8

1022 Words
"Jaga ucapanmu Rudi!!" tegas Herman dengan suara lantang. Herman langsung berdiri menatap tajam kedua mata Rudi yang juga saling bertatap lekat. Piring yang baru saja di pegangnya pun di banting karena kesal. Dini ikut berdiri dan mengusap lengan Herman dengan lembut mencoba menenangkan pria tambun itu agar tidak semakin tersulut emosinya. "Sudah Mas. Malu di lihat banyak orang," lirih Dini berucap sambil menempelkan pipinya di lengan Herman. Merasa Dini memberikan ketenangan, Herman pun membalas pelukan Dini dan menepuk-nepuk pelan bahu Dini, seolah ingin memberitahukan bahwa semuanya baik-baik saja dan tidak akan bermasalah. "Aku harus menjaga ucapanku?! Padahal apa yang aku katakan itu adalah suatu kebenaran!! Tidak perlu kamu tutupi Herman!! Wanita ini wanita malam, apa kamu tidak tahu!! Atau mungkin kamu sudah berhasil di bodohinya dan wanita jalang ini akan mengambil semua harta kekayan kamu, Herman!! Hati-hati Herman!! Aku sebagai teman hanya bisa menasihati. Jangan sampai terjebak dengan ucapan manis buaya betina jalang ini!!" teriak Rudi semakin keras dan lantang. Suaranya menggelegar bagaikan petir. Semua orang yang hadir berkumpul dan menatap ke arah pasangan yang baru saja berbahagia karena status mereka yang berubah menjadi sepasang suami istri. Tapi, semuanya sirna. Harapan Dini untuk bisa menjadi lebih baik pun tersingkir seketika. Bayang-bayang sebagai wanita malam pun masih saja terus menghantuinya. "Cukup Rudi!! Jangan bicara seolah apa yang kamu katakan itu benar!! Kalaupun memang begitu adanya. Aku telah mencintainya dan terlanjur mencintainya. jadi jangan pernah goyahkan apa yang telah menjadi keinginanku. Tentu kamu sudah paham dengan sifatku Rudi!!" tegas Herman dengan kesal. "Begitu besar pembelaanmu terhadap wanita malam ini? Pelet apa yang sudah di tanamkan wanita jalang ini kepadamu, hingga kamu sangat menurut kepadanya, Herman!!" tanya Rudi dengan suara lantangnya. Herman menghembuskan napasnya dengan kasar. Sebenarnya tidak ingin berdebat dengan sahabatnya itu tapi lihat saja, Rudi tega melakukan ini di depan umum. Bukan saja mempermalukan Dini, istri sirinya tapi juga secara otomatis mempermalukan dirinya sebagai suaminya. "Sayang, mari kita ke atas. Rudi, aku lelah dan ingin beristirahat bersama istriku. Benny, urus semuanya dan tutup rumah ini," titah Herman dengan suara tegas. Dini hanya mengangguk pasrah dan menuruti ucapan Herman, suaminya sambil mengalungkan tangannya di lengan Herman. Satu per satu anak tangga itu di naiki oleh Dini dengan perasaan cemas dan gundah gulana. Ada rasa kekhawatiran sendiri yang kini muali merusak pikirannya. Awal yang buruk, batin Dini meronta. Setelah ini akan ada masalah apa lagi. Apa seperti ini, jika kita ingin meluruskn jalan kita, terlalu banyak ujian yang harus di lewati. "Kamu kenapa Dini? Ada masalah? Kepikiran dengan ucapan Rudi?" tanya Herman dengan lembut. Dini duduk di tepi ranjag dan masih memakai kebaya pengantinya. Dengan cepat, Herman pun membuka kancing kebaya yang sedang di pakai oleh Dini. Sejak pagi sebelum acara di mulai, melihat Dini yang begitu cantik lengkap dengan riasan pengantin membuat Herman menjadi lelaki yang paling beruntung di dunia bisa menikahi adis itu, apapun status sosialnya di masa lalu. Tubuh putih mulus, yang selalu di hisap oleh Herman, kini bisa dinikmati setiap malam dan tanpa ragu lagi meninggalkan jejak kemerahan di sekujur tubuh istrinya itu. Dini hanya menatap Herman, suaminya dengan lekat tanpa menjawab pertanyaan itu dan tanpa menolak papun yang dilakukan oleh Herman, suaminya itu. "Mas, pintu sudah di kunci?" tanya Dini dengan lembut saat Herman mulai menyentuh tubuhnya yang setengah telanjang. Tanpa berpikir panjang, Herman pun berdiri dan mengecek pintu kamar tidurnya yang ternyata sejak tadi terlupa untuk di kunci. Ceklek ... Pintu sudah terkunci rapat. Pendingin ruangan kamar pun sudah dinyalakan hingga di angka terminim. Alunan musik romantis pun juga sudah dinyalakan. Tubuh gempal Herman mendekati nakas dan meminum beberapa pil peambah stamina lelakinya. Hari ini, adalah hari bahagianya dan Herman sudah mewanti-wanti para pelayannya untuk tidak mengganggu Herman dan Dini saat masih berada di dalam kamar. Herman menatap tubuh indah Dini dan berdecak kagum. Kain panjangnya pun sudah terbuka lebar hingga tidak ada satu pu yang menutupi tubuh gadis canti yang selalu membuat hasrat Herman sellau b*******h. Siang ini hErman sengaja meminum pil untuk mempertahankan staminanya. Herman ingin membahagiakan Dini, istri sirinya itu dengan permainan yang cukup lama. Desahan semalam masih terngiang di kepala Herman. Sejak semalam, permainan mereka lebih terasa bebas dan tanpa beba. Berbeda saat Dini masih menjadi wanita byaran yang masih terlihat ragu dan canggung. Herman sendiri cukup terkejut dnegan permainan lia Dini yang luar biasa mampu meningktkan gairah Herman berkali-kali tanpa ada rasa capek. Padahal usia Herman suda di atas kepala lima, tapi masih mampu mengimbangi permainan Dini yang masih berusia belia itu. "Mas Herman minum obat kuat? Memang ingin berapa ronde?" tanya Dini dengan sedikit nakal dan menggoda. Dini tahu, suaminya itu pasti ingin di puaskan berkali-kali hingga lemas. Mendengar pertanyaan lucu dari bibir Dini membuat Herman pun tertawa terbahak-bahak dan mengecup bibir mungil berwarna kemerahan itu. "Bicara apa kamu, sayang? Nikmati saja hari ini. Hari ini adalah harinya kita," ucap Herman lembut langsung menenggelamkan wajahnya di leher Dini membuat gadis itu frontal seketika menggeliat penuh nafsu. Gigitan-gigitan kecil di setiap inchi leher pun sudah meninggalkan jejak mrah dan sedikit membiru karena gemas. Desahan-desahan yang lolos diiringi teriakan kecil sesekali keluar dari mulut Dini pun malah membuat Herman semakin bersemangat menunggangitubuh mungil Dini yang semakin melemah karena merasakan berkali-kali kenikmatan. Herman menatap wajah Dini yang masih terpejam, sepertinya gadis ini benar-benar sedang terbuai dalam nafsu birahinya. "Kamu begitu menikmati perminan ini sayang?" ucap Herman sambil mengusap pipi gembil Dini dan mengecupnya berkali-kali dengan sesekali di gigit pelan karena gemas. Sontak kedua mata Dini pun membuka dan terlihat malu saat dirinya tertangkap basah oleh Herman begitu menikmati permainan yang di berikan oleh Herman. "Terima kasih Mas Herman. Mas Herman begitu kuat sekali? Aku merasa seperti menikmati sesuatu yang berbeda dan luar biasa nimat. Dan ini baru bisa aku nikmati selama aku melakukan hubungan bercinta," ucap Dini dengan lembut. Suaranya sedikit serak basah. Tenggorokannya terasa kering karena terus menerus berteriak. "Kamu pasti haus? Kamu mau minum? Biar Mas ambilkan untuk permaisuri tercantik," ucap Herman sambil tertawa. Belum juga sempat menjawab pertanyaan itu. Herman pun terus beraksi hingga mencapai klimak yang sejak tadi di tahan agar permainannya bisa bertahan lama. Napas keduanya begitu terdengar terengah-engah seperti habis lomba lari maraton. "Argh ...." teriak Dini dengan keras tiba-tiba.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD