Pagi hari yang menyenangkan, terutama bagi Bara yang sejak semalam dihujani dengan pujian dan senyuman dari mamanya.
Kata mama, ucapan yang Bara selipkan di dalam kertas berwarna merah muda yang ditaburi bintik silver mengkilat itu, mampu membuat beliau merasa sangat bahagia.
Bagi mamanya, Bara memang anak sulung yang sangat penyayang dan bertanggung jawab.
Ketika Bara mendapatkan pujian penuh, yang ia bayangkan saat itu hanyalah wajah Andara.
Gadis tersebut pantas mendapatkan kado kecil yang manis pagi ini, sehingga Bara memberikannya sebuah coklat batang dengan campuran s**u dan kacang mede yang gurih.
"Hai," sapa Bara yang langsung menyambangi Andara dan duduk di kursi depan dengan posisi yang saling berhadapan.
"Hai juga," sahut Andara sambil memiringkan wajahnya dan tersenyum. "Kamu terlihat sangat bahagia pagi ini, jangan-jangan menang lotre ya?"
"Apa? Waaah, kamu sudah mulai pandai bercanda ya. Tapi asal kamu tahu saja, ini lebih berharga daripada lotre yang dijual di pasaran bebas," kata Bara sambil memainkan lima jari secara bergantian di atas meja belajar Andara.
"Hemh."
"Ini rahasia kita berdua saja! Mama sangat bahagia atas kado dan surat yang kamu tuliskan, Andara," bisik Bara seakan tembok pun tidak boleh tahu tentang rahasia kecil diantara keduanya.
"Benarkah?"
"Iya."
"Syukurlah."
"Makasih banget ya, Andara."
"Sama-sama."
Bel panjang berbunyi dan Bara pun langsung meninggalkan Andara untuk kembali ke dalam kelasnya.
Tapi sebelum ia melangkah pergi, terlebih dahulu Bara memberikan coklat yang sudah ia persiapkan sejak tadi pagi, sebelum berangkat ke sekolah.
"Apa ini?"
"Yang jelas, ini bukan racun dan silahkan dinikmati! Ini adalah ucapan terima kasih dari saya karena kamu sudah membantu untuk mengukir senyum di bibir mama."
"Bara, jujur saja. Saya sangat senang bisa melakukan sesuatu untukmu karena kamu sangat baik kepada saya," kata Andara dan Bara tersenyum, lalu memutuskan untuk segera meninggalkan Andara.
Sebab jika tidak, maka akan sulit untuknya meninggalkan senyum dan gigi kelinci itu.
Dua mata pelajaran yang sangat menyebalkan baru saja berakhir. Bel panjang tanda waktu istirahat pertama kembali berbunyi.
Seperti biasa, Andara tidak pernah keluar dari dalam kelas, kecuali jika Bara mengajaknya.
Istirahat pertama kali ini, tampaknya Bara tidak datang untuk menemui Andara. Mungkin ia sibuk dengan teman yang lainnya dan Andara sangat memahami keadaan Bara yang memang sangat populer.
'Bara tidak datang, mungkin dia sedang sibuk dengan gadis-gadis itu.' Ucap Andara di dalam hatinya, sambil mengeluarkan coklat yang laki-laki tampan itu berikan.
Saat ini, Andara berniat untuk menikmatinya dijam istirahat pertama.
Gigitan pertama sudah berhasil membuat Andara tersenyum karena memang coklat yang Bara berikan sangat nikmat dan berkelas.
Tapi baru saja Andara tersenyum dan menikmati hidupnya, tiba-tiba sekelompok gadis dengan aroma parfum yang menyengat dan pakaian yang serba pas-pasan di tubuh, serta riasan wajah yang tidak pantas digunakan oleh siswa SMA, mendatangi Andara.
"Ikut kita sekarang!" perintah salah satu diantara mereka dengan nada yang angkuh dan sangat memaksa.
Gadis itu berambut panjang dan dikepang membentuk gelombang seperti sosis yang rapi serta menawan, sembari berdiri centil dan melipat tangan di depan d**a.
"Ada apa?" tanya Andara dengan suara yang tenang.
"Udaaah, jangan banyak tanya! Kalau kita bilang ikut, ya ikut aja!" sambung gadis tersebut dengan wajah sinisnya. "Cepetan ayo!" paksanya sambil menarik tangan kiri Andara sangat kuat, hingga tubuh mungil Andara maju ke depan.
Bahkan wajahnya hampir menyentuh meja belajar yang berada tepat di hadapannya.
"Kalau kamu nggak bisa ikut baik-baik, kita bisa kok ngelakuin hal yang gak pernah kamu duga," bisik gadis lainnya sambil membuka kacamata gaya berwarna hitam yang ia kenakan.
Malu karena diperhatikan oleh beberapa teman sekelas, Andara pun langsung berdiri dan mengikuti keempat gadis yang tampak sangat membenci dirinya tersebut.
Sebenarnya Andara tidak terlalu mengenali mereka, tapi sepertinya keempat siswi tersebut begitu tidak menyukai Andara.
Setelah setengah diseret, Andara dibawa ke belakang sekolah tidak jauh dari gudang yang sudah lama tidak dipakai.
Ancaman pun terjadi dan hal inilah yang ditakutkan Andara selama ini karena ia berusaha agar tidak terkena masalah di sekolah unggulan tersebut.
Ia hanya gadis biasa yang tidak memiliki kekuasaan ataupun uang untuk membayar denda, maupun hal lain yang dapat menyusahkan hidupnya.
Sekedar dapat bersekolah di sini saja, merupakan kebanggaan tersendiri bagi Andara karena ia hanya mengandalkan beasiswa untuk bertahan hampir tiga tahun dalam masa pendidikan.
Tak lama, Bara menyambangi kelas Andara dan saat itu ia melihat coklat pemberiannya berada di atas meja dengan bekas gigitan yang tampak begitu jelas, seakan memperlihatkan bahwa coklat tersebut baru saja dinikmati oleh Andara.
'Apa yang terjadi kepada Andara dan kenapa ia melakukan hal seperti ini? Saya tahu, Andara bukan gadis yang jorok dan tidak bisa menghargai pemberian dari orang lain.'
Kata Bara di dalam hatinya sambil merapikan coklat yang terbuka tersebut dan kembali memasukkannya ke dalam tas bagian depan berukuran kecil milik Andara.
"Guys, please. Kalian lihat Andara?" tanya Bara sambil menatap cukup banyak pasang mata di dalam kelas tersebut.
Beberapa kode mata dan tangan dari teman-teman dapat Bara lihat dengan jelas. Hal itu membuatnya semakin yakin bahwa terjadi sesuatu yang buruk pada Andara.
"Tadi rombongannya Misya datang ke sini dan membawa Andara, tapi kita nggak tahu dibawa kemana. Soalnya kita juga nggak mau bermasalah dengan mereka," tukas salah satu siswa yang merupakan saksi mata di dalam kelas tersebut.
"Sial!" Bara meninju meja belajar cukup keras untuk meluapkan emosinya. Kemudian dengan langkah cepat, ia langsung bergerak untuk mencari di mana kelompok Misya membawa Andara.
Bara memang pintar dan mampu menganalisis lingkungan serta keadaan dengan baik.
Ia paham, jika keadaannya untuk menyakiti, maka tempat terburuklah yang menjadi sasaran bagi Misya untuk menghantam Andara.
Dengan kaki cepat, Bara berlari menuju ke daerah belakang sekolah. Ia menelusuri tempat tersebut hingga akhirnya menemukan Misya yang sedang melayangkan tamparannya kepada Andara.
Waktu itu, Andara hanya tampak memilih untuk diam dengan kepala yang tertunduk.
"Stooop!" teriak Bara demi menghentikan gerakan tangan Misya.
Namun ternyata, layangan telapak tangan itu merupakan yang ketiga kalinya. Sehingga pada pipi kiri Andara, sudah terdapat stempel/cap lima jari yang tampak merah.
"Kalian itu memang bar-bar ya. Makanya saya nggak mau dan nggak suka bergaul dengan kalian. Kalau kalian memang punya nyali, seharusnya satu lawan satu, bukan dengan keroyokan seperti ini! Lagian apa masalahnya? Sampai kalian tega nyakitin orang yang nggak pernah berbicara kasar maupun menatap tajam ke arah kalian?"
Misya terdiam sambil menggenggam kedua tangannya, begitu juga dengan teman yang lainnya.
Saat ini, Bara tampak begitu marah, bahkan ia sampai meninju dinding sekali lagi untuk meluapkan emosinya.
"Saya nggak nyangka kalian seperti ini. Ingat! Jika kalian berani menyentuh Andara sekali lagi, maka saya bersumpah untuk mengeluarkan kalian semua dari sekolah ini."
"Bara, ini semua ... ." jawab Misya yang berusaha membela diri.
"Tidak, bukan hanya itu saja. Saya juga akan memohon kepada papa untuk memecat orang tua kalian semuanya dari perusahaan yang saya miliki!" ancam Bara dan hal itu berhasil membungkam mulut Misya beserta anggota kelompoknya.
"Ayo, Andara! Sebaiknya kita melapor ke ruang guru BK sekarang juga!"
"Please, jangan gitu dong Bara! Semua ini saya lakukan karena begitu marah pada gadis ini. Lagian, kenapa sih kamu sangat peduli sama dia? Sementara dia dan kamu itu sama sekali tidak cocok. Dia nggak pantas buat kamu, Bar."
"Memangnya saya perduli tentang semua itu? Lagipula, saya dan Andara tidak memiliki hubungan seperti yang kamu pikirkan. Kami berdua hanya berteman, Andara bukan perempuan yang setipe dengan kalian. Jadi, jangan samakan diri kalian dengan Andara!" tukas Bara sambil menunjuk wajah Misya dengan jari tangan kirinya.
Misya yang tadi tampak angkuh menjadi sangat pucat. Sementara Andara yang terluka pada sisi kiri bibirnya, terdengar mendesis kesakitan.
"Ingat! Jika terjadi sesuatu pada Andara, kalian semua habis!" Ancam Bara dengan mata yang melotot dan tubuhnya tampak bergetar hebat.
Bara tidak ingin memukul perempuan. Untuk itu ia lebih memilih menghentikan kejahatan mereka dengan ancaman.
Seandainya mereka adalah kumpulan laki-laki, pasti Bara tidak akan melepaskan mereka begitu saja.
"Andara, kamu baik-baik aja, kan!" Bara memegang kedua lengan Andara.
Andara mengangguk, "Iya."
"Kamu pembohong yang buruk." Bara membuang darah yang berada di sudut bibir Andara dengan ujung ibu jarinya.
Bersambung.