Luna tampak berbeda dengan sebuah syal tipis cantik yang menghiasi lehernya. Gadis satu itu tampak sesekali membenarkan letak syal tersebut, seakan-akan dirinya sangat enggan jika syal cantik tersebut berpindah letak sedikit saja. Sepertinya, Luna tengah menyembunyikan sesuatu di balik syal yang ia gunakan tersebut. Luna mendengkus kesal, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya kembali.
Luna larut dalam pekerjaannya, sesekali ia mendapatkan telepon dari Harry yang secara langsung juga terbilang menjadi atasannya. Harry sangat membantu Luna dalam mengerjakan tugasnya, seakan-akan Harry memang pada awalnya telah bertugas sebagai sekretaris tetapi karena kehadiran Luna, posisi Harry tergeser. Namun, Luna belum sempat menanyakan apa yang ia pikirkan tersebut pada Harry. Mungkin nanti, saat mereka sudah cukup akrab.
Luna merasa hari ini sangat tenang, setelah kekacauan terakhir kali di mana Luna marah besar pada Dominik yang sudah berani melakukan kontak fisik yang benar-benar gila padanya. Selain mencium, menyentuh pahanya, Dominik bahkan berani menghisap lehernya hingga menyisakan jejak keunguan yang begitu jelas pada leher seputih s**u Luna. Mengingat kejadian itu, Luna sama sekali tidak bisa menahan kemarahan yang bercokol di dalam hatinya. Rasanya, menendang s**********n Dominik tempo hari sama sekali tidak sebanding dengan rasa marah yang sampai saat ini masih dirasakan oleh Luna.
Luna tersentak saat mendengar mejanya diketuk pelan. Saat mendongak, Luna mengubah ekspresinya semasam mungkin dan hal itu membuat orang yang ia pandang meledakkan tawanya. “Apa kau masih semarah itu padaku?” tanya Dominik dengan nada menggoda.
Luna baru saja bersyukur karena hari ini Dominik tidak datang ke kantor, dan hanya Harry yang bertugas untuk mengurus perusahaan sementara Dominik menyelesaikan masalah pribadinya. Luna jelas bersyukur karena dirinya bisa terbebas dari gangguan Dominik yang membuat kepalanya pening. Namun, pada akhirnya Luna harus pasrah karena ternyata Dominik hari ini juga tetap masuk kantor.
“Ada apa dengan wajahmu itu? Apa saat ini kau tengah merasa kesal karena aku masuk kantor?” tanya Dominik dengan nada menuduh, seakan-akan dirinya yakin betul jika Luna memang tengah memikirkan hal itu.
Tentu saja Luna rasanya ingin menampar bibir pria tampan di hadapannya ini, karena apa yang ia tuduhkan memang benar adanya. Rasanya, Luna perlu memuji intuisinya yang tajam itu. Namun, Luna sama sekali tidak ingin memuji kemampuan menyebalkannya itu. Luna malah memilih untuk menyambut Dominik. Ia bangkit dari duduknya, sedikit membungkuk untuk memberi hormat dan berkata, “Selamat datang Tuan Yakov.”
Dominik mencibir, “Salam yang terlambat.”
Luna sama sekali tidak menanggapi cibiran tersebut dan kembali duduk untuk mengerjakan tugasnya yang sudah menumpuk. Melihat Luna yang tampak begitu fokus dengan pekerjaannya itu, Dominik pun mendengkus dan meletakkan sebuah kantung kertas dengan merek butik terkenal tepat di atas keyword di mana jemari lentik Luna tengah menari dengan lincahnya. Luna tentu saja mendongak dengan kening mengernyit, jelas merasa begitu terganggung dengan tingkah atasannya itu.
“Malam ini, pakai gaun itu. Temani aku untuk menghadiri sebuah pesta,” ucap Dominik seakan-akan mengerti dengan apa yang tengah dipikirkan oleh Luna.
Luna pun mendesah panjang dan berkata, “Saya tidak memiliki kewajiban untuk menemani Anda menghadiri sebuah pesta. Saya hanya bertugas sebagai seorang sekretaris saat siang hari. Saya hanya perlu mengerjakan tugas-tugas sebagai seorang sekretaris saja. Jadi, jangan melewati batas.”
Dominik menelengkan kepalanya sedikit dan menatap Luna dengan kedua netranya yang indah. Jelas, rasanya Luna tidak akan membual jika menyebut Dominik sangat-sangat menawan. Sepertinya inilah yang membuat banyak orang yang memanggil Dominik sebagai CEO yang hot. Dominik menyeringai dan berkata, “Di sini aku bosnya. Aku bisa mengubah semua peraturan. Aku bisa menjadikan yang sebelumnya tidak ada, menjadi ada. Semuanya benar-benar mudah bagiku. Jadi, tugas barumu sebagai sekretaris adalah, mendampingiku menghadiri pesta.”
Luna yang mendengar itu memejamkan matanya. Ia benar-benar prihatin dengan nasib Harry selama ini. Sungguh malang nasib Harry karena dirinya harus melayani manusia semacam Dominik. Menyebalkan, saat ini Luna berdoa pada Tuhan. Ia benar-benar meminta kesempatan untuk memberikan tamparan, atau memberikan pukulan telak yang jelas akan diingat sepanjang masa oleh Dominik.
“Hei, aku bisa melihatnya. Kau pasti ingin memberikan pukulan padaku, bukan? Wah sayang sekali, tapi hal itu tidak akan terjadi. Tapi jika kau berharap untuk berbagi malam yang panas denganku, aku tidak akan segan-segan untuk mengabulkannya saat ini juga,” goda Dominik membuat wajah Luna memanas saat itu juga.
***
Luna memasang ekspresi masam yang tentu saja membuat Dominik yang duduk di sampingnya tergelitik untuk menggoda. “Kenapa kau memasang ekspresi seperti itu? Malam ini kau terlihat sangat cantik, percayalah,” ucap Dominik dan sukses membuat Luna melirik dengan tajam. Hal tersebut membuat Dominik meledakkan tawanya saat itu juga.
Apa yang dikatakan oleh Dominik memang bukanlah sebuah kebohongan. Luna benar-benar terlihat cantik saat ini. Ia tampak berbeda dengan riasan, gaun, perhiasan, serta sepatu yang membalut kaki putihnya. Tentu saja, semua itu dipersiapkan oleh Dominik. Dipersiapkan khusus agar penampilan Luna bisa dibuat spektakuler, sespektakuler penampilan Dominik saat ini. Keduanya menggunakan warna pakaian yang senada, hingga siapa pun yang melihat mereka pasti dengan mudah berpikir jika mereka adalah pasangan yang sangat serasi.
Namun, hal yang membuat suasana hati Luna memburuk adalah semua hal yang melekat pada dirinya ini. Terutama adalah perhiasan dan riasan yang ia gunakan. Semula, Luna hanya ingin berias sederha, seperti yang ia gunakan sehari-hari, tetapi Dominik malah menariknya ke salon terkemuka dan membuatnya dirias di sana dan menghiasinya dengan perhiasan yang jelas super mahal. Sebenarnya, riasan yang dipoles di wajah Luna sama sekali tidak berlebihan, itu sangat pas dan menonjolkan kecantikan alaminya, hanya saja Luna tidak suka dengan ini. Luna merasa semua ini berlebihan.
“Jangan tertawa, atau kutampar bibirmu,” ancam Luna sama sekali tidak takut, dan tidak menggunakan bahasa formal karena ini sudah di luar jam kerja. Menurut Luna, ia bebas untuk berada
Dominik menghentikan tawanya dan berkata, “Aku rela ditampar oleh bibir manismu, Manis.”
Harry yang mengemudi terbatuk saat mendengar gombalan sang tuan. Sementara Luna mengernyit jijik dan memaki, “Dasar m***m!”
Dominik tertawa lagi, tetapi saat menyadari sesuatu, Dominik menghentikan tawanya. Ia menatap mobil pengawal yang berada di depan mobil mewah yang ia tumpangi. Sebenarnya, ini terasa sangat baru bagi Luna. Ia merasa jika Dominik adalah orang yang sangat luar biasa. Saat berpegian, Dominik benar-benar harus membawa puluhan pengawal, itu berarti dirinya memang memiliki banyak musuh.
“Tuan, sepertinya ini klan Bogdan,” ucap Harry.
Lalu Luna melihat puluha pria muncul dan mengeluarkan pistol. Suara tembakan demi tembakan membuat tubuh Luna tersentak dan wajahnya yang cantik memucat dengan cepat. Dominik melirik Luna lalu berkata pada Harry, “Urus yang di luar!”
“Baik, Tuan,” jawab Harry patuh lalu segera ke luar. Dominik sendiri langsung mengunci pintu mobil.
Ia meraup tubuh Luna yang menggigil karena rasa takut. Suara tembakan demi tembakan terdengar begitu jelas di telinga Luna saat ini, dan hal itu membuat Luna begitu syok. Apalagi Luna bisa melihat beberapa orang menjadi korbannya. Luna merasakan sebuah pelukan hangat melindunginya, membuatnya merasa jika dirinya baik-baik saja. Lalu beberapa saat kemudian, Luna mendengar Dominik berbisik, “Selamat datang di kehidupan Rusia, Manis. Di sini hujan peluru sudah biasa. Tapi aku berjanji, jika tidak akan ada hal buruk yang terjadi padamu. Aku bersumpah menggunakan nama keluargaku.”
Namun, apa yang dikatakan oleh Dominik tersebut rupanya mengundang tanya bagi Luna. “Tapi kenapa kamu menjanjikan itu padaku?” tanya Luna.
“Karena itu kau, Luna.”