania gak mau nikah ya nikahkan saja si Nadia. Terbukti kan, Nadia itu anak yang selalu nurut dan sayang sama aku,” ucap Tuan Diraja. “Iya dong. Mas. Nadia itu pasti nurut,” sahut Om Ghani. “Oh… jadi Ayah cuma pura-pura, ya?" Gadis itu datang seraya bertolak pinggang. "Bukan begitu Nadia Sayang," ucap Bibi Fatma mencoba menenangkan emosi gadis itu. "Kalian pikir aku enggak akan bisa berani pergi seperti Kak Tania, gitu?" "Nadia, denger dulu." Gadis itu tak mau mendengar lalu melangkah masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu. "Oke kalau begitu, aku mau buktiin nih kalau aku juga bisa nekat seperti Kak Tania,” gumamnya. Gadis itu benar nekat menyiapkan tas ransel berisi beberapa pakaian dan buku tabungan dari almarhum Ibundanya. Dia sudah berniat untuk kabur dan menemui Bagas. * To be continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD