Sosok Pejuang, KH. Muhammad Idris Kacangan
Salah satu tokoh thoriqah dan pejuang dari Andong, Boyololali adalah Mbah Idris. KH. Soeratmo atau yang lebih dikenal dengan Mbah Muhammad Idris Kacangan lahir pada tanggal 1 April 1913 M. Beliau merupakan putra dari pasangan KH. Amir Hasan Yogyakarta dan Ny. Aisyah binti KH. Idris Boyolali.
Mbah Muhammad Idris Kacangan memulai pendidikannya dengan belajar di Manbaul Ulum Slompretan sampai tamat kelas XI dengan nilai yang sangat memuaskan.
Selain itu beliau juga pernah belajar dibeberapa Pondok Pesantren, diantaranya, Pondok Pesantren Jamsaren, Solo dibawah asuhan KH. Idris, Pondok Pesantren Tremas Pacitan, Pondok Pesantren Bangkalan Madura, Pondok Pesantren Kaliwungu Kendal dan pernah mengikuti Majlis Ta’lim dibawah asuhan Habib Muhsin Bin Abdullah, Solo untuk mempelajari Hadits Bukhori Muslim.
Selain itu beliau juga telah terbiasa dengan riyadloh seperti Puasa sunah, Sholat lail dan tahan tidak tidur dimalam hari. Beliau juga menekuni olah raga seni pencak silat dan bergabung dalam Pendekar solo. Tidak ketinggalan beliau juga mendalami ilmu tasawuf. Maka dengan tempa’an-tempa’an tersebut terbentuklah sosok pribadi Mbah Muhammad Idris Kacangan menjadi ulama’ khas yang berwawasan luas dan menghabiskan hidupnya untuk mencari ridlo Allah Swt. Sejak muda sangat senang bergaul dengan siapapun tanpa mengenal status sosial maupun agama dan golongan.
Mbah mendalami dan Bai’at Thoriqoh Szadziliyyah sejak muda kepada beberapa mursyid/Guru Thoriqoh, antara lain : KH. Abdul Mu’id Tempur Sari (Klaten), KH. Ahmad Siroj Keprabon ( Solo), KH. Abdul Rozaq(Termas Pacitan), KH. Ahmad (Ngadirejo),KH. M. Idris(Jamasaren – Solo), Syeikh Mufthi Kamal( Makkatul Mukaromah), Syeikh Muhtarom (Makkah) dll.
Semenjak beliau menjadi Mursyid, telah puluhan ribu jumlah anggota yang diasuh, terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat. Habib Luthfi bin Aly bin Hasyim bin Yahya Pekalongan sempat mengambil ijazah thoriqah Syaziliyah dan Naqsabandiyah dari Mbah Idris, pun demikian dengan Habib Syekh Abdul Qodir Assegaff juga mengambil bai'at thoriqah. Bahkan beberapa bulan sebelum beliau wafat, beliau masih sempat memba’aiat sekitar 200 orang sambil tiduran karena sudah udzur atau sakit, dan dilakukan bersama atau dijama’.
Mbah Idris termasuk pejuang 45, pada saat pertempuran menghadapi pasukan penjajah Belanda di Mranggen, beliau bergabung dalam barisan Hizbullah.
Dalam memerangi faham Komunisme pun , Mbah Idris adalah tokoh sentral ulama terdepan di kawasan MMC (Merapi-Merbabu Compleks- catatan Haul tahun 2009). Dalam berdakwah dilakukan dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami. Contoh-contoh pengalaman syariat agama dilaksanakan secara sederhana, tidak selalu harus memaparkan dalil-dalil, namun mengutamakan tata krama dan akhlakul karomah.
Beliau sangat peduli terhadap pelestarian budaya Jawa yang relevan dengan ajaran Islam, misalnya, wayang kulit, tata busana jawa dan lain-lain. Beliau sangat fasih apabila menuturkan Babat tanah Jawa yang penuh dengan nilai filsafahnya.
Mbah Idris termasuk ulama Ahli falak. Namun hal ini sanagat disimpan rapi, alasannya sangat sederhana “Jangan sampai diartikan atau dianggap sebagai ahli nujum”.
Karena sifat kehati-hatian beliau, maka Mbah Idris sangat rapat dalam menyimpan rahasia kekhususan yang dimiliki. Adapun kejadian-kejadian yang merupakan karomah yang diungkap disini adalah sebagian kecil yang sempat direkam semasa beliau masih hidup.
Mbah Idris sangat menghormati tamu (ikramu dhuyud), pernah suatu ketika beliau kedatangan tiga orang tamu dari jauh. Pada saat itu ibu nyai dan pembantu tidak ada dirumah. Tiga tamu tadi dihidangkan minuman yang diambil dalam teko persediaan beliau sendiri. Anehnya dalam satu teko yang biasanya berisi teh, ketika dituangkan digelas para tamu tersebut isinya berbeda-beda sesuai dengan kesukaan tamu tersebut.
Satu gelas pada saat dituangkan berisi kopi, satu berisi teh dan satunya lagi berisi s**u. Hal ini membuat ketiga tamu tadi tertegun sambil berbisik :”Mengapa Kyai sudah tahu minuman kesukaan kami padahal kami belum pernah silaturahmi dan ketemu kyai, dan kami saat ini memang betul-betul haus”.
Mbah Idris melaksanakan ibadah haji baru tiga kali. Namun kenyataan tiap tahun banyak saudara yang pergi haji berjumpa beliau baik di Makkah dan Madinah.Hal ini pernah dialami oleh KH. Ahmad Zarkasy, KH. Abu Shihab, KH. Taubatan Nasuha. Ketika mereka bertiga yang tergolong sudah sepuh melaksanakan ibadah haji, ketiganya disana di pandu oleh KH. Soeratmo/Mbah Idris. Maka setelah ketiganya pulang tersebarlah berita tersebut.
Dan mereka menuturkan Kiai Soeratmo atau mbah Idris setiap paginya sudah di Makkah, tetapi setiap sore slalu pamit untuk pulang. Dengan berita tersebut, para jama’ah majlis ta’lim asuhan beliau merasa heran dan dalam hati membantah berita tersebut, karena selama musim haji beliau setiap malamnya selalu aktif memberikan ceramah tafsir al Qur’an di Gedung Batik PBB Kacangan.