The Hottest CEO 9 : Aku Setuju

1376 Words
    Luna tampak diam dan mengamati pemandangan yang berkabut. Di tangannya ada sebuah cangkir berisi teh hangat yang rupanya masih mengepulkan hawa panasnya. Luna menghela napas. Baru saja beberapa hari dirinya berada di Rusia, dan dirinya sudah berada dalam bahaya sebanyak dua kali. Ya, selama dua kali Luna hampir saja mati dan berada di tengah-tengah area yang dihujani peluru. Sungguh gila, dan Luna masih merasa begitu tegang hingga saat ini.     Padahal ini sudah pagi, sudah berjam-jam lamanya kejadian itu berlalu, tetapi Luna masih merasakan aura mencekam yang membuatnya sesak dan kesulitan untuk bernapas dengan lega. Luna menghela napas panjang. Beruntunglah karena Dominik memberikannya libur setelah dirinya melalui berbagai kejadian mengerikan tersebut. Tentu saja, siapa pun akan merasakan hal yang sama seperti Luna saat ini, jika mengalami kejadian yang hampir sama selama dua hari berturut-turut.     Luna menoleh saat mendengar suara pintu yang diketuk. Lalu seorang perempuan berpakaian khas seorang pelayan muncul. Perempuan itu memberikan hormat pada Luna dan berkata, “Nona, Tuan Dominik sudah menunggu Nona di ruang makan.”     Luna agak mengernyitkan keningnya saat mendengar bahasa Inggris yang beraksen tersebut. Meskipun begitu, Luna tidak membuang waktu untuk beranjak setelah meletakkan cangkir teh yang sebelumnya ia genggam. Luna pun mengikuti pelayan tersebut dan melangkah menuju ruang makan di mana kini Dominik tengah berada. Tidak perlu waktu lama, Luna dan pelayan tersebut sudah berada di hadapan ruang makan.     Pelayan tersebut hanya mengantar Luna hingga sana, dan Luna harus melangkah sendiri ke dalam ruang makan tersebut. Luna mengernyitkan kembali keningnya saat dirinya melihat Harry juga berada di sana. Bukan, bukan Luna merasa janggal karena Harry yang berada di depan Dominik, Luna malah akan merasa aneh jika tidak melihat Harry tidak mengikuti Dominik. Hanya saja, Luna tahu jika saat ini Harry dan Dominik tengah membicarakan sesuatu yang sangat serius dengan Dominik.     Hanya saja, Luna sendiri tidak bisa mencuri dengar mengenai apa yang mereka bicarakan. Saat Luna berusaha untuk mendengar hal tersebut, Harry sudah lebih dulu menyadari keberadaan Luna. Sementara itu, Dominik yang mendengar Harry memanggil nama Luna, tentu saja berdiri dari posisinya dan berbalik hingga bisa melihat Luna yang tampak sedikit kelelahan. “Ayo, duduklah. Kita sarapan,” ucap Dominik sembari menarik sebuah kursi memberikan isyarat pada Luna untuk duduk di sana.     “Apa aku mengganggu kalian? Sepertinya tadi kalian tengah membicarakan sesuatu yang serius,” ucap Luna sembari melangkah dan duduk di kursi yang sudah disediakan.     Saat Luna sudah duduk, Dominik pun duduk di kursinya dan menyeringai. “Sepertinya tadi kau berusaha untuk mencuri dengar,” ucap Dominik.     “Aku sama sekali tidak berusaha mencuri dengar, hanya saja kalian memang terlihat seperti tengah membicarakan hal yang serius. Kalian berbisik-bisik seolah membicarakan sesuatu yang memang tidak boleh didengar oleh siapa pun,” tampik Luna dan memilih untuk meminum air yang sudah dituangkan oleh seorang pelayan. Sebenarnya, Luna tidak terbiasa hidup dengan bantuan para pelayan. Namun, Dominik sama sekali tidak membiarkan Luna mengerjakan apa pun sendirian. Alhasil, Luna pun merasa jika dirinya seperti seorang nona muda yang hidup dimanjakan.     “Kami hanya tengah membicarakan mengenai pembukaan cabang casino,” ucap Dominik.     Luna mengernyitkan keningnya. “Apa pembukaan cabang casino ini juga termasuk ke dalam urusan perusahaan?” tanya Luna karena masih tidak mengetahui ada berapa banyak aset yang dimiliki oleh Dominik, dan ada berapa banyak produk serta bisnis yang dinaungi oleh perusahaan di mana dirinya bekerja.     Rasanya sungguh konyol bagi Luna. Dirinya bekerja di perusahaan, bahkan berada begitu dekat dengan sang presdir, tetapi dirinya tidak mengetahui dengan baik mengenai perusahaannya ini. Hal yang lebih konyol adalah, Luna sendiri mau-mau saja bekerja dan tinggal bersama pria asing yang bahkan tidak ia kenal dengan baik. Namun, semuanya sudah terlajur. Nasi sudah menjadi bubur, dan saat ini hanya tersisa bagaimana Luna memanfaatkan bubur ini.     “Ya, Casino itu adalah salah satu aset yang tentu saja berada di bawah naungan perusahaan keluarga Yakov. Karena itulah, lusa lagi-lagi kau harus mendampingiku untuk membuka cabang casino tersebut,” ucap Dominik membuat Luna termenung.     Dominik yang melihat hal tersebut menyeringai dan menyangga dagunya menggunakan salah satu tangannya. “Tapi sepertinya, kau sepertinya tidak bisa menemaniku. Kau pasti terlalu terguncang karena sudah dua kali berturut-turut berada dalam bahaya, dihujani hujan peluru yang mengerikan. Sepertinya aku tidak bisa mengajakmu sebagai sekretarisku,” ucap Dominik dan dianggap oleh Luna sebagai sebuah cemoohan.     “Jadi, kau pikir aku ini seorang pengecut yang akan lari dari tanggung jawabku? Tidak. Aku memiliki keberanian. Stok keberanianku sama sekali belulm habis,” ucap Luna membuat Dominik terkekeh keras.     “Inilah hal yang membuatmu semakin menarik Luna. Hal yang bisa membuatku sama sekali tidak bisa menahan hasratku untuk mengikatmu di atas ranjang dan membuatmu mengerang dengan seksinya,” bisik Dominik dengan suara rendah.     Luna yang mendengar hal tersebut membulatkan matanya dan memaki, “Dasar gila!”       ***           Hingar bingar sebuah tempat hiburan yang secara kasar bisa disebut sebagai tempat judi itu tampak begitu hebat. Luna yang berada di sana, tampak berusaha untuk beradaptasi dan terus mengikuti langkah Dominik. Luna berusaha untuk tidak sampai terpisah dengan Dominik. Meskipun ini adalah tempat di mana Dominik yang berkuasa, dan tempat di mana Luna bisa mendapatkan perlindungan sepenuhnya dari Dominik, Luna masih merasa di sini tidak begitu aman.     Satu hal yang membuat Luna agak tidak nyaman juga adalah perihal tamu undangan dalam pembukaan casino ini tampaknya adalah penggila judi. Begitu meja-meja sudah diperbolehkan untuk digunakan, saat itulah semua orang penggila judi tampak bersorak-sorai dan memulai aksi gila mereka. Tentu saja, Luna sama sekali tidak ingin terjebak di tengah-tengah mereka. Itu akan terasa mengerikan, apalagi saat ini saja Luna sudah merasakan tatapan banyak pria yang tertuju padanya.     Terkutuklah gaun malam ketat berwarna merah darah yang ia kenakan. Sebenarnya, Luna sendiri tidak ingin menggunakan gaun ini. Namun, Luna tidak bisa menolak apa yang sudah diperintahkan oleh Dominik, apalagi Dominik menggunakan statusnya sebagai seorang atasan. Merasakan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh Luna, Dominik pun mengulurkan tangannya dan memeluk pinggang ramping Luna. “Tidak perlu cemas, seperti biasanya. Jika pun ada masalah yang terjadi aku akan melindungimu. Kau akan tetap aman selama berada di sampingku,” ucap Dominik.     Luna pun mendengkus dan berniat untuk mengatakan sesuatu. Namun, sebuah suara menyela Luna. Suara yang sudah lebih dari cukup membuat kewaspadaan Dominik mencapai di titik tertinggi. Seketika pula, Luna bisa merasakan jika suasana hati Dominik memburuk, dan pria itu menguarkan aura mengerikan yang tidak pernah Luna rasakan sebelumnya dari Dominik. Luna bergidik, tetapi Luna tahu jika aura mengerikan tersebut sama sekali tidak Dominik munculkan untuknya.     “Wah, lihatlah ada Nona Manis di sini. Hai, Nona Manis, mau berkenalan denganku?”     Luna pun menatap seorang pria yang datang tiba-tiba dan menyapanya. Pria itu tampak menggandeng seorang wanita seksi yang tampak begitu cantik dengan bentuk tubuh yang sangat aduhai. Luna menatap sebuah tangan kekar yang terjulur dan meminta untuk berjabat tangan dengannya. Namun, Luna merasa ragu untuk menjabat tangan tersebut. Untungnya, Dominik sudah lebih dulu menepis kasar tangan tersebut sembari berkata, “Aku sama sekali tidak pernah mengingat jika diriku pernah mengundangmu ke mari, Ignor.”     Pria yang bernama Ignor tersebut tertawa renyah dan membuat wajahnya terlihat begitu tampan. Luna mengakui hal itu. Hanya saja, Luna merasa jika Dominik lebih tampan, memesona, dan sangat hot. Luna yang menyadari pikirannya aneh itu berdeham, merasa jika dirinya benar-benar sudah gila. Luna pun memilih untuk menatap Ignor dan memperhatikan pembicaraan antara dirinya dan Dominik.     “Wah, aku rasa sebagai seorang sahabat, aku sama sekali tidak membutuhkan sebuah undangan untuk datang pada perta sahabatku sendiri. Aku sendiri datang untuk mengulang apa yang cukup sering kita lakukan di masa lalu. Bermain satu ronde dengan sebuah taruhan yang berharga pasti akan menyenangkan,” ucap Ignor.     “Sayangnya, aku sama sekali tidak tertarik untuk bertaruh denganmu.” Dominik dengan tegas menolak hal tersebut dan baru saja akan memanggil Harry, hanya saja Ignor berhasil membuat Dominik marah dan ingin membuat Ignor bungkam dengan sebuah kekalahan yang memalukan.     “Sepertinya kau takut kembali kalah dan kehilangan wanitamu, bukan?”     Dominik menatap Ignor dengan dingin dan berkata, “Baik, mari bermain. Kita taruhkan hal yang sama besarnya.”     “Nah, ini baru Dominik yang kukenal. Untuk taruhannya, aku akan mempertaruhkan kekasihku, dan aku ingin kau mempertaruhkan wanita manis di sebelahmu itu,” ucap Ignor membuat Luna merasa begitu terhina hingga wajahnya memerah karena emosi yang memuncak.     Namun, hal itu belum berhenti. Luna semakin marah saat Dominik berkata, “Aku setuju.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD