4

1066 Words
Benny sudah selesai membuat surat perjanjian yang tinggal di tanda tangani oleh kedua belah pihak yakni, dari pihak Paman Dedi selaku selaku penjual dan dari pihak Herman selaku pembeli. "Ini sudah selesai Tuan Herman?" ucap Benny sambil menyodorkan satu lembar kertas yang sudah tertulis dengan isi perjanjian yang harus di tepati sesuai dengan komitmen masing-masing. Herman hanya mengangguk paham dan menerima kertas itu lalu membaca dengan seksama. Di rasa semua sudah benar dan sesuai dengan keinginannya, Herman pun menandatangani kertas perjanjian itu. Lalu, Kertas perjanjian itu di berikan kepada Paman Dedi yang langsung menandatangani isi perjanjian tersebut tanpa membaca terlebih dahulu. Setelah selesai, sejumlah uang yang telah di sepakati pun langsung di transfer Benny ke rekening milik Dedi sebagai tanda membeli. Dini dan Vian turun dari anak tangga, kedua insan tersebut terlihat lelah namun terpancar wajah bahagia. Dua koper besar yang di tarik oleh Vian memperlihatkan bahwa Dini sudah siap meninggalkan rumah Paman dan Bibinya yang sudah di tinggalinya sejak kecil. Vian melirik ke arah Dini yang terlihat sedikit cemas. Wajahnya tidak seperti biasaanya, padahal ini bukan kali pertamanya Dini dibawa oleh pelanggannya. Mungkin yang membedakannya adalah statusnya. Biasanya Dini hanya akan di bawa pelanggannya beberapa jam saja atau paling lama satu malam dan kemudian kembali ke rumah ini lagi. Tapi, saat ini Dini harus pergi dan benar-benar harus angkat kaki dari rumah Paman dan Bibinya dan tidak akan pernah kembali lagi ke rumah ini untuk selamanya. Dirinya sudah di jual kepada Herman, lelaki tua bangka yang selama ini telah menjadi pelanggan tetapnya. "Kamu cemas Dini?" lirih Vian berucap setengah berbisik saat menuruni anak tangga. Dini menataap sendu Vian yang mengajaknya bicara itu lalu mengangguk perlahan. Vian adalah saudara sepupu Dini. Lelaki yang telah merenggut keperawanannya di saat usia Dini menginjak tujuh belas tahun. Saat itu Dini benar-benar benci, namun dengan berjalannya waktu, Vian malah menjadi tempat curahan hatinya. "Cemas? Tentu aku cemas. Ini pertama kalinya aku akan tinggal di rumah orang lain yang benar-benar tidak aku kenal. Aku hanya mengenal Tuan Herman di ranjang dengan permainan seks yang panas. Aku tidak tahu, bagaimana aku harus bersikap jika harus berhadapan sehari-hari. Aku hanya wanita malam yang dibayar mahal untuk bermain panas di ranjang hingga memberikan kepuasan dan kenikmatan bagi para pengguna jasa tubuhku ini," ucap Dini pelan kepada Vian. Vian sontak tertawa mendengar ucapan polos Dini yang begitu jujur. "Tubuhmu itu selalu menjadi candu bagi setiap laki-laki yang sudah merasakannya termasuk Tuan Herman. Lihatlah, bahkan beliau mau membayar mahal tubuh yang sudah tidak suci bahkan sudah di hisap oleh banyak lelaki secara bergantian," ucap Vian dengan suara pelan menjelaskan. Nada suaranya terdengar sedikit menghina dan mengejek. Dini hanya menatap Vian dengan tatapan tidak suka. "Bukankah kamu salah satu lelaki yang sudah mencandu dengan tubuh indahku ini?" ucap Dini dengan kesal dan mengejek Vian. Memang kenyataannya setiap malam Vian selalu datang ke kamar Dini, walaupun Dini dalam keadaan lelah setelah menemani tamu pun, Vian tidak pernah mau peduli, yang terpenting nafsu hasratnya terpenuhi bersama Dini. Kini ganti Vian yang terlihat tersenyum malu dan keki. "Wah, aku bakal kehilangan kenikmatanku setiap malam. Dimana aku bisa mencarimu, atau menghubungimu sekedar melepas rindu dan hasratku yang setiap melihatmu, bagian bawah ini tidak bisa di kondisikan selalu meminta jatahnya untuk menyusuri tubuh indahmu. Pesonamu sungguh luar biasa Dini," ucap Vian pelan sambil tersenyum lebar. Dini sengaja tidak menjawab dan tidak menanggapi semua ucapan liar Vian yang ujung-ujungnya bisa menarik Dini kembali ke atas dengan alasan lain dan meminta mengulang kembali permainan basah yang baru saja dilakukannya. Malam ini, Dini terlihat sangat cantik sekali dengan rok pendek di atas lutut dan kaos yang sangat pas di tubuh Dini dan begitu transparan hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Tuan Herman menatap Dini yang berjalan dari arah dalam rumah itu tanpa berkedip. Dalam hatinya memuji kecantikan dan kemolekan tubuh Dini. Tubuh yang selalu di rindukan setiap malam, dan kini benar-benar akan menjadi miliknya utuh. Bahkan Tuan Herman bisa memakai Dini kapan saja Tuan Herman mau tanpa ada batas waktu dan kesempatan. "Kamu sudah siap Dini?" tanya Tuan Herman kepada Dini sambil tersenyum bahagia. Melihat keseksian tubuh Dini yang indah dengan sejuta pesonanya membuat birahi dan gairah Tuan Herman pun sudah tidak dapat terbendung lagi. Ingin rasanya cepat-cepat sampai di rumah pribadinya yang khusus akan di tempati oleh Dini yang telah dilengkapi fasilitas dan beberapa asisten rumah tangga yang akan menjaga dan merawat tubuh Dini khusus untuk Tuan Herman. Dini menatap Tuan Herman dan tersenyum pada lelaki tua bangka itu sambil mengangguk dengan pasrah. Dini berjalan menghampiri Paman Dedi dan Bibi Risma yang sudah tidak peduli lagi kepada dirinya karena sudah memiliki uang yang begitu banyak. "Paman, Bibi, terima kasih sudah menjaga dan merawat Dini selama ini. Sesekali Dini masih boleh kan main kesini?" tanya Dini pelan sambil berpamitan kepada paman dan Bibinya itu. "Sudahlah Dini. Saat ini, Tuan Herman yang paling berhak atas dirimu bukan kami lagi, walaupun kami saudara kamu. Lagi pula setelah ini, kami akan pindaa ke rumah yang lebih besar dan lebih layak untuk di tempati," ucap Bibi Risma yang begitu ketus dan sombong. Dini hanya bisa menatap Bibi Risma dengan sendu. Wajahnya sedih, karena saudara yang dimilikinya pun sudah tidak mau lagi bertemu dengannya. Dini tidak bnayak bicara lagi, cukup diam dan tenang untuk menenangkan dirinya agar tidak kesal dan kecewa. Tubuhnya berbalik dan menghampri Tuan Herman yang sudah merentangkan kedua tangannya untuk memeluk gadis mungil itu yang telah dibelinya dengan harga yang sangat mahal. "Kamu sekarang milikku. Apapun yang aku inginkan, kamu harus mau melakukannya tanpa bisa menolak," lirih Tuan Herman yang berbisik di telinga Dini saat tubuh gadis itu sudah memeluk tubuh besar dan tambun Tuan Herman. Jantung Dini seketika berdegup dnegan sangat kencang sekali.. Ada rasa yang luar biasa bergetar hebat. Seperti ada sesuatu hal besar yang akan terjadi kepada dirinya. Dini hanya terdiam dan mengangguk pasrah dalam dekapan Tuan Herman. Mau tidak mau, suka tidak suka, memang Dini sudah di beli oleh Tuan Herman. Mau diperlakukan seperti apapun Dini harus siap dengan semua konsekuensinya. "Kamu kenapa? Sepertinya tegang?" tanya Tuan Herman pelan sambil mengendurkan pelukannya dan mengecup lembut bibir tipis milik Dini di hadapan banyak orang. Dini hanya bisa pasrah dengan semua perlakuan dan keinginan Tuan Herman. Dini hanya saat ini merasakan, setelah keluar dari kandang macan kini dirinya malah terjebak dan masuk ke gua singa. Ada hikmah di balik cerita, ada dendam yang terbalaskan dibalik kisah di masa lalu. Keluarga Vian hanya bisa bertepuk riang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD