bc

Hai, Pak Tua! Ayo Nikah!

book_age16+
1.8K
FOLLOW
12.0K
READ
possessive
brave
boss
comedy
humorous
mystery
genius
city
first love
intersex
like
intro-logo
Blurb

Fara tak menyangka misi menggantikan Emma, sahabatnya, ke acara perjodohan membuatnya jatuh ke dalam cerita yang rumit. Ia yang berniat menggagalkan, justru malah bisa mengambil hati sang ibu pada saat pertemuan. Lantas, akankah Barra, si pria tampan yang dingin dan galak ini menyambut Fara dengan tangan terbuka atau sebaliknya? Akankah misi Fara justru menjadi gerbang hubungan serius antara ia dan Barra?

chap-preview
Free preview
1. Femme Fatale
"Please gantiin aku dong, Ra! Please!" "Kamu gila ya Em!" "Kamu kan temenku yang paling cantik, baik hati dan tidak sombong." "Nah, gini nih kalau ada maunya aja sok baik." "Please dong Ra! Sekali ini aja ya! Please!" "Satu kali yang kamu maksud tuh sama saja masukin aku ke kandang harimau, Emma sayang!" geregetku. "Ayolah Ra! Siapa tahu nanti cowok yang di kencan buta itu cakep." "Yah kamu berangkat sendiri aja kalau gitu!" "Gak bisa Ra! Aku kan baru umur 20 tahun. Masih muda dan masih ingin senang-senang. Masak iya, harus kencan buta terus nikah." "TERUS KAMU PIKIR AKU UDAH EMAK-EMAK!!! Aku juga baru 20 tahun keles!!!" sebalku. "Ayolah Ra! Please! Nanti pas kencan buta kamu hanya perlu menunjukkan kalau kamu gak suka sama cowok itu. Beres!" "Kalau sesimpel itu kenapa kamu gak datang sendiri aja," ketusku. "Aku gak bisa Ra. Hari yang di tentukan buat kencan buta pas banget sama waktu ketemuanku dengan Regi." Sebalku sekarang berkali-kali lipat setelah mendengar nama Regi. Heran aku sama nih anak. Emangnya apa sih yang dia sukai dari si Regi. Cuma tampang doang yang ganteng tapi kantong bolong. Mana tiap kencan pasti si Emma terus yang harus bayarin. Hadeccchhhh!!!! "Ayolah Fara sayang! Teman cantikku yang manis! Please! Please! Tolong aku ya? Ya? Kalau berhasil aku janji akan bantu kamu masuk kuliah lagi secara finansial." Aku diam. Bingung. Tawaran Emma lumayan menggiurkan dan berhasil menggoyahkan imanku "Gimana?" serobotnya nggak sabar, "demi persahabatan kita Ra! Please!" "Tapi tetep aja itu gak masuk akal, Em." "Gak masuk akal gimana?" "Kalau Mamamu tahu gimana?" "Gak bakalan. Aku jamin," jawabnya serius. Nih anak keyakinannya mantap bener. "Kalau cowok yang di kencan buta udah tahu kamu gimana? Dari foto mungkin," aku masih mencoba mengelak. Iya sih tadi aku sempat tergoda dengan tawarannya. Tapi entah mengapa feelingku kok gak enak tentang ini. "Tenang Fara sayang. Dia gak bakalan tahu. Percaya dech sama aku." Aku masih diam. Bingung lagi. Jika kamu tanya apa aku ragu? Tentu saja aku ragu. Kalian pikir datang ke kencan buta itu seromantis dan sedramatis kayak drama Korea? Itu sih cuma hallu aja. Melihat keraguanku Emma kembali meyakinkan. "Ini kencan buta, Ra. Jadi dari pihak manapun, entah aku atau cowok itu, cuma di kasih tahu nama doang tanpa ada informasi tambahan lain. Tidak ada foto. Tidak ada alamat. Bahkan tidak ada nomer KTP." "Ngaco!" umpatku. Bener-bener dech nih anak, lagi serius-seriusnya dia malah ngajak becanda. "Mau ya Ra? Mau ya? Pleaaaaaassssseeee!!!" Digenggamnya tanganku. Digoyang-goyangkan seperti anak kecil, ngerayu. Kutatap Emma fokus ke manik matanya. Ada permohonan yang tulus yang terpancar pada sinar mata itu. "Oke dech. Kapan acaranya?" pasrahku. Emma bersorak gembira, "makasih ya Ra. Makasih banget. Untuk acaranya hari Sabtu besok di restoran The Chili." "Baiklah. Besok Sabtu jemput aku di tempat kerjaan." "Oke Ra. Makasih ya Ra. Kamu memang temenku yang paling the best pokoknya. Muaaacccchhhh." "Dih najis. Jangan cium-cium!" Aku mengusap pipi yang dikecupnya. "Nggak papa. Aku kan sayang kamu." "Aku yang benci kamu." balasku nggak mau kalah. "Dih, Fara jahat!" Cih. Malah sok-sokan ngambek dia. "Bodo amat!" "Jahat! jahat! jahat!" Tuh mulut ngatain aku jahat, tapi tangannya nggak mau berhenti nyubitin dan gelitikin aku. Dasar cewek nggak konsisten antara mulut sama tubuh. Melihatku semakin sebal dengan ulahnya, gadis itu malah terus tertawa dan semakin gencar menjahiliku. Aku terus aja ngedumel gara-gara tangannya gak mau diem. Usil terus. Nyubit pipi, nyubit tangan, entah nyubit apa lagi dia. Mana tangannya juga nggak mau diem gelitikin juga. Heran aku sama nih bocah. Dan aku? Walau aku keliatan gak begitu peduli. Walau aku keliatan cuek, tapi sebenarnya pikiranku penuh dengan acara kencan buta itu. Apa yang harus aku lakukan nanti? Apa yang akan terjadi nanti? Apa pria yang nanti akan aku temui bisa mengenaliku? Bagaimana nasibku nanti jika aku bertemu dengan dia? Berhasilkah aku menggagalkan acara perjodohan yang dibalut dengan baju kencan buta itu? Atau mungkin aku malah gagal? Segala kemungkinan masuk dan berjejalan pada otakku membayangkan bagaimana acara kencan buta nanti dengan pria asing itu. ########### Fiuuuuuhhhhh panas. Cuaca hari ini begitu panas serasa menyengat ubun-ubun. Bahkan jalanan beraspal yang kulalui sampai terlihat mengkilap tertimpa teriknya sang matahari. Aku mengayuh sepeda terseok pelan-pelan. Setelah selesai mengantarkan seluruh baju-baju laundry an ke customer, aku kembali ke rumah Bu Diah. Bosku. Sudah hampir dua tahun aku bekerja di tempat beliau. Bu Diah adalah sosok bos yang begitu baik dan ramah, yang memperlakukan karyawannya seperti keluarganya sendiri. "Fara, ada teman yang mencarimu tadi?" panggil Bu Diah ketika aku baru meletakkan sepeda di teras rumahnya. "Siapa Bu?" "Siapa lagi kalau bukan si Emma." Oh ya, memangnya aku punya teman selain Emma. Hihihi. Aku tertawa miris dalam hati. Kalau bahas masalah teman sih, sebenarnya aku punya teman banyak. Dulu. Tapi setelah suatu kejadian yang menyakitkan menimpaku, teman yang banyak itu, satu persatu mulai menjaga jarak dan menjauh. Ironis kan. Bagaimana sebuah kejadian di luar kendali kita, bisa mengubah sikap seseorang terhadap kita. "Tuh anak sekarang di mana Bu?" "Mau nunggu di taman belakang katanya." Setelah mengucapkan terima kasih, aku segera menuju taman belakang rumah. Terlihat gadis yang mencariku tadi duduk main hp di dalam gazebo. "Oeeeee ...." Sentakku menepuk pundaknya keras. Yang disentak hampir menjatuhkan hp yang dipegangnya. "Asyeeeeeemmmmm. Jantungan aku!" Aku hanya terkikik geli melihat reaksinya. Bocah ini memang gampang sekali kaget jika di sentak, apalagi jika sudah fokus pada sesuatu, maka dia pasti tidak memperhatikan sekitarnya "Ada apa nyari aku?" tanyaku to the points. "Jiah pura-pura lupa nih bocah." Lagi-lagi aku hanya terkikik melihat ekspresi sebalnya. Menggodanya adalah salah satu kebahagiaan tersendiri buatku. "Mau berangkat sekarang?" "Oke. Tunggu aku di depan. Aku pamit Bu Diah dulu." Setelah Emma mengangguk, aku segera melesat mencari Bu Diah. Ibu yang penuh kasih sayang itu, yang bersedia menampungku di saat semua orang menjauhiku, sedang menyirami bunga-bunga kesayangannya di teras depan. Segara aku menghampirinya, minta izin pulang dahulu karena mau keluar dengan Emma. Bu Diah segera mengulurkan selembar uang ketika aku pamit pulang. "Kok banyak banget Bu?" tanyaku kaget ketika melihat nominal uang yang aku terima. Lima puluh ribu. Biasanya gaji yang aku dapat tiap hari ikut membantu di laundry adalah dua puluh lima ribu rupiah. "Gak papa, Sayang. Buat jajan Fara nanti kalau main sama Emma." Aku masih menatap kertas berwarna biru di tanganku. "Tapi, Bu. Bukankah ini kebanyakan?" "Tidak! Itu upahmu untuk hari ini. Sekalian bonus dari ibu karena kamu udah jadi gadis yang baik." "Makasih banyak ya Bu?" ucapku terharu. Bu Diah memelukku lembut."Iya, Sayang. Sama-sama." Setelah pelukan terurai aku mencium tangan Bu Diah takzim. Berpamitan. Aku dan Emma berjalan menyusuri jalan menuju halte. Melihatnya kepanasan, segera kulepaskan topiku dan kukenakan ke kepalanya. Gadis itu kaget, langsung menoleh menatapku. Tapi aku hanya diam pura-pura gak peduli. Dan dia hanya tersenyum paham dan meneruskan jalan. Anak ini, walau keliatan manja dan blak-blakan tapi rasa kemanusiaannya begitu tinggi. Selain karena cuma dia teman yang bertahan menemaniku, dia juga sangat menghormatiku. Bisa saja dia menjemputku dengan mobil atau sepeda motornya. Toh dia punya fasilitas semua itu. Tapi dia malah memilih naik bus dan berjalan berpanas-panasan seperti ini bersamaku. "Jadi gimana rencananya? Sudah punya konsep buat mengacaukan kencannya?" Aku bertanya padanya, memecah keheningan. Kami berbincang di halte sambil menunggu bus lewat. "Katanya sih cowok itu cakep, pekerja keras, dan perfeksionis. Jenis cowok yang ingin semuanya dalam kendalinya dan harus sempurna. Seperti Gong Ou dalam komik." Aku merenggut, "bukankah kamu kemaren bilang kalau informasi yang didapat dari lawan itu cuma nama?" Dia nyengir, "jangan curiga gitu dong Ra!" Gadis ini malah bergelayut manja di tanganku, "Aku gak bohong kok mengenai itu. Sumpah! Seperti biasa, aku pasti merayu mama untuk ngorek informasi lebih. Hehehe." Aku mendesah lelah, "okelah kalau gitu. Jadi apa konsepnya? Mau jadi cewek culun dan bodoh atau jadi cewek tomboi yang urakan." "Jangan. Pasti gagal." Aku mengernyit tidak mengerti. "Kamu tahu. Cowok perfeksionis itu lebih suka cewek culun yang mudah diatur sesuai keinginannya. Cowok pekerja keras lebih suka cewek tomboi yang mandiri karena tidak akan mengganggu kerjaannya." Aku mengangguk-angguk mengerti, "jadi?" Tak ada jawaban. Kami sama-sama diam berpikir. Konsep apa yang paling jitu agar si cowok nanti bisa langsung mundur. Bahkan kalau bisa sampai dia tak sudi melirik. "Ah, bagaimana kalau dengan konsep itu?" Tunjuknya ke sesuatu di belakangku. Aku menoleh, ada banner tak jauh dariku dengan gambar seorang cewek dengan ekspresi menggoda. "Apa ... itu?" tanyaku ragu. "FEMME FATALE"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook