Tangan lincah seorang gadis sedang menari di atas cake yang berupa hidangan penutup. Dengan cekatan, dia mengolesi lelehan coklat bantang di atas cake berwarna coklat tersebut. Namanya adalah Desty Wilona, gadis muda yang bekerja sebagai koki di salah satu restoran ternama di kota itu.
"Paduan yang sempurna, Desty." Seorang teman seprofesi mengomentari hasil karya tangannya.
"Terima kasih." Desty tersenyum tulus. Kemudian melakukan bagian terakhir, yaitu menaruh sebuah chery di atasnya.
"Apa kau membuatnya penuh cinta? Itu terlihat sangat menawan dan indah," ujar teman di sebelahnya.
Desty mengangguk. "Setiap yang kita lakukan memang harus seperti itu, kan. Melakukannya penuh cinta, karena jika bukan, maka hasilnya tidak akan memuaskan."
"Kau benar."
"Baiklah. Aku akan mengantarnya ke pelanggan."
Kemudian Desty mulai bergerak. Dia keluar membawa cake menuju meja pelanggan.
Saat Desty tiba di meja tersebut, dia mendengar para pria itu tertawa. Tanpa diperhatikan, beberapa pria mulai melirik ke arahnya. Desty tetap fokus pada tugasnya, dia sama sekali tidak menyadari apapun.
Salah satu pria berkedip pada pria lain, yang dibalas dengan anggukan.
"Kau, Desty?" tanya pria itu setelah membaca tanda pengenal di seragam Desty.
"Benar sekali, Tuan," jawab Desty ramah.
"Kalau begitu kau harus tinggal sebentar. Tamani kami bermain hingga selesai."
"Baiklah." Desty setuju, karena ini bukanlah pekerjaan berat atau melanggar dengan aturan.
Desty hanya perlu menemani mereka bermain kartu hingga selesai, dan itu bukanlah sesuatu yang asing di tempat ini. Banyak orang sepertinya melakukan hal yang sama, bahkan sangat menginginkan bonus yang satu ini. Karena biasanya mereka akan mendapat Tip.
"Aku menang!" seru seorang pria seketika.
"Sial!" Salah satu pria melempar kartu secara kasar. Kemudian kembali bertaruh. Tapi tidak ada selembar uang pun di atas meja.
Desty sempat berpikir, apa yang mereka taruhkan? Terkadang orang kaya memang memiliki cara tersendiri untuk menghamburkan uang.
"Bukankah aku hebat!" Pria tadi kembali menyerukan kemenangan, membuat semua orang terpana dan takjup.
"Kau memang hebat."
Namun, hanya satu orang yang kesal. "Ini bukan apa-apa, mungkin teruhan kita tidak sesuai dengan seleraku," ujarnya mengesampingkan rasa kesal yang luar biasa seraya melirik Desty.
"Tidak usah menufik, kau akan menyesal karena tidak mendapatkannya." Pemenang sangat bangga.
"Haha." Semua orang tertawa.
Kemudian, pemenang tiba-tiba menarik pinggang Desty, menjatuhkan ke pangkuannya.
"Apa yang kau lakukan, Tuan?" Refleks Desty menegakkan kembali badannya, dia terkejut bukan main. Nafasnya memburu cepat, wajahnya langsung pucat.
Tidak disangka, mereka malah terbahak melihat ketakutan di wajah Desty.
"Tugas saya sudah selesai, Tuan. Saya akan pergi." Desty mulai tidak tahan, dan dia memutuskan untuk segera pergi dari sana.
"Tunggu! Siapa yang mengizinkanmu pergi," sanggah pemenang. "Lagian, tugas kamu belum selesai sama sekali."
Masih dengan sopan, Desty berpamitan pada mereka. "Maaf, Tuan. Tidak ada pekerjaan yang saya janjikan dengan anda."
"Kurang ajar!"
Ketika Desty hendak melangkah, dua orang langsung menghadangnya.
Pemenang bangkit dan mendekat. "Katakan, berapa hargamu."
Desty tersentak, dia merasa direndahkan, dan kendalinya tidak lagi bisa menahan gejolak atas kekejian mereka.
"Sebaiknya perbaiki dulu kualitas bicara anda, Tuan. Baru menilai orang lain. Permisi!"
Sikap Desty membuat pria itu tertentang. Dia juga tidak ingin terlihat kalah oleh seorang wanita di depan rekan-rekannya. Karena itu, dia langsung memerintah untuk menyeret Desty.
"Bawa dia ke kamar!"
"Lepaskan aku!" Desty menepis tangannya. Namun, kekuatan tidak sebanding dengan tubuh kekar dua pria berotot di kiri kanannya. Dia berhasil dibawa mereka.
Sepanjang tempat yang Desty lewati, tak seorang pun yang berniat membantunya. Mereka hanya melihat sekilas tanpa rasa iba. Bahkan ada yang tertawa, menganggap itu adalah hal yang menarik.