"Permisi, Nyonya Share, ada tamu untuk Anda," salah satu penjaga keamanan di rumah besar itu masuk dan menghampiri Nyonya Sharee.
"Siapa tamunya?" tanya Nyonya besar itu.
"Ibu Fatma," jawabnya.
"Oke, suruh dia masuk dan tunggu di ruang tamu," pinta nyonya besar itu.
"Baik, Nyonya."
Penjaga rumah itu lantas melangkah menuju keluar dari ruang makan itu. Sarapan telah usai, Aryan bangkit berdiri dan bersiap menuju kantor. Hendrawan mengikuti begitu juga dengan Nadia.
Namun, sesuatu menahan langkah gadis itu kala mendapati seorang wanita yang ia kenal. Ia berusaha bersembunyi di balik tubuh Hendrawan.
"Nadia!"
Gadis itu terlambat melangkah lebih jauh, wanita yang coba ia hindari itu berhasil menangkap dirinya.
Wanita dengan sanggul dan mengenakan dress batik itu bangkit berdiri menghampiri Nadia.
"Nadia, kamu kabur begitu aja dari rumah dan sekarang kamu ada di sini?"
Fatma membentak gadis itu dengan raut wajah kesal.
"Hehe… Bibi apa kabar? Sendiri aja ke sini?"
tanya Nadia dengan wajah penuh malu dan agak takut.
Hendrawan dan Aryan menyimak pertemuan Nadia dan wanita di hadapannya itu dengan saksama.
"Kalian saling mengenal?" tanya Nyonya Sharee menunjuk ke arah Nadia dan Nyonya Sharee bergantian.
"Saya mohon maaf sebelumnya Nyonya Sharee, kedatangan saya ke sini hendak memberi kepastian mengenai pernikahan anak kakak saya dan cucu Nyonya yang tertunda. Saya harus jujur karena penundaan itu sebenarnya dikarenakan anak kakak saya yang bernama Tania, kabur dari rumah," ucap Nyonya Fatma.
Nadia tau arah pembicaraan selanjutnya, perlahan ia bergerak menjauh tetapi Fatma langsung menahan lengannya.
"Tetap di sini!" seru Fatma seraya menatap keponakannya dengan tajam.
"Jadi, maksud ini semua apa?" tanya Nyonya Sharee.
"Maksud saya ke mari hendak memberitahukan kalau pernikahan itu tetap berlangsung, tetapi adiknya yang akan menggantikan dan ini orangnya," ucap Fatma.
"Sebentar, Nek, maksudnya cucu Nenek itu aku?" tanya Aryan.
"Ya iya dong, sayang… cucu Nenek cuma kamu satu-satunya," jawab wanita itu.
"Sebentar juga, jadi yang mau di jodohin sama aku, dia?" Nadia menunjuk Aryan.
Nyonya Sharee dan Fatma mengangguk bersamaan.
"Apa? Enggak mau!"
Nadia dan Aryan menyahut bersamaan. Keduanya saling memalingkan wajah tak mau memandang satu sama lain. Hendrawan menatap tak percaya lalu menahan tawa.
"Kamu bilang kamu akan nurut sama Nenek, dan tak akan menentang perjodohan ini, jadi kamu harus menikah dengan Nadia. Nenek suka kok sama dia, jadi jangan bantah permintaan Nenek."
Wanita itu bersikeras seraya menunjuk Aryan.
"Tapi aku enggak mau, Nyonya," sahut Nadia.
"Nadia, asal kamu tahu ya kondisi ayah kamu itu memburuk, kalian dua putri kesayangannya malah pergi meninggalkannya begitu saja. Anak macam apa itu, mana bakti kalian pada ayah kalian?" Bibi Fatma menatap tajam.
"Lho, kenapa semua salah ke aku, Bibi enggak coba cari Kak Tania, kan dia yang harusnya menikah sama dia!" tunjuk Nadia ke arah Aryan yang masih saja menatapnya tajam.
"Pernikahan ini akan tetap saya langsungkan, di mana Tuan Diraja?" tanya Nyonya Sharee.
"Kakak saya, sebentar saya hubungi dulu, harusnya ia segera ke sini," ucapnya mengeluarkan ponsel. Wanita itu segera ke luar dan menghubungi sang kakak.
Namun, sebelum dia melangkah ke luar, Fatma menoleh ke arah semuanya.
"Tolong tahan Nadia, jangan sampai dia kabur lagi!" perintah Fatma menunjuk Nadia.
Hendrawan menganggukkan kepala menyanggupi.
*
Tuan Andi Diraja datang di kediaman Nyonya Sharee. Pria itu langsung memeluk Nadia dan menangis. Ia sangat merindukan puterinya. Namun, Nadia menepis dan tetap menolak pernikahan tersebut.
Tuan Andi langsung berlutut memohon maaf dan memohon pada gadis itu agar menikah dengan Aryan. Nadia merasa panik dan mengangkat sang ayah untuk bangkit.
"Ayah, jangan seperti ini," pinta Nadia.
"Ayah mohon menikahkan dengan Aryan," pinta pria itu.
"Tapi, Ayah…"
Andi langsung mencengkeram dadanya, ia kembali berpura-pura terkena serangan jantung agar Nadia kasihan padanya. Semua yang ada di sana panik dan akhirnya membawa pria itu ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Fatma sudah menghubungi dan bekerja sama dengan dokter yang biasa menangani ayahnya agar mau berbohong.
"Begini Nak Nadia, Tuan Andi terkena serangan jantungnya fatal, jika dia makin stress dan banyak pikiran yang memberatkan, maka saya tak jamin keselamatannya. Ia tak boleh terkena serangan jantung yang kedua atau nyawanya tak tertolong," ucap Dokter Firman.
Nadia yang terlanjur percaya dengan ucapan sang dokter akhirnya memutuskan untuk membahagiakan sang ayah. Biar bagaimanapun juga ia tak mau kehilangan ayahnya.
Nadia masuk ke ruang perawatan VIP nomor 405 dimana ayahnya dirawat. Ayahnya terlihat lemah dan menatapnya sayu.
"Ini permintaan terakhir Ayah, sebelum Ayah pergi," lirihnya.
"Enggak boleh, Ayah enggak boleh ngomong gitu, Nadia bakal menikah dengan pria pilihan ayah," ucap gadis itu.
"Terima kasih, Nak."
Keduanya menangis dan berpelukan, tetapi Andi langsung menatap Fatma dan Ghani seraya mengedipkan satu matanya dan mengangkat ibu jari sebelah kanannya. Rencana mereka akhirnya berhasil.
*
Keesokan harinya, Nadia mengunjungi salah satu butik ternama di kota itu bersama Aryan. Hendrawan masih saja menertawai keduanya. Ia juga tak menyangka kalau dua orang yang baru bertemu dan sering bertengkar itu akhirnya akan menikah.
Saat tiba di parkiran, Aryan bertemu bekas rekan bisnis yang selalu mengejeknya. Pria bernama Denis itu selalu saja memancing keributan dengannya.
"Gadis manismu itu boleh juga, kau bayar berapa dia semalam?" tanya Denis yang suka sekali mencampuri urusan Aryan.
"Heh, apa kamu bilang? aku bukan wanita bayaran!" sentak Nadia yang sudah terlanjur emosi dan menghampiri pria itu. Ia lalu menunjuk ke arah d**a pria berambut pirang di hadapannya itu.
"Woo… tenanglah, kalau kau bukan wanita bayaran apa iya kau secara sukarela menyerahkan tubuhmu pada pria ini, hah?"
Plak!
Pipi Denis merah seketika dan terasa pedas sampai ia mengusap bekas tamparan dari Nadia. Pria itu hendak menampar ke arah gadis itu untuk membalasnya. Hendrawan sudah siap ingin menolong, tetapi Aryan langsung menahan tangan Denis agar tak bisa menyentuh gadis di hadapannya itu. Ia bahkan mendorong mantan rekan bisnisnya itu.
"Baiklah, aku akan pergi, jika kau sudah bosan dengan gadis ini kau bisa berikan padaku, kan kupikir kau tidak menyukai wanita hahaha…" ucap Denis.
Brug!
Aryan memukul Denis sampai pria itu jatuh terjerembab. Perkelahian pun terjadi.
"Hentikan, hentikan Aryan!" seru Nadia.
"Tuan, kendalikan emosi Anda, saya takut ada media yang merekam kejadian ini," ucap Hendrawan.
"Dasar playboy cap buaya selokan! awas saja kalau sampai kau mengganggu calon istriku," ancam Aryan menuding Denis.
Nadia menoleh ke arah Aryan dan terkejut kala mendengar pria itu menyebut dia sebagai calon istrinya.
"Sebaiknya Anda pergi atau saya akan lapor polisi atas tindakan Anda," ucap Hendrawan menatap Denis.
Pria itu akhirnya pergi meskipun ia terlihat kesal. Hendrawan mempersilakan Aryan dan Nadia untuk memasuki butik.
"Selamat siang, bisa saya bantu?" tanya seorang gadis penjaga butik.
"Selamat siang, saya Hendrawan yang tadi sudah membuat janji dengan pemilik butik ini," ucap Hendrawan.
"Atas nama siapa?" tanyanya.
"Tuan Aryan," sahut Hendrawan.
"Baiklah, silakan duduk dulu!"
Gadis penjaga itu masuk ke sebuah ruangan dan membawa ketiganya untuk duduk.
"Tuan Aryan, saya akan menunggu di mobil," ucap Hendrawan lalu pamit ke luar dari butik tersebut meninggalkan Aryan dan Nadia yang masih saja canggung setelah menyetujui perjodohan tersebut.
Di sebelah ruangan terdengar dua orang gadis sedang mencoba pakaian pengantin dan terdengar heboh. Nadia mengintip dari celah tersebut.
"Apa, kamu udah hamil?" tanya gadis berambut pendek dengan meraba perut kawannya itu, ia menelitinya dengan saksama.
"Hahahah menurut kamu?" goda teman satunya.
Gadis itu terlihat bangga memamerkan perut buncitnya.
"Dih, aku enggak nyangka zaman sekarang pada bangga banget hamil duluan," bibir Nadia.
"Bukan urusan kamu, bikin malu aja pakai ngintip segala," sahut Aryan seraya membolak balikkan majalah yang ia sedang lihat itu.
"Hai semua... jumpa lagi dengan Tante Zia di sini," sapa Tante Zia pemilik butik yang terlihat sangat modis dengan dress hijau dengan panjang selutut.
"Halo Tante, nama saya Nadia," sapa gadis itu mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Zia.
"Wah, ini pemilik konveksi terbesar di kota ini, senang sekali Tuan Aryan saat saya mendengar Anda memilih butik saya," sapanya pada Aryan yang hanya mengangguk tersenyum.
"Baiklah begini ya, Nyonya Aryan—"
"Panggil saya Nadia, Nadia saja," sanggah Nadia.
"Kamu kan calon Nyonya besar, kamu harus terbiasa dengan itu," ucap Zia.
"Hmmm… terserah deh," ucap Nadia mengerucutkan bibirnya.
"Begini ya kan ada tiga pilihan gaun, nah kamu cobain dulu ya yang mana yang cocok, terus ini calon pengantin pria silakan coba aja yang di sebelah sana, ya," pinta Zia.
Tak lama kemudian setelah Nadia mencoba salah satu gaun ia ke luar dan menunjukkan pada Aryan yang sudah berganti pakaian juga dengan jas yang terlihat membuatnya tambah tampan.
Nadia membuka tirai dengan mengenakan gaun pengantin berlengan sampai siku dengan kerah berbentuk V berwarna putih penuh dengan payet dan hiasan bunga yang cantik sekali.
"Gimana aku cantik enggak, Tante?" tanya Nadia penuh rona malu di wajahnya kala itu.
"Cantik banget, Beb, duh aku harus mengabadikan gambar kamu dulu ya," ucap Zia.
Sementara itu, Aryan masih terpana menatap perubahan drastis pada gadis tomboi itu. Nadia terlihat sangat cantik dan mempesona. Ia sampai tak sadar tak berkedip menatap gadis itu.
"Gimana penampilan aku?" tanya Nadia pada Aryan.
"Hahaha… biasa aja, nggak ada cakap-cakapnya," sahut Aryan berbohong.
"Ya udah, aku ganti yang satunya lagi," ucap Nadia.
Setelah gadis itu selesai berganti pakaian dengan gaun pengantin yang baru ia kenakan itu, Nadia lalu membuka tirai.
Gaun sederhana berpotongan open bateau neckline dan bentuk off shoulder berwarna putih ini menghadirkan kesan timeless elegance dengan sentuhan modern. Menggunakan bonded silk caddy dari Eropa, dan triple silk organza sebagai bahan dari underskirt, gaun pengantin ini membentuk lekuk pinggang, menonjolkan bagian bahu dan lengan tiga perempatnya membawakan kesan modern. Dilengkapi dengan kerudung berbahan silk tulle sepanjang 5 meter, kerudung ini didesain dengan tema bunga
Kali ini Aryan yang sudah dengan posisi duduk itu menjatuhkan sikunya dari sisi kursi karena terpana dan melongo dengan kecantikan gadis di hadapannya kala itu.
"Wah, cantik banget…" ucap Zia menyentak Aryan seketika.
"Biasa aja, kok," jawab Aryan ketus.
"Tuan jangan salah lho, saya menghabiskan ratusan jam dalam pembuatan gaun ini, semua payet dijahit dengan tangan menggunakan benang sutera dan manik-manik, bahkan saya mengharuskan para pekerja mencuci tangan setiap setengah jam sekali untuk menjaga warna kerudung, benang, dan manik-manik tetap sempurna," tutur Zia.
"Ah masa sih?" Aryan menyeka bibirnya seolah ada air liur yang keluar dari bibir itu dan menetes.
"Ih, dasar cowok batu, nggak peka, nggak bisa menghargai cewek!"
Nadia menghentakkan kedua kakinya dan masuk kembali ke fitting room untuk berganti pakaian ke pakaiannya semula.
"Saya ambil yang barusan," ucap Aryan.
"Nah kan, gadis itu tambah cantik pakai itu, pilihan yang bagus, Tuan," ucap Zia menepuk bahu Aryan dan tertawa.
Namun, tawanya langsung terhenti kala Aryan menatap tajam ke arahnya.
*
To be continue…