The Hottest CEO 5 : Apa Kamu Gila?!

1586 Words
    “Karena aku sudah memastikannya, maka aku sudah mengambil keputusan. Selamat, kau diterima sebagai sekretarisku. Besok, kita pergi ke Rusia.”         Luna yang mendengar hal tersebut tentu saja tidak mempercayai pendengarannya. Lebih-lebih tidak percaya dengan perlakuan seperti apa yang sudah ia  terima barusan. Luna mengepalkan kedua tangannya. Hilang sudah rasa takut yang Luna rasakan pada Dominik. Perempuan itu menatap Dominik dengan tatapan penuh peringatan.     “Sebaiknya Anda mendengarkan apa yang akan saya katakan. Pertama, Anda benar-benar sudah bertindak kurang ajar pada saya. Hal ini bisa saya laporkan pada pihak yang berwajib. Kedua, saya sama sekali tidak melamar untuk posisi sekretaris. Ketiga, saya tidak akan pegi ke mana pun. Keempat, dengan sedikit rasa hormat yang tersisa, saya mengundurkan diri dan mencabut lamaran yang sudah saya berikan.”     Dominik yang mendengar hal tersebut malah berbalik ke mejanya dan mengambil sebuah amplop cokelat berukuran besar dan berkata, “Pertama, silakan jika ingin melaporkanku. Aku sama sekali tidak akan kalah. Jika pun aku dipanggil oleh pihak berwajib, aku tinggal menjawab jika kau adalah kekasihku, dan kau tengah merajuk hingga menolak untuk mendapatkan ciuman dariku. Aku bisa menjadikan para karyawan untuk menjadi saksi.     “Kedua, kau memang tidak melamar untuk menjadi sekretaris, tetapi aku memberikannya secara suka rela. Ketiga, kau jelas harus ikut ke Rusia. Keempat, kau tidak bisa mengundurkan diri. Ah, tepatnya, jika mengundurkan diri, kau harus membayar denda.”     “Denda? Denda apa yang Anda maksud? Saya sama sekali tidak mengerti dengan denda yang Anda maksud,” ucap Luna. Ia memang benar-benar tidak mengerti dengan denda yang Dominik bicarakan.     Dominik pun menyerahkan ampop cokelat tersebut pada Luna dan berkata, “Bacalah.”     Luna pun segera membuka amplop tersebut dan mengeluarkan beberapa lembar kertas yang menjadi isinya. Dengan teliti, Luna pun membacanya kata demi kata. Namun, setelah membacanya, Luna pun merasa begitu marah. Ia meremas ujung kertas yang berada di tangannya dan berseru, “Ini benar-benar penipuan!”     “Apa yang bisa kau sebut sebagai penipuan? Semuanya sejak awal sudah sangat jelas. Hanya saja, sepertinya kau sama sekali tidak memperhatikan hal yang paling penting di sana,” ucap Dominik dengan seringai yang mengerikan.     Luna benar-benar ingin menjerit dan memukuli pria yang berada di hadapannya ini. Bagaimana mungkin Luna merasa tidak frustasi, saat dirinya ternyata sudah terkena jebakan. Hal yang dimaksud oleh Luna sebagai jebakan adalah, apa yang tertulis pada kontrak magang yang berada di tangannya saat ini. Dalam kontrak tersebut disebutkan, jika Luna akan bekerja selama tiga bulang dalam masa percobaan sebelum mendapatkan evaluasi dan resmi diangkat sebagai karyawan tepat.     Hanya saja, ada hal yang terlewatkan oleh Luna. Hal yang benar-benar penting. Hal tersebut adalah, jika sampai Luna absen tanpa laporan, atau sampai mengundurkan dari posisi yang sudah didapatkan, maka harus membayar sejumlah denda. Luna benar-benar tidak habis pikir dengan hal ini. “Bagaimana mungkin ada hal seperti ini? Jelas-jelas kamu menipuku!” seru Luna sama sekali tidak mau lagi mempertahankan kesopanannya di hadapan Dominik yang menurutnya juga tidak memiliki kesopanan padanya.     “Tidak ada aksi penipuan di sini. Semuanya sudah jelas sejak awal, hanya saja, kau sama sekali tidak teliti. Atau mungkin saja tidak memperkirakan jika hal ini akan terjadi, hingga membuatmu tidak memperhatikan apa yang sebenarnya harus diperhatikan.” Dominik menarik kesimpulan dari semua yang sudah terjadi. Tentu saja, Dominik     Luna sama sekali tidak bisa membantah apa yang dikatakan oleh Dominik. Karena apa yang ia katakan memang benar adanya. Hal itu luput dari perhatian Luna, karena Luna merasa jika hal itu tidak akan ia butuhkan. Luna tentu saja tidak berpikir jika dirinya akan menarik lamaran pekerjaannya, begitu dirinya baru saja memulai masa magangnya. Karena Luna memang tidak berpikiran akan mendapatkan perlakuan seperti tadi dari Dominik.     “Sekarang bagaimana? Apa kau tetap akan mengundurkan diri? Sayang sekali padahal kau baru saja diterima. Aku tidak akan menahanmu lagi. Jika ingin mengundurkan diri, silakan. Nanti urus masalah denda yang perlu kau bayar dengan Harry. Hm, tapi aku lupa berapa denda yang harus kau bayar jika benar-benar mengundurkan diri,” ucap Dominik sembari melirik kertas yang berada di tangan Luna.     Hal itu membuat Luna semakin meremas kertas tersebut karena rasa kesal yang semakin menjadi. “Seratur juta, itu dendanya. Apa sekarang Anda mengingatnya?” tanya Luna dengan nada sarkas.     Dominik tersenyum tipis dan mengangguk. “Ya, akhirnya aku mengingatnya. Seratus juta. Sepertinya tahun depan aku harus meminta Direktur cabang untuk meningkatkan nilai denda. Seratus juta terlalu sedikit untuk dijadikan denda,” ucap Dominik seperti berbicara pada dirinya sendiri. Padahal sebenarnya, saat itu Dominik tengah menggoda Luna. Tentu saja Dominik tahu jika Luna tidak akan sanggup membayar denda sebesar itu.     Luna sendiri sadar dengan apa yang tengah dilakukan oleh Dominik. Rasanya, saat ini ingin sekali Luna menjambak Dominik karena perasaan kesal yang semakin menjadi. Seratus juta? Luna sangat ingin tertawa saat ini juga. Dari mana Luna bisa mendapatkan uang sejumlah itu? Membayangkan untuk memegang uang sebesar itu saja, Luna tidak pernah terpikirkan. Lalu sekarang tiba-tiba Luna harus mendapatkan uang sejumlah itu untuk membayar denda jika mencabut lamaran dan mengundurkan diri dari posisi yang sudah ia dapatkan.     Ayolah, Luna harus bekerja seperti apa dan selama apa hingga mendapatkan uang sebanyak itu? Belum apa-apa saat ini Luna sudah merasa pening saja. Tidak ada jalan ke luar lagi bagi Luna. Rasanya, mengadukannya pada pihak berawajib mengenai masalah penipuan yang dituduhkan oleh Luna pun, hal itu hanya akan menjadi hal yang sia-sia. Ia tidak akan menang, karena dirinya yang salah karena sudah menandatangani kontrak tanpa membacanya dengan teliti.     Luna memejamkan matanya dan berkata, “Saya ikut.”     “Apa maksudmu?” tanya Dominik dengan nada main-main dan membuat Luna membuka matanya saat itu juga.     “Saya tidak jadi mengundurkan diri. Saya akan menerima posisi sekretaris yang Anda tawarkan, apa Anda puas?” tanya Luna dengan nada sarkas yang tentu saja bisa ditangkap oleh siapa pun yang mendengarnya.     Namun hal tersebut malah membuat Dominik menyeringai, karena semuanya terjadi sesuai dengan apa yang inginkan. Dominik pun mengangguk dan berkata, “Kalau begitu bersiaplah. Besok kau akan ikut denganku kembali ke Rusia.”       ***           Luna duduk di sudut ranjang dengan memeluk kedua lututnya. Rasanya ia benar-benar enggan untuk meninggalkan rumah yang selama ini menjadi saksi bisu atas semua yang sudah ia lakukan selama hidup. Rumah yang juga menjadi tempat di mana dirinya memiliki begitu banyak kenangan dengan kedua orang tuanya yang sudah berpulang. Namun, Luna juga tidak mungkin lari dari apa yang sudah ia hadapi. Luna harus melakukan apa yang telah disepakatinya dengan Dominik.     Gadis satu itu menghela napas panjang dan segera turun dari ranjang. Ia mengambil koper dari atas lemari di kamarnya. Koper tersebut sudah dipenuhi debu, tanda jika sudah sangat lama dari terkahir kali benda itu disentuh atau terpakai. Luna membersihkannya dengan teliti, sebelum membukanya dan mulai mengepak pakaian-pakaian yang tentu saja pantas untuk dipakai untuk bekerja serta pakaian sehari-harinya. Luna juga menyiapkan sebuah figura foto keluarga yang menjadi salah satu barang wajib yang harus ia bawa.     Rasanya sangat tidak nyata bahwa besok dirinya akan pergi ke Rusia. Semakin tidak terasa nyata saat dirinya menghubungkan jika alasan kepergiannya ini adalah, Dominik. Jika saja, Dominik tidak menjebaknya, rasanya sangat mustahil bagi orang biasa seperti Luna bisa berpergian ke luar negeri seperti ini. Luna menghela napas lagi dan melanjutkan kegiatannya untuk mengepak barang.     Namun, di tengah kegiatannya tersebut, Luna mendengar suara pintu dengan yang diketuk. Luna pun meninggalkan kopernya sembari melirik jam dinding. Ini sudah jam delapan malam, Luna bertanya-tanya siapakah yang bertamu padanya di jam seperti ini. Mendengar pintu yang masih diketuk, Luna pun berteriak, “Iya, sebentar!”     Luna tiba di depan pintu utama. Ia memutar kunci dan membuka pintu sembari bertanya, “Cari siapa?”     Namun begitu melihat siapa yang mengetuk pintu, Luna mengatupkan bibirnya dan mengubah pertanyaan yang baru saja ia lemparkan. “Kenapa kamu di sini?” tanya Luna pada sosok yang barusan mengetuk pintu.     “Tentu saja untuk bertemu denganmu,” jawab sosok itu dengan suara rendah beraksen unik yang kini benar-benar melekat di telinga Luna. Benar, yang mengetuk pintu dan berdiri di hadapannya saat ini adalah Dominik. Si pria bernetra biru langit yang selalu meninggalkan kesan misterius saat berhadapan dengannya.     “Tapi kenapa? Maksudku, memangnya ada urusan apa kamu datang di malam seperti ini?” tanya Luna.     “Tentu saja menjemputmu.”     Namun, jawaban yang diberikan Dominik masih belum menjawab rasa penasaran Luna. Malah jawaban tersebut membuat Luna semakin tidak mengerti dengan maksud kehadiran Dominik ini. “Tolong jawab dengan jelas. Sebenarnya apa yang membawamu datang ke rumahku di malam seperti ini?” tanya Luna lagi meminta jawaban sejelas mungkin dari Dominik.     “Apa jawabanku tadi sama sekali tidak jelas?” tanya Dominik seakan-akan tengah mempermainkan Luna. Tentu saja hal itu membuat Luna jengkel. Namun, Luna sadar jika dirinya tidak bisa menunjukkan kejengkelannya pada Dominik. Meskipun dirinya tidak menggunakan bahasa formal di luar jam kerja, tetap saja saat ini Dominik sudah berstatus sebagai atasan yang harus mendapatkan rasa hormatnya.     Luna memejamkan matanya untuk meredam rasa marahnya sebelum menjawab, “Mungkin kamu sudah menjawabnya dengan sangat jelas, hanya saja aku yang terlalu bodoh untuk mengerti apa yang kamu maksud. Jadi, tolong jelaskan apa yang kamu maksud.”     “Baiklah, karena suasana hatiku tengah baik. Aku akan memberikan penjelasan.” Dominik menyunggingkan senyum aneh yang membuat Luna mulai berpikiran aneh. Rasanya, saat berhadapan dengan Dominik, Luna sama sekali tidak bisa menahan dirinya untuk berpikiran aneh. Mungkin, karena aura yang dimiliki oleh Dominik membuat Luna secara naluriah berpikir jika Dominik adalah orang yang berbahaya dan wajib untuk dihindari.     “Jadwal besok dibatalkan. Kita tidak akan pergi ke Rusia besok, tapi malam ini juga,” ucap Dominik membuat Luna membulatkan kedua matanya.     “Apa kamu gila?!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD