“Jadi dia menikahi perempuan itu?” tanya Ignor pada salah satu bawahannya yang memang bertugas untuk mengumpulkan informasi demi informasi yang dibutuhkan olehnya.
Bawahannya yang bernama Roy tersebut mengangguk. “Benar, Tuan. Mereka menikah kemarin, secara tertutup. Acara resepsinya pun dilangsungkan secara terbatas.”
“Apa yang aku perkirakan rupanya benar. Sepertinya ia takut jika kejadian yang terjadi di masa lalu, akan terjadi kembali terulang. Betapa bodohnya. Semakin dia berusaha untuk tidak membuat kejadian itu terulang, maka semesta akan bekerja sebaliknya,” ucap Ignor penuh dengan olok-olok.
Ya, saat ini Ignor dan Roy tengah membicarakan Dominik yang sudah resmi menikahi Luna. Meskipun Dominik belum resmi mengumumkan pernikahannya dan memperkenalkan istrinya secara luas, tetapi semua orang sudah mendengar kabar burung jika Dominik memang akan segera menikahi sang kekasih yang sangat ia cintai. Ignor sendiri, memang memerlukan informasi akurat.
Ignor tidak butuh berita burung, ia ingin informasi yang jelas dan tentu saja lebih cepat daripada informasi yang diterima oleh orang lain. Karena itulah, Ignor mengutus Roy sebagai orang yang ia percaya untuk mencari informasi yang ia butuhkan. Ignor menatap Roy yang tampak memikirkan sesuatu, dan tentu saja Ignor bisa menebak jika Roy tengah memikirkan hal yang berkaitan dengan Dominik. “Apa yang ingin kau tanyakan?” tanya Ignor.
Roy tampak ragu untuk sesaat, sebelum mengutarakan rasa penasarannya, “Wanita itu, bukankah dia sangat mirip dengan—”
“Ya, benar. Mereka sangat mirip,” potong Ignor sembari menerawang jauh. Seakan-akan, ada sepenggal cerita yang sudah berhasil menorehkan luka menganga pada hatinya.
“Mereka sangat mirip, hingga aku berpikir jika mereka adalah orang sama,” tambah Ignor lagi.
Ignor bangkit dari kursi yang ia duduki dan menatap langit malam dari balkon ruang kerjanya. Netranya yang indah tampak menyorot dingin. “Dan aku yakin, bukan hanya aku saja yang hampir melakukan kesalahan karena menilai jika mereka orang yang sama. Dominik, si k*****t itu pasti melakukan hal yang sama. Apa kau tau apa yang saat ini aku pikirkan, Roy?” tanya Ignor dengan sebuah seringai.
“Saya yakin, jika Tuan tengah merencanakan sesuatu yang akan menghancurkan Dominik dan klannya,” ucap Roy sangat yakin dengan apa yang ia katakan.
Pada kenyataannya, apa yang dikatakan oleh Roy memang ada benarnya. Ignor merasa cukup puas dengan kerja Roy, ia mengangguk dan menyunggingkan sebuah seringai yang biasanya selalu sanggup membuat musuh yang ia hadapi merasakan hawa dingin yang menyerang. “Ya, aku sudah menemukan sebuah rencana apik yang tentu saja akan menghancurkan Dominik sebagai musuh terbesar kita. Dan rencana ini akan melibatkan wanita itu. Jika Dominik takut kejadian di masa lalu terulang, maka aku akan menjadi mimpi buruknya. Aku akan mewujudkan ketakutannya itu. Aku akan mengulang apa yang sudah terjadi di masa lalu,” bisik Ignor penuh dengan ancaman yang serupa dengan sebuah sumpah.
***
“Argh!” teriak Luna terbangun karena mimpi yang terasa begitu mencekam baginya.
Luna menyeka wajahnya yang dipenuhi keringat dan menoleh pada sisi ranjang lainnya, yang rupanya sudah tidak lagi dihuni oleh Dominik. Bahkan, saat Luna menyentuh sisi ranjang tersebut, Luna tidak lagi bisa merasakan kehangatannya. Luna menghela napas dan meraih gaun tidur dan jubah tidur miliknya. Malam ini, lagi-lagi Dominik menyerangnya di atas ranjang dan membuatnya berkali-kali mencapai puncak yang membuatnya tidak kuasa untuk jatuh tak sadarkan diri karena kelelahan.
Namun, dirinya terbangun karena mimpi buruk yang tidak bisa ia ingat dengan detail. Luna kembali menghela napas panjang. Ia lelah, dan merasa kehausan. Luna memilih untuk masuk dulu ke kamar mandi dan membilas tubuhnya. Setelah itu, Luna turun ke lantai satu di mana dapur berada. Sepertinya pelayan lupa untuk menyiapkan air minum di kamar, jadi Luna harus turun dan mengambil minum sendiri.
Meskipun ini bukan hari pertama Luna tinggal di kediaman Yakov, tetapi Luna masih saja tidak bisa menahan diri untuk takjub dengan semua kemewahan dan betapa luasnya bangunan ini. Hanya turun dari kamar dan menuju dapur saja, Luna merasa begitu lelah. Tentu saja, Luna memasuki dapur bersih yang berada di dalam bangunan utama. Dapur yang tidak digunakan untuk memasak oleh para staf dapur, tetapi lebih untuk menjadi pelengkap dan biasanya hanya digunakan oleh anggota keluarga Yakov sendiri. Para staf dapur tentu saja bekerja di dapur yang terpisah. Dapur yang berukuran lebih besar, dan jelas bukan tempat yang bisa dimasuki oleh Luna secar sembarangan.
Luna membuka lemari pendingin dan memilih untuk meminum s**u dingin. s**u dingin bisa membuatnya kembali tertidur dengan mudah. Setelah menjadi istri Dominik, Luna merasa jika tubuhnya benar-benar ringsek. Selain harus bekerja seperti biasanya di perusahaan dengan statusnya sebagai seorang sekretaris, Luna juga diwajibkan melayani Dominik sebagai seorang istri. Luna sama sekali tidak diberi kesempatan untuk menolak Dominik.
Selain karena Dominik yang mengikatnya dengan kontrak yang sudah Luna tanda tangani, saat sudah disentuh oleh Dominik, Luna sama sekali tidak bisa menolak untuk jatuh dan terbuai dalam sebuah gairah yang bergelora. Luna tidak bisa memungkiri jika semua hal yang berkaitan dengan Dominik adalah hal yang luar biasa. Hal yang paling membuat Luna gila adalah, sentuhannya. Sentuhan memabukkan yang jelas bisa membuat Luna kehilangan akal sehat.
Luna selesai menenggak segelas s**u dingin, lalu memilih untuk mengganti gelas dan menuang air putih dingin. Luna berniat untuk kembali ke kamarnya, bukan karena Luna takut jika Dominik yang tadi tidak terlihat, kembali ke kamar dan tidak menemukannya. Luna hanya ingin segera beristirahat. Tubuhnya terasa akan segera hancur jika Luna tidak kembali untuk berbaring di atas ranjang yang nyaman. Namun, langkah Luna terhenti saat dirinya melewati ruang bersantai di mana pintunya yang sedikit terbuka.
Entah kenapa Luna malah memilih untuk mendorong pintu tersebut dan memasuki ruang baca yang sebenarnya berada di dekat ruang kerja Dominik tersebut. Saat ini Luna lebih dari yakin jika Dominik pasti tengah berkutat dengan pekerjaannya di ruang kerja. Namun, Luna sama sekali tidak memiliki niat untuk menemui Dominik. Ia lebih tertarik dengan ruang baca yang jelas bersatu dengan perpustakaan kecil. Perpustakaan utama jelas berada di sayap bangunan yang lain.
Luna berdecak kagum melihat koleksi demi koleksi yang memenuhi rak buku. Luna meletakkan gelasnya dan berpikir untuk memilih beberapa n****+ roman yang sempat ia lihat. “Sepertinya akan menyenangkan,” gumam Luna. Namun, ada hal yang aneh saat Luna akan memilih buku. Luna melihat sebuah celah di antara dua buah rak buku. Celah yang sepertinya bisa dengan mudah diperlebar.
Apa yang dipikirkan oleh Luna rupanya sangat tepat. Celah itu melebar saat dirinya melangkah mendekatinya. Luna jelas terkejut saat melihat tangga dan lorong yang muncul secata berurutan disusul oleh pencahayaan remang-remang yang menyala di sana. Jelas, hati Luna berkata jika ini sangat berbahaya. Ia tidak boleh melangkah lebih daripada ini. Hanya saja, otak Luna tidak mengatakan hal yang sama.
Kaki Luna melangkah untuk menuruni anak tangga demi anak tangga, dengan salah satu tangan yang meraba dinding sebagai pegangann. Di tengah jalan, Luna merutuki dirinya sendiri. “Kenapa aku selalu mencari masalah saja?” tanya Luna dengan setengah menyesal.
Namun, karena sudah merasa tanggung, Luna memutuskan untuk melanjutkan apa yang sudah ia mulai. Luna merasa udara semakin dingin ketika dirinya terus melangkah menyusuri anak tangga tersebut. Luna menggigit bibirnya saat merasakan aura yang terasa kurang mengenakkan ketika dirinya tiba di anak tangga terakhir. Luna perlu menyesuaikan pandangannya beberapa saat sebelum bisa melihat dengan cukup jelas. Terkejutlah Luna saat melihat senjata api dari berbagai jenis yang digantung di dinding dengan begitu rapi.
Saat Luna mengalihkan pandangannya, Luna melehat sebuah meja panjang yang dipenuhi alat-alat yang biasanya digunakan oleh para pekerja farmasi di labolatorium. Tanpa perlu berpikir lama pun, Luna seakan-akan bisa menebak dengan tepat apa yang diproduksi oleh sang pemilik dengan alat-alat tersebut. Luna bergetar ketakutan. Jelas, Luna sudah melakukan kesalahan dengan melihat semua hal ini. Hal yang paling salat yang telah Luna lakukan adalah, terlibat dengan ini semua. Luna menggigit bibirnya dan berbalik untuk kembali naik tangga dan kembali ke kamar.
Namun, langkah Luna tertahan. Dominik rupanya sudah berdiri tepat di hadapannya, memunggungi sumber cahaya dan membuat Luna hanya bisa melihat siluet gelap yang jelas membawa kesan yang menakutkan di situasi seperti ini. “Sepertinya, kau sudah melihat sesuatu yang tidak seharusnya, Luna,” ucap Dominik dengan nada rendah dan sanggup membuat Luna menelan ludahnya kelu.
Dominik yang sebelumnya Luna kenal memang selalu membawa kesan misterius. Namun, kesan misterius itu lebih sering membuat Dominik terlihat sangat menarik daripada terlihat menakutkan. Berbeda dengan saat ini. Meskipun hanya mengatakan beberapa patah kata, Dominik sanggup membuat tubuh Dominik bergetar dengan rasa takut yang melingkupi sekujur tubuhnya. Luna tahu, jika Dominik bukan orang sembarangan. Lebih tepatnya, Dominik bukanlah seorang CEO hot yang kaya raya seperti yang ada di bayangan Luna.
Dominik lebih daripada itu. Luna yakin, jika sebagian hartanya pasti berasal dari tindakan kriminal yang sudah ia lakukan. Lalu sekarang apa yang harus Luna lakukan? Harus bagaimana Luna bersikap di hadapan Dominik? Luna takut jika Dominik malah akan melakukan sesuatu yang sangat buruk padanya. Luna tentu saja sudah sering mendengar bagaimana kejamnya para kriminal di negeri ini. Luna juga sudah menyaksikan betapa lumrahnya orang-orang menodongkan senjata. Luna takut, jika Dominik juga akan melakukan hal itu padanya.
Merasakan ketakutan yang mencekik, reaksi tubuh Luna membuatnya cegukan. Dominik yang melihat hal itu, menatapnya dengan kedua netra biru yang tajam dan menyorot dingin. Dominik mengulurkan kedua tangannya lalu meraih Luna ke dalam pelukannya. Namun, Dominik tidak melakukan hal itu untuk menenangkan Luna, melainkan untuk membisikkan, “Selamat, sekarang kau sudah menandatangani kontrak seumur hidup denganku, Luna.”